Untitled-15WATAK Wirang masyarakat yang serba bertentangan dengan prinsip-prinsip kehidupan maju, memang merupakan tantangan kolektif kita un­tuk bangkit dan mewujudkan kejayaan baru bagi Pakuan – Pajajaran, Bogor.

Bang Sem Haesy

TANTANGAN lain yang dihadapi adalah kemauan dan kemam­puan untuk bertindak adil. Terutama, ketika rakyat merasa ada situasi yang: Ayak-ayak beas, nu badag moncor nu lembut nyangsang. Yaitu, ketidak-adilan yang menyeruak di selu­ruh lini kehidupan masyara­kat. Khasnya dalam mener­apkan hukum.

Dalam konteks inilah, prinsip adil paramarta harus melekat pada setiap insan sebagai pemimpin, mendapat­kan porsinya secara proporsional. Hal ini relevan dengan krite­rium pemimpin yang harus memenuhi standar kepemimpinan: Amanah (terpercaya dan konsisten menjalankan amanah itu), shiddiq (bersikap benar, berani menegakkan kebena­ran, dan mampu menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah), fathonah (cerdas dan bukan culas, cendekia dan selalu mampu memberikan solusi), tabligh (komunikatif dalam menyampaikan gagasan pemikiran, sikap dan tindakan, sekaligus bersikap handap asor dalam menerima gagasan atau aspirasi).

BACA JUGA :  7 Manfaat Seledri Untuk Kesehatan, yang Terakhir Dicari-cari

Dalam konteks ini, dimensi kepemimpinan Sun­da untuk menggapai kembali kejayaan Bogor, secara metaforis bisa diandaikan, sebagai pemandu arah yang bertanggungjawab selayaknya seorang bapak, dengan tata kelola – manajemen kepemimpinan – se­laiknya ibu (mudu ngaraksa sakumaha bapak, bari ngaraksa kuhama ema).

Mengelola (to govern) pemerintahan, permban­gunan, dan pemberdayaan masyarakat, laiknya ibu mengurus rumah tangga (Mudu ngurus kumaha ind­ung). Artinya, pemimpin mesti menciptakan kondisi yang kondusif dan favourable, dan bukan sebaliknya (Mudu minangka kawah kanyaah, ulah minangka kawah kacaah, anu bedah di saban marah).

Dalam seluruh konteks kepemimpinan, ini­lah yang disebut sebagai kepemimpinan berbasis perilaku, sehingga apa yang dilaksanakan sungguh mencerminkan satunya kata dengan perbuatan. Den­gan karakter kepemimpinan demikian, seluruh ele­men masyarakat bergerak untuk menghadirkan dirin­ya sebagai Sinatria Pilih Tanding, yang pakena gawe rahayu, pakeun nanjeur di juritan (bekerja kreatif dan inovatif membangun kebajikan untuk berjaya).

BACA JUGA :  Bingung Mau Healing Saat Libur Lebaran? Ini Rekomendasi Cafe di Bogor yang Cozy dan Bernuansa Alam Dijamin Suka

Dalam konteks itu pemerintahan, pembangu­nan, dan pemberdayaan masyarakat semestinya diselenggarakan melalui strategi kebudayaan yang jelas. Yaitu, strategi pencapaian kinerja pemban­gunan berbasis nilai, antara lain etika. Mulai dari etika politik, etika bisnis, etika sosial, dan etika yang mengikat seluruh praktik profesionalitas.

Kesemuanya, kelak akan bermuara pada terwu­judnya masyarakat yang beradab. Masyarakat yang matang dan mampu memanifestasikan kesadaran religiusnya sebagai basis dalam mengangkat harkat dan derajat masyarakat secara manusiawi. Teruta­ma, karena dimensi kemanusiaan merupakan per­ekat dalam melihat realitas hidup yang plural dan beragam.

Religiusitas insaniah yang menyatukan itulah yang menjadi landasan pijak dalam melayani rakyat, membangun suasana hidup musyawarah dan mufak­at. Akhirnya mewujudkan tata kehidupan yang adil dalam kesejahteraan, dan sejahtera dalam keadilan.

============================================================
============================================================
============================================================