20150816_094513INDONESIA merupakan negara agraris, namun kesadaran pentingnya pertanian di atas negeriagraris ini masih dikesampingkan. Mahasiswa tentu tak boleh tinggal diam. Gerakan penting untuk menghimpun kekuatan perlu dilakukan anak bangsa.

Oleh: RIFKY SETIADI
[email protected]

Tahun 1984 silam, Indonesia pernah mendapatkan penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mampu mencapai swasembada pangan. Sayang­nya, kondisi tersebut tak bertahan lama karena era tahun 1990- an Indonesia justru mengalami penurunan produksi pertanian skala nasional. Bahkan sampai kini, pertanian kita masih dalam kondisi terjajah oleh bangsa lain dengan menem­pati urutan ke-4 pengimpor beras terbesar di du­nia setelah Nigeria, Irak, dan Filipina.

Indonesia yang dikenal dengan negara agraris kini kehilangan julukannya. Swasembada pangan yang dijanjikan oleh Presiden seakan-akan diang­gap hanya omongan belaka. Kurang terkoordinasin­ya sektor-sektor pemerintahan untuk menggapai kembali cita-cita tersebut membuat Indonesia kini harus impor dari negara-negara lain. Politik kepentingan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan menambah daftar keterlambatan perkembangan ekonomi bangsa di sektor perta­nian. Selain itu, kualitas hasil-hasil pertanian yang kurang memenuhi standar mengakibatkan harga yang didapat petani kurang memuaskan sehingga kesejahteraan mereka cenderung tidak meningkat. “Potret inilah yang kini dihadapi oleh petaniIndo­nesia yang sejatinya telah bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indone­sia,” ujar Fauzan Muzakki, mahasiswa IPB Juru­san Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Angkatan 2013 dari Fakultas Pertanian (Faperta) Institut Per­tanian Bogor (IPB) kepada BOGOR TODAY, Selasa (25/08/2015), kemarin.

BACA JUGA :  Dedie Rachim Apresiasi Renovasi MCK SDN Semeru 6 Kota Bogor

Karena itulah, mahasiswa yang disebut-sebut sebagai tonggak perubahan, tidak bisa tinggal diam melihat keadaan petani Indonesia. “Tri dhar­ma Perguruan tinggi seharusnya di realisasikan ke lingkungan sekitar. Konsolidasi an­tar mahasiswa diperlu­kan untuk menghimpun kekuatan agar kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian dapat dikawal dengan baik,” tambah Fauzan. Ia menu­turkan, hasil-hasil pene­litian mahasiswa yang efektif dan berguna sebai­knya sudah tidak menum­puk di lemari saja. Kini petani Indonesia mem­butuhkan inovasi-inovasi tersebut untuk menaikkan harkat dan martabat ke­hidupan pertanian bang­sa. “Pendidikan yang di­dapatkan di bangku kuliah seharusnya ditularkan ke generasi muda bangsa agar semangat untuk mereka untuk mencari ilmu sema­kin besar. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita peka dan dapat berperan aktif un­tuk memajukan kualitas suatu bangsa,” tegasnya.

Itulah sebabnya, sebagai langkah nyata ma­hasiswa dari Fakultas Pertanian IPB, dirintislah sebuah upaya kesadaran global dengan memben­tuk sebuah forum bertarap internasional melalui kegiatan “Agria Youth Program (AYP) 2015” yang segera digelar pada 2-5 September 2015 men­datang dan mencakup 5 kegiatan besar, yakni Ple­nary Session, Parallel Session, Forum Formation, Awarding Night, dan Excursion. “Forum ini diben­tuk dan dirintis untuk menyatukan visi dan misi membangun pertanian di wilayah ASEAN dan Asia Tenggara umumnya,” ujar Nidia Haiva Agustina, Public Relation AYP 2015. Melalui forum itu, para mahasiswa dari berbagai negara di Asia Tenggara berusaha menyatukan ide-ide kreatif dan menin­gkatkan tingkat partisipasi setiap negara untuk membangun aktivitas pertanian yang baik. Forum ini juga dimaksudkan untuk membuka dan mem­fasilitasi pertukaran informasi seputar teknologi pertanian. Mahasiswi Arsitektur Lanskap IPB An­gkatan 2013 itu menambahkan, generasi muda yang akan menjadi ahli harus bisa bersaing den­gan negara-negara lainnya untuk mengamankan posisi dan perannya. “Faktanya masih banyak anak muda dan mahasiswa yang merasa dirinya tidak perlu menyiapkan dirinya menghadapi persaingan bebas,” ujarnya.

BACA JUGA :  SBR 'Manifesting The Future', Pamerkan Karya Seni Siswa Penuh Filosofi

Itulah sebabnya, maha­siswa pertanian dimana pun berada, dituntut untuk me­ningkatkan kesadaran dan mempersiapkan diri mengha­dapi pasar bebas dan inte­grasi ekonomi yang dibangun oleh Ma­syarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Siapkah para mahasiswa pertanian menjawab tantangan membangun kembali negeri agraris?

============================================================
============================================================
============================================================