Untitled-3Presiden Joko Widodo ( Jokowi) berkali-kali mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat, terutama dunia usaha bersiap-siap menghadapi persaingan bebas di kawasan Asia Tenggara.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Sekarang era kompetisi, era persaingan, antar individu, antar kota, antar provinsi, antar negara. Sudah tidak bisa kita tolak lagi. MEA (Masyara­kat Ekonomi ASEAN) sudah masuk awal tahun ini,” jelas Jokowi akhir pekan lalu di Surakarta.

Bukan hanya mengingatkan tentang sudah dimulainya era persaingan bebas di ASEAN, Jokowi juga menyinggung soal Trans Pacific Partnership (TPP) yang tengah dibahas pemerintah, apak­ah Indonesia harus ikut serta. TPP merupakan perjanjian perdagangan bebas yang diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS).

“Begitu saya bilang saya tidak mau ikut TPP, barang kita ke sana masuk kena (pajak) 20%, barang kita nggak bisa bersaing. Ini fakta yang kita ha­dapi,” kata Jokowi.

Karena itu, persaingan atau perdagangan bebas tak bisa di­hindari. Indonesia harus bisa bersa­ing untuk menang. Caranya lewat infrastruktur dan juga peningka­tan skill tenaga kerja. Lewat infra­struktur, biaya logistik akan mu­rah, dan harga barang juga turun. Untuk skill, Jokowi mengatakan, dirinya menghargai Program In­vestasi Menciptakan Lapangan Kerja Tahap III dan Peresmian Akademi Komunitas Industri TPT (tekstil dan produk tekstil).

BACA JUGA :  Resep Oseng Kikil Cabai Hijau yang Praktis untuk Menu Buka Puasa

“Tanpa itu kita pasti ditinggal neg­ara-negara lain, orang nggak mau ma­suk ke Indonesia, merek pilih Vietnam dan negara-negara lain yang lebih pu­nya daya saing,” ungkap Jokowi, “Ini­lah kenyataan dan fakta yang harus kita hadapi dan harus kita benahi, kita perbaiki. Tidak ada cara lain kalau kita mau survive memenangkan persain­gan,” imbuhnya.

Perlu Waspada

Babak baru pasar bebas Asia Tenggara ini membuat semua pintu perdagangan terbuka bebas oleh ma­sing-masing negara. Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wat­impres), Sri Adiningsih, kondisi ini sudah tidak bisa dihindari. Semua orang, mau tidak mau, harus meng­hadapi situasi tersebut. Namun Sri mengingatkan semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan.

“Menghadapi MEA, kita bicara mengenai produk asing yang bisa masuk ke semua aspek. Kalau ti­dak hati-hati, nanti akan diserbu,” ujarnya di Gedung Smesco, Jakarta, Minggu (24/1/2016)

Indonesia dinilai sebagai pasar yang besar untuk negara lain. Terli­hat dari jumlah penduduk 250 juta jiwa atau terbesar di kawasan, serta kelompok kelas menengah yang ter­us meningkat setiap waktunya, seir­ing dengan pertumbuhan ekonomi.

BACA JUGA :  Buka Puasa dengan Pindang Iga Sapi Berkuah Bening yang Segar dan Gurih Bikin Nagih

Meski demikian, Sri menilai In­donesia punya peluang besar untuk menjaga pasar dalam negeri serta ekspansi ke negara ASEAN lainnya. Peluang tersebut terlihat dari sisi kreatifitas dan inovasi dari masyara­kat, khususnya kalangan muda.

“Di Indonesia sendiri produksi barang dan jasa, itu kreatif sekali. Saya yakin dan percaya, itu banyak terjadi. Saya sendiri melihat dan menyaksikan banyak produk yang bagus sekali, makanan yang enak, pakaian, dan lain-lain,” paparnya.

Sri sendiri mengaku cukup sering hadir dalam berbagai kegiatan pam­eran. Barang-barang yang dimilikin­ya pun tidak sedikit yang berasal dari kerajinan tangan asli masyarakat. Ini membuat optimisme Indonesia menghadapi MEA.

“Ini bukan saja soal penggalian kreatifitas, tapi bagaimana bisa mengoptimalkan yang muda, dan perempuan. Memang sekarang ini kelompok-kelompok kreatif yang ha­rus didorong, karena mereka punya energi dan saya yakin mereka lah masa depan Indonesia,” jelas Sri.

============================================================
============================================================
============================================================