unnnnamed
Oleh: Bahagia, SP., MSc. Sedang Menempuh Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB dan Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Negeri ini benar-benar akan mengalami krisis pangan jika kualitas ekologis gagal dilestarikan. Sudah berapa hektar sawah yang terendam banjir. Petani yang merasakan gagal panen akibat hama juga silih berganti. Kota-kota dengan sawah luas gagal panen karena banjir. Petani juga sulit membuat jadwal tanam yang benar.
Berkali-kali dilakukan perubahan agar dapat beradaptasi dengan musim. Hanya saja tebakan tadi tidak sesuai dengan aksi. Kadang tepat dan kadang gagal. Kualitas ekologis lahan pertanian juga turun drastis. Berbarengan dengan hal itu, pemerintah belum bisa menghentikan impor pangan. Selalu dianggap impor sebagai solusi mengatasi kekurangan pangan. Sisi yang lain penduduk Indonesia tidak mungkin makin sedikit.
Kondisi paling parah suatu saat dimana orang tidak mau jadi petani. Anak petani pindah ke kota dan ikut arus urbanisasi. Mereka lebih memilih untuk kuliah pada bidang lain selain pertanian. Akhirnya secara sosial, pertanian gagal mengalami regeneasi dari petani yang berumur tua kepada umur yang produktif. Permasalahan ini tidak lain karena melupakan budaya lama. Nenek moyang kita jaman dahulu sudah membuat cara bagaimana beradaptasi dengan iklim dan pertanian yang mengntungkan.
Hanya saja dianggap perilaku itu perilaku yang kuno. Tetap reknologi modern jadi andalan. Akhirnya secara ekologis hancur dan secara sosial pertanian dihadapkan dengan gagal regenerasi. Selama ini selalu dianggap teknologi moderen dengan pola tanam intensif sebagai solusi untuk mengatasi masalah pangan. Patokannya selalu meningkatkan produksi.
Mau caranya merusak lingkungan tidak lagi dipedulikan. Saat ini pembangunan pertanian di pulau Jawa nyaris menanam dengan pola intensif. Sawah tidak boleh dibiarkan istirahat. Tanamannya juga hanya satu jenis saja dalam petakan lahan. Jika gagal satu jenis itu maka petani juga gagal panen. Jika berhasil maka petani dapat dua keuntungan. Sebaiknya kita kembali lagi pada jaman dahulu dimana metode itu sangat efektif untuk melestarikan ekologis.
Pada masa yang lalu. Petani masih menggunakan cara lama dengan cara menanami satu petakan lahan dengan berbagai jenis tanaman. Misalkan, pada saat bertanam padi pada lahan kering. Benih cabai rawit dan benih cabai merah bersamaan ditanam dengan tanaman tadi. Begitu tanaman padi selesai dipanen. Musim cabai kemudian sudah mulai terutama cabai rawit. Cara ini sangat menguntungkan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Petani dapat keuntungkan secara ekonomi dari cabai rawit dan cabai merah. Petani juga dapat padi yang kemudian dapat digunakan sebagai cadangan sampai musim tanam berikutnya. Syarat dari tumpang sari ini yaitu tanaman yang ditanam tidak sama umurnya. Ada satu jenis tanaman yang umurnya lebih panjang. Misalkan cabai rawit yang dapat berumur satu tahun.
Sebelum padi di ketam sementara cabai sudah dapat dipanen. Cara bertanam seperti ini biasanya dilakukan pada daerah propinsi Riau oleh petani. Kini petani tidak lagi menggunakan cara ini. Mereka telah berubah menjadi petani perkebunan. Satu sisi cara ini sangat menguntungkan. Cabai dapat terpenuhi dan kebutuhan pangan dapat diatasi.
Secara ekologis cara demikian dapat menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit cabai berbeda dengan padi. Saat cabai rawit sudah tumbuh maka hama padi sudah mulai menghilang. Meskipun pada tanaman tertentu terdapat hama yang sama. Setidaknya dapat mengurangi. Kedua, penggunaan pupuk dapat diminimalkan. Pupuk yang digunakan untuk padi sekaligus digunakan untuk cabai rawait.
Sisa jerami secara sekaligus dibiarkan terdampar sehingga menjadi mulsa pada cabai. Mengurangi panas dan menjadi humus dalam jangka panjang. Jadi akhirnya tanah tetap subur dan mengandung humus. Ekosistem tanah jadi terjaga dengan baik. Cacing dan rayap sebagai pengurai datang dan hidup dengan baik dalam tanah. Saat tanaman cabai sudah selesai masih bisa ditanam lagi padi pada lahan yang sama.
Konservasi tanah sudah dilakukan karena banyaknya mulsa berupa jerami padi yang telah lapuk. Tanah seperti ini juga tidak mudah banjir. Air hujan mudah terserap kedalam tanah karena tanahnya jadi porus dan tidak padat. Budaya kedua yang sudah ditinggalkan yaitu menanam padi bersama dengan ikan disawah. Ikan berguna untuk memakan berbagai jenis hama. Saat padi sudah dipanen secara bersamaan juga panen ikan.
Dapat dua keuntungan secara sekaligus. Saat ini budidaya padi dengan mina padi rawan untuk dilakukan. Kondisi lingkungan sudah sangat toksik (beracun). Terutama air irigasi yang digunakan. Air irigasi biasanya dari air sungai. Sementara air sungai itu sudah sangat tercemar. Limbah pabrik, limbah pertanian, tinja manusia menjadi satu. Kualitas dari daging ikan disawah dan di kolom juga sangat terancam.
Air sudah mengandung sisa pupuk dan pestisida yang hanyut dari lahan pertanian. Pertanian saat ini sebaiknya tidak mengikuti teknologi moderen saja. Melupakan teknologi masa lalu yang bertujuan untuk menjaga ekologis. Semua demi pembangunan pertanian berelanjutan. Teknologi moderen saat ini tidak terbukti dapat mengangkat derajat negeri ini jika teknologi yang diciptakan ilmuwan sangat destruktif terhadap alam.
Setelah penanaman poikultur berganti menjadi mono kultur maka ekologis mulai rusak. Bencana alam seiring dengan pergantian itu. Semua karena pertanian selalu mengejar produks. Sedangkan produksi mengejar kepentingan ekonomi. Padahal ekologis mempunyai kemampuan terbatas untuk mendukung aktivitas manusia.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN
============================================================
============================================================
============================================================