WATAK Wirang masyarakat yang serba bertentangan dengan prinsip-prinsip kehidupan maju, memang merupakan tantangan kolektif kita unÂtuk bangkit dan mewujudkan kejayaan baru bagi Pakuan – Pajajaran, Bogor.
Bang Sem Haesy
TANTANGAN lain yang dihadapi adalah kemauan dan kemamÂpuan untuk bertindak adil. Terutama, ketika rakyat merasa ada situasi yang: Ayak-ayak beas, nu badag moncor nu lembut nyangsang. Yaitu, ketidak-adilan yang menyeruak di seluÂruh lini kehidupan masyaraÂkat. Khasnya dalam menerÂapkan hukum.
Dalam konteks inilah, prinsip adil paramarta harus melekat pada setiap insan sebagai pemimpin, mendapatÂkan porsinya secara proporsional. Hal ini relevan dengan kriteÂrium pemimpin yang harus memenuhi standar kepemimpinan: Amanah (terpercaya dan konsisten menjalankan amanah itu), shiddiq (bersikap benar, berani menegakkan kebenaÂran, dan mampu menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah), fathonah (cerdas dan bukan culas, cendekia dan selalu mampu memberikan solusi), tabligh (komunikatif dalam menyampaikan gagasan pemikiran, sikap dan tindakan, sekaligus bersikap handap asor dalam menerima gagasan atau aspirasi).
Dalam konteks ini, dimensi kepemimpinan SunÂda untuk menggapai kembali kejayaan Bogor, secara metaforis bisa diandaikan, sebagai pemandu arah yang bertanggungjawab selayaknya seorang bapak, dengan tata kelola – manajemen kepemimpinan – seÂlaiknya ibu (mudu ngaraksa sakumaha bapak, bari ngaraksa kuhama ema).
Mengelola (to govern) pemerintahan, permbanÂgunan, dan pemberdayaan masyarakat, laiknya ibu mengurus rumah tangga (Mudu ngurus kumaha indÂung). Artinya, pemimpin mesti menciptakan kondisi yang kondusif dan favourable, dan bukan sebaliknya (Mudu minangka kawah kanyaah, ulah minangka kawah kacaah, anu bedah di saban marah).
Dalam seluruh konteks kepemimpinan, iniÂlah yang disebut sebagai kepemimpinan berbasis perilaku, sehingga apa yang dilaksanakan sungguh mencerminkan satunya kata dengan perbuatan. DenÂgan karakter kepemimpinan demikian, seluruh eleÂmen masyarakat bergerak untuk menghadirkan dirinÂya sebagai Sinatria Pilih Tanding, yang pakena gawe rahayu, pakeun nanjeur di juritan (bekerja kreatif dan inovatif membangun kebajikan untuk berjaya).
Dalam konteks itu pemerintahan, pembanguÂnan, dan pemberdayaan masyarakat semestinya diselenggarakan melalui strategi kebudayaan yang jelas. Yaitu, strategi pencapaian kinerja pembanÂgunan berbasis nilai, antara lain etika. Mulai dari etika politik, etika bisnis, etika sosial, dan etika yang mengikat seluruh praktik profesionalitas.
Kesemuanya, kelak akan bermuara pada terwuÂjudnya masyarakat yang beradab. Masyarakat yang matang dan mampu memanifestasikan kesadaran religiusnya sebagai basis dalam mengangkat harkat dan derajat masyarakat secara manusiawi. TerutaÂma, karena dimensi kemanusiaan merupakan perÂekat dalam melihat realitas hidup yang plural dan beragam.
Religiusitas insaniah yang menyatukan itulah yang menjadi landasan pijak dalam melayani rakyat, membangun suasana hidup musyawarah dan mufakÂat. Akhirnya mewujudkan tata kehidupan yang adil dalam kesejahteraan, dan sejahtera dalam keadilan.