pengadilanKIRANYA tak salah bila ada yang berpendapat kesengkarutan peradilan di negeri ini sudah dimulai dari hulu. Kesemrawutan hukum itu justru sering kali diawali dari dalam benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan, yakni Mahkamah Agung.

Sorotan terhadap mahkamah tertinggi peradilan itu belakangan ini, terutama terkait dengan maraknya kasus yang melibatkan sejumlah pejabatnya, sebetulnya belum meredup. Akan tetapi, kini kita disuguhi lagi isu tak sedap yang boleh jadi bakal semakin mengikis wibawa dan kepercayaan rakyat terhadap lembaga tersebut.

Isu itu tentang ketidaklayakan beberapa hakim agung yang menduduki jabatan mereka karena diduga, mereka cacat persyaratan. Hakim agung Gayus Lumbuun menyebut ada lima hakim agung yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Menurutnya, lima hakim agung itu tak memenuhi salah satu persyaratan yakni pernah menjadi hakim tinggi sekurang-kurangnya selama 3 tahun. Dalam Pasal 7 angka 6 UU Mahkamah Agung memang disebutkan, calon hakim agung harus berpengalaman sedikitnya 20 tahun, termasuk minimal 3 tahun menjadi hakim tinggi. Fakta yang membuat mata membelalak ialah Ketua MA Hatta Ali merupakan salah satu dari lima hakim agung yang cacat syarat tersebut.

BACA JUGA :  Durhaka! Anak di Makassar Tega Aniaya Ibu Kandung, Ancam Akan Bakar Rumah

Lantas, sekadar cacat administrasikah pengangkatan lima hakim agung itu? Tentu saja tidak. Harus tegas dikatakan, ada masalah yang lebih substansial dan serius yang mesti kita catat dengan tinta merah. Bagaimana mungkin satu institusi peradilan yang katanya terhormat, yang dianggap sebagai tembok terakhir peradilan, malah tidak menjalankan perintah undang-undang?

Jelas ini problem serius yang menuntut Presiden turun tangan membenahi lembaga yang bila dibiarkan busuk bakal membusukkan pula seluruh tubuh peradilan negeri ini. Cacat syarat hakim agung dan Ketua MA itu harus diusut secara tuntas dan menyeluruh untuk mengembalikan harkat dan martabat lembaga benteng terakhir bagi pencari keadilan itu.

Namun, pada sisi pandang yang sedikit berbeda, ini juga satu momentum sangat bagus bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk memastikan seluruh lembaga negara tetap on the track pada peraturan perundang-undangan. Inilah kesempatan berharga untuk menciptakan penegakan hukum berkualitas dan berkeadilan yang selama ini masih tertatih-tatih dalam penerapannya.

BACA JUGA :  Masyarakat Diberikan Pemahaman Epilepsi Oleh RSUD Leuwiliang

Mereformasi struktur hukum, termasuk di dalamnya mereformasi aparat penegak hukum, ialah satu dari tiga pilar utama reformasi sistem dan penegakan hukum yang diinginkan Presiden dengan berpijak pada Nawa Cita. Dua pilar lain ialah substansi hukum yang mencakup reformasi legislasi dan budaya hukum baik budaya aparat penegak hukum maupun warga negara.

Dalam reformasi legislasi, pemerintah diharapkan dapat membenahi aturan hukum yang tumpang tindih demi meningkatkan kualitas hukum dan kepastiannya. Kita amat berharap kebijakan besar pada bidang hukum yang menurut rencana akan diumumkan Presiden Jokowi, Oktober ini, dapat memperkuat sistem penegakan hukum Republik ini. Ketika kita sepakat menolak negara lemah, pada saat itulah reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya harus direalisasikan.(*)

 

============================================================
============================================================
============================================================