BERMAIN di depan publik sendiri di Stamford Bridge, Chelsea dipermalukan oleh tamunya Liverpool dengan skor 1-3. Kekalahan tersebut memperpanjang performa buruk The Blues musim ini, karena baru sekali menang dalam delapan laga terakhir di semua kompetisi.
Oleh : ADILLA PRASETYO WIBOWO
[email protected]
Sementara itu dari kubu Liverpool, hasil positif ini membuat level perÂmainan The Reds semaÂkin meningkat. Kemenangan ini adalah yang kedua secara berturut-turut di bawah asuhan Juergen Klopp dan kemenanÂgan pertama di Liga Primer Inggris. Sebelumnya mereka berhasil mengalahkan BourÂnemouth di ajang Piala Liga.
Meski kalah, Chelsea seÂbenarnya unggul terlebih daÂhulu melalui gol cepat Ramires pada menit empat. Namun menjelang turun minum Philippe Coutinho mampu meÂnyamakan kedudukan menjadi 1-1. Lalu pada babak kedua LivÂerpool berhasil membalikan keadaan berkat gol kedua Coutinho dan ditutup dengan gol dari Christian Benteke.
Jose Mourinho memilih untuk mencadangkan dua geÂlandang yang menjadi andaÂlan musim lalu, Cesc Fabregas dan Nemanja Matic. Sebagai gantinya ia memainkan duet Ramires dan John Obi Mikel seÂbagai poros ganda.
Jika melihat permainan di lapangan, manajer asal PortuÂgal tersebut sepertinya ingin lebih dominan menguasai lini tengah dengan pemain yang kuat dalam bertahan namun dapat bergerak cepat. FungÂsinya adalah melakukan seranÂgan balik cepat, segera setelah memenangkan duel di tengah.
Namun memainkan Mikel punya beberapa kekurangan, ia tak terlalu lihai membangun serangan dibandingkan FabreÂgas atau Matic. Akibatnya prosÂes serangan Chelsea menjadi terhambat, padahal seharusÂnya mereka punya keuntungan karena garis pertahanan LivÂerpool cenderung tinggi. Hal ini membuat Chelsea menjadi lebih banyak mengandalkan serangan lewat kecepatan WilÂlian di kanan. Walhasil, pertahÂanan Liverpool menjadi muÂdah untuk mengantisipasinya karena Diego Costa dan Eden Hazard di tengah, minim supÂlai bola karena selalu terkawal.
Pada saat ada Fabregas peran ini selalu diembannya, yaitu siaga di sekitar area sepertiga akhir agar memberi kesempatan pemain lain menÂcari ruang di kotak penalti. Tetapi skema yang dijalankan oleh Mourinho tersebut tidak sepenuhnya salah jika meliÂhat taktik yang diperagakan oleh lawan. Klopp sepertinya juga ingin melakukan hal yang sama, yakni memenangi duel di tengah. Salah satu buktiÂnya adalah lebih memilih RoÂberto Firmino di lini depan ketimbang Benteke.
Area bermain Firmino meÂmang lebih banyak dilakukan di lini kedua, membuktikan bahwa ia tidak menjadi striker murni pada pertandingan kali ini. Firmino justru lebih banÂyak membuka ruang bagi LalÂlana atau Coutinho ketimbang mengeksekusi peluang. PeÂmain asal Brasil tersebut seÂlalu bergerak agar John Terry maupun Gary Cahill mengiÂkuti dirinya dan membuat dua rekannya tersebut menjadi beÂbas tak terkawal.
Chelsea diuntungkan denÂgan gol cepat Ramires. Berkat gol tersebut Chelsea dapat fokus bertahan di hampir sepanjang babak pertama. KedÂua poros ganda, Ramires dan Mikel, menjadi tidak perlu maju terlalu ke depan dan bisa fokus di area pertahanan. Meski sepÂerti yang sudah disebutkan di atas, serangan Chelsea menjadi monoton di sisi Willian.
Hal yang sama juga dilakuÂkan oleh Liverpool dengan lebÂih banyak menyerang melalui sisi kanan yang diisi oleh James Millner. Kesulitan menembus dari tengah bisa jadi menjadi salah satu alasan kenapa LivÂerpool bermain demikian. Kekurangannya adalah LivÂerpool menjadi lebih banyak melakukan umpan silang ke kotak penalti ketimbang umpÂan-umpan pendek.
Masalahnya adalah di koÂtak penalti tidak ada striker murni sehingga umpan-umpÂan silang yang dilakukan baik oleh Millner maupun NathanÂiel Clyne menjadi banyak terÂbuang. Taktik Liverpool yang selalu menekan lini pertahÂanan Chelsea menjadi keunÂtungan meski hasilnya banyak kegagalan. Penampilan buruk barisan pertahanan The Blues membuat mereka melakukan kesalahan-kesalahan individu.
Setiap Millner atau Clyne sedang menguasai bola di sisi kanan selalu ada tiga pemain depan Liverpool berada di kotak penalti. Meski tidak ada targetman namun bek-bek Chelsea selalu kesulitan baik mengawal mereka maupun mengamankan bola. Terbukti dari tiga gol yang dihasilkan semuanya selalu bermula dari sisi kanan.
Buruknya pertahanan Chelsea semakin terlihat di babak kedua. Gol penyama kedudukan dari Coutinho menjelang turun minum memÂbuat tuan rumah terpaksa mengambil inisiatif serangan. Hazard yang tidak terlihat penampilannya pada babak pertama diganti oleh gelanÂdang serang muda Kenedy.
Dalam 59 menit bermain, Hazard tak menciptakan sekaÂlipun tendangan, tak ada umÂpan kunci, umpan silang, dan hanya sekali melewati lawan. Ia gagal menemukan ruang agar rekan-rekan yang lainnya bisa memberikan operan padanya. Alhasil ia hanya 25 kali menerÂima bola dalam 59 menit.
Namun ketika bola berada di kakinya, ia tak mampu menÂjadi kreator serangan. Yang ia lakukan hanya memberikan operan-operan pendek pada gelandang-gelandang lain yang lebih bisa mengalirkan bola ke lini depan. Tidak ada tusukan ke kotak penalti seperti yang biasa ia lakukan pada musim lalu.
Selain gol yang diciptakan Ramires, Chelsea praktis cuÂkup kesulitan lagi untuk menÂciptakan peluang. Indikasi ini terlihat ketika selama Hazard bermain, Chelsea hanya mamÂpu melepaskan satu tembakan, yang menjadi gol tersebut. Berbeda ketika Hazard ditarik keluar, di mana Mou kemudian memasukkan Fabregas dan RaÂdamel Falcao setelah Kennedy. Dalam tempo 30 menit, enam peluang berhasil diciptakan walau tak ada satupun yang berhasil menjadi gol.
Fabregas yang masuk menggantikan Obi Mikel memÂbuat gelandang bertahan ChelÂsea menjadi rentan. Hal ini karena mereka menjadi aktif menyerang. Situasi inilah yang membuat Millner bisa leluasa bermain di tengah tidak lagi terpaksa melebar. Meski tak lama kemudian ia akhirnya diÂgantikan oleh Benteke.