JAKARTA, TODAY — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ternyata memilki perhatian khusus terhadap populasi ikan betok, tawas, dan udang gala air tawar. Karena itu, Susi menyiapÂkan langkah khusus untuk menyelamatkan turunnya populasi ikan air tawar dan laut di alam bebas.
Ia punya program melepas berbagai spesies ikan air tawar ke alam seperti betok, taÂwas hingga udang gaÂlah air taÂwar, dan di laut ada udang windu. Susi memeri n Âtahkan Ditjen Budidaya KeÂmenterian KeÂlautan Perikanan untuk menyebar bibit ikan air tawar dan laut ke alam bebas, sehingga populasinya di alam bisa meningkat.
“Saya perintahkan UPT (Unit Pelaksana Teknis) di KKP buat dan lepas bibit di alam. Di darat seperti sungai, waduk, situ, sungai kita lepas ikan beÂtok, bogo, tawas, udang galam. Kalau di Kalimantan dan SumÂsel juga ada ikan (lokal) yang mau kita lepas. Kalau di pantai Selatan Jawa Barat akan dilepas bibit udang windu,†kata Susi di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Setelah populasi ikan konÂsumsi di alam meningkat, Susi berharap para penduduk atau nelayan lokal tidak lagi kesulitan memperoleh ikan. Ikan tersebut juga bisa dimanÂfaatkan sebagai sumber proÂtein yang murah dan sumber pendapatan bagi masyarakat.
“Ikan atau udang sebagai protein dan masuk makanan tetap penduduk pedesaan dan pulau kecil. Jangan sampai stok habis. Kita (penduduk kota) bisa beli ikan ke supermarket, masuk troli dan pulang. Di alam nggak bisa karena mereka harus tangkap,†ujarnya.
Di tempat yang sama, Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Subjakto menyebut bibit ikan dan udang bakal dipenuhi dari pusat pembibitan milik KKP. Tahun ini, KKP mengangÂgarkan Rp 5 miliar sedangkan tahun 2016 sebesar Rp 20 miliar.
“Tahun ini sudah berlangÂsung dan tahun depan dilanÂjutkan. Tujuannya, jelas untuk perbaharui stok yang mulai puÂnah dan tambah stok jadi lebih banyak,†ujarnya.
Pelit Investasi
Susi menyindir para penÂgusaha Indonesia khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Menurut Susi, pengusaha loÂkal malas menyisihkan keunÂtungan untuk investasi baru. Akibatnya, perusahaan atau pengusaha Indonesia di sektor perikanan dan kelautan kalah bersaing dibandingkan pebisÂnis asing.
“Orang Indonesia pelit inÂvestasi. Keuntungan seharusÂnya diinvestasikan kembali ke bisnis atau 40% untuk re-inÂvestment,†kata Susi saat berÂtemu Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (AIRLI) di KKP, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Susi lantas merujuk ke penÂgusaha rumput laut IndoneÂsia. Ia menantang pengusaha pengolahan rumput laut unÂtuk masuk dan menanamkan modalnya lebih banyak karena KKP memiliki program untuk menggenjot produk dan pengolahan rumput laut.
Setiap bulan, pengusaha diÂminta membangun pabrik penÂgolahan rumput laut karena inÂvestasi tidak terlalu tinggi. “Bisa nggak? Kalau nggak bisa berhenÂti jadi pengusaha. Ini keuntunÂgan jadi opportunity,†ujarnya.
Menjawab tantangan itu, Ketua Umum AIRLI Soerianto Kusnowirjano, mengaku belum mampu membangun pabrik baru setiap bulan. Kini, piÂhaknya bersama asosiasi telah memiliki 30 pabrik pengolaÂhan. Bila ingin membangun pabrik baru, pengusaha harus melihat tingkat kebutuhan terÂhadap produk olahan rumput laut. “Kalau setiap bulan beÂlum,†jawab Soerianto.
Susi bertanya balik tentang biaya mendirikan 1 pabrik rumÂput laut baru. Ternyata kebutuÂhan investasi 1 pabrik baru olaÂhan rumput laut sekitar Rp 50 miliar. “Kalau Rp 50 miliar kecil,†jawab Susi yang langsung disamÂbut tawa para pengusaha dan peÂjabat KKP.
(Alfian Mujani)