Oleh: AHMAD FAHIR, M.SI
Di balik eksotisme GuÂnung Salak, terdapat banyak jejak peradaÂban purba yang beÂlum tergali. Belum banyak yang tahu bila Gunung Salak memiliki banyak objek cagar budaya sebagai saksi bisu peradaÂban era megalitikum. Gunung SalÂak menyimpan banyak file penting sejarah peradaban umat manusia, yang perlu digali dan dipecahkan demi meluruskan sejarah umat manusia. Dengan banyaknya jejak peradaban purba dan hamparan kekayaan cagar budaya yang diÂmiliki, Gunung Salak dapat dijaÂdikan sebagai destinasi unggulan wisata budaya dan sejarah peradaÂban manusia.
Kaya Jejak Megalitikum
Gunung Salak memiliki ratuÂsan situs cagar budaya. Catatan saya, setidaknya gunung ini memiÂliki belasan kawasan situs bersejaÂrah. Setiap titik menyimpan puluÂhan hingga ratusan situs. Pertama, Situs Cibalay. Kedua, Situs Arca Domas. Ketiga, Situs Bale KamÂbang. Keempat, Situs Punden Jami Piciing. Kelima, Situs Batu BergÂores. Keenam, Situs Curug SriweÂdari. Ketujuh, Situs Punden Kebon Kopi. Tujuh titik situs ini berada pada satu kawasan di Kampung Cibalay, Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. BeriÂkutnya, Situs Punden Berundak Pasir Manggis, dan Situs Batu Kuya Pasir Manggis. Kedua lokasi situs ini berada di Kampung Tenjolaya Kidul, Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Jejak peradaban kuno juga terekam pada sejumlah lokasi lainnya di sepanjang lereng utara Salak. Antara lain Situs Calobak di Desa/Kecamatan Tamansari, KaÂbupaten Bogor; Situs Batu Tapak Cileueur, Desa Sukamulya, KecaÂmatan Tamansari; Kampung BuÂdaya Sindang Barang di Desa PaÂsir Eurih, Kecamatan Tamansari; dan Situs Kuta Gegelang di Desa Gunung Bunder, Kecamatan PamiÂjahan, Kabupaten Bogor. Penulis memfokuskan pada pembahasan Situs Megalitikum Cibalay, karena situs ini menyita perhatian banyak ilmuwan dunia sejak dua abad siÂlam, diperkirakan berusia paling tua, unik, dan tersebar di hamÂparan area 45 hektare lebih.
Berusia 6.000 Tahun
Dinas Kebudayaan dan PariÂwisata Kabupaten Bogor (2011) melansir, Situs Megalitikum CibaÂlay diperkirakan berusia 6.000 taÂhun lebih. Situs ini dilaporkan perÂtama kali pada tahun 1830 oleh De Wilde. Kemudian, kemudian JunÂghuhn (1844), lalu Muller (1856), dan terakhir oleh N.J. Krom (1914). Kendati telah lama ditemukan, namun nama Situs Cibalay belum begitu dikenal oleh masyarakat luas, termasuk masyarakat Bogor dan sekitarnya. Lima tahun ke beÂlakang, belum banyak yang tahu bila Gunung Salak memiliki jejak peradaban megalitik dan warisan sejarah peradaban manusia zaÂman purba.
Baru sekitar empat tahun siÂlam, nama Situs Cibalay mulai dikenal masyarakat. Pada tahun 2010-2011, Pemkab Bogor mulai memperhatikan situs ini. Dalam hal ini Wakil Bupati Bogor kala itu Karyawan Faturrachman, kerap menyambangi Cibalay, sehingga nama kawasan cagar budaya ini kian dikenal luas, bahkan muÂlai banyak dikunjungi turis dan peneliti mancanegara.
Kian ramainya pembahasan dan pemberitaan tentang Situs CiÂbalay dalam beberapa tahun teraÂkhir, tersebut memicu penulis meÂnyambangi Cibalay, untuk melihat dari dekat berbagai benda cagar budaya warisan peradaban purba. Sepanjang 2015, penulis beberapa kali mengunjungi situs ini. Secara tradisional, kawasan situs Cibalay dirawat oleh Abah Ending dan keluarga. Ia menjadi juru kunci sejak tahun 1960-an. Ia menerusÂkan sang ayah, yang merawat situs ini sejak tahun 1920. Diperkirakan baru pada tahun 1990-an kawasan ini mulai mendapatkan perhatian dari instansi terkait.
Berdasarkan data yang dilanÂsir Disbudpar Kabupaten Bogor, total area cagar budaya Cibalay mencapai 45 hektare lebih. JumÂlah situsnya diperkirakan mencaÂpai ratusan buah. Namun, baru sebagian kecil area yang sudah dibuka Balai Pelestarian PeningÂgalan Purbakala (BP3) Serang. Selebihnya masih tertutup oleh vegetasi hutan lindung atau terÂtimbun tanah. Para petugas dan juru pelihara situs ini mengaku, bila dalam satu hari saja berhasil membuka sebidang tanah semak belukar di sekitar kawasan situs Cibalay, dipastikan mendapatkan banyak temuan situs baru. Mereka meyakini, banyak situs yang beÂlum tergali, bahkan diperkirakan hingga puncak Salak.
Situs Cibalay diyakini sebagai pusat peradaban Nusantara pada era megalitikum, atau sebelum ada suku-suku Sunda, Jawa, MadÂura, Bali, Melayu, Lombok, Bugis, Dayak, dan lainnya.
Ibukota Salaka Nagara
Warga sekitar Tenjolaya meyaÂkini kawasan situs Cibalay sebagai eks Keraton Salaka Nagara, yaitu sebuah kerajaan tertua di NusanÂtara, cikal bakal lahirnya Kerajaan Taruma Nagara di Pulau Jawa. Karenanya, mereka lebih familier menyebut Cibalay dengan istilah Salaka Domas atau Keraton Salaka Nagara. Istilah Salaka Nagara berÂasal dari bahasa Sanskerta, dapat diartikan negeri perak/emas. Penggunaan kata “Salak†untuk memberikan nama gunung ini, diperkirakan merujuk pada istilah Salaka Domas/ Salaka Nagara.
Kerajaan Salaka Nagara didiriÂkan oleh Prabu Tirem pada abad ke-1 M. Pemerintahan Salaka NagaÂra dipimpin oleh raja-raja bergelar Dewawarman. Gelar Dewawarman diturunkan selama delapan genÂerasi (Dewawarman I-VIII).
*Penulis adalah peminat budaya dan sejarah Sunda