ERA globalisasi memungkinkan pertukaran barang atau jasa antar negara. Makanan memiliki potensi berpartisipasi dalam perdagangan internasional. Saat ini dirasakan makanan asing telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Oleh: M. IRFAN FEBRIANSYAH
Mahasiswa Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor
Makanan asing yang menyebar selalu diidentikkan dengan makanan yang berÂgengsi. Jika tren makanan asing semakin meningkat tentunya akan mengancam eksistensi panÂgan lokal Indonesia. Pangan loÂkal tidak hanyak memiliki fungsi secara harfiah untuk mencukupi kebutuhan energi dan sensori tetapi juga memiliki peran sebagai kultur budaya dan kearifan lokal masing-masing daerah. Lebih lanÂjut, dampak tren makanan asing akan mengikis nilai-nilai budaya pangan Indonesia yang mengakiÂbatkan masyarakat lebih mengeÂnal makanan asing tetapi tidak mengenal pangan lokal.
Indonesia memiliki beragam jenis sumber dan produk panÂgan lokal yang tersebar diseluÂruh nusantara, seperti singkong, labu, jangung dan lain-lain serta produk-produk olahannya. NaÂmun tidak dapat dipungkiri, produk pangan lokal tersebut umÂumnya diproduksi secara tradioÂnal yang tidak memperhatikan hiÂgienitas sehingga tentunya sangat sulit bersaing dengan makanan asing diolah dan dikemas dengan lebih “modern†serta lebih praktis dan konsumsi. Perubahan preferÂensi kesukaan makanan dikalanÂgan masyarakat juga disebabkan oleh perubahan gaya hidup, sosial budaya, perkembangan ekonomi dalam kehidupan masyarakat, serta promosi yang gencar dari kaÂlangan pengusaha makanan asing.
Peningkatan kegemaran terÂhadap makanan asing memang tidak sepenuhnya berdampak negatif. Beragam makanan asing yang mulai “menjamur†akhir-akhir ini juga berdampak kepada peningkatan ekonomi masyarakat Indonesia.
Namun, sampai saat ini bahan baku pangan tersebut, seperti gandum masih impor dari negara lain. Ketergantungan impor sanÂgat berbahaya dalam ketahanan pangan Indonesia karena impor bahan baku dari negara lain beÂrarti kebutuhan pangan di IndoÂnesia ditentukan oleh kebijakan dari negara lain. Masalah impor tidak hanya berkaitan dengan makanan asing, sumber karbohiÂdrat utama masyarakat Indonesia yaituberas hingga saat ini masih diperlukan impor dari negara tetÂangga untuk mencukupi kebutuÂhan beras nasional.
Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan ketentuan zat gizi yang cukup berimbang, sesÂuai dengan kebutuhan bagi pemÂbentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. SebÂagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik IndoneÂsia Nomor 18 tahun 2012 yang meÂnyatakan bahwa: “Ketahanan PanÂgan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai denÂgan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukÂup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak berÂtentangan dengan agama, keyakiÂnan, dan budaya masyarakat, unÂtuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutanâ€. Dalam sistem konsumsi terdapat aspek penting yaitu diversifikasi. Diversifikasi pangan dimaksudÂkan untuk memperoleh keragaÂman zat gizisekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertenÂtu. Sumber pangan lokal tentunya sangat potensial dalam program diversifikasi pangan ini.
Teknologi Ekstrusi
Keberagaman sumber pangan lokal tentunya memiliki karakterÂistik yang beragam pula sehingga akan berdampak pada karakterisÂtik pangan olahannya. Diversifikasi pangan tidak akan berhasil dengan hanya mengganti apa yang biasa dikonsumsi begitu saja. Produk akhir pangan harus diperhatikan karena penerimaan oleh masyaraÂkat sangat ditentukan oleh karaÂkteristik sensori produk pangan tersebut. Teknologi proses penÂgolahan pangan sangat berperan dalam hal ini. Subtitusi parsial terhadap bahan pangan impor meÂmang menjadi salah satu solusi unÂtuk mengurangi impor, tetapi subÂtitusi parsial tidak selamanya dapat dilakukan karena semakin hari keÂberagaman kebutuhan konsumsi masyarakat akan terus bertambah. Salah satu proses yang sering diguÂnakan, terutama dalam makanan ringan, adalah proses ekstrusi.
Proses ekstrusi merupakan suatu proses yang mengombinaÂsikan beberapa proses merliputi pencampuran, pemasakan, penÂgadonan, penghancuran, pencetakan, dan pembentukan. Saat ini, penggunaan proses ekstrusi sudah sangat banyak dikalangan industri makanan ringan. PengÂgunaaan proses ekstrusi bersiÂfat efisien dan menguntungkan dalam penganekaragaman produk makanan terutama dalam bentuk, tekstur, warna dan rasa.
Produk olahan hasil ekstrusi umumnya adalah produk-produk makanan yang miliki kandungan karbohidrat yang tinggi, seperti tortila, krips, potato chip dan pasÂta. Namun, pengaplikasian proses ekstrusi tidak hanya terbatas pada makanan ringan saja. Dewasa ini, pengembangan aplikasi dari proses ekstrusi telah sampai pada pengembangan beras analog.DenÂgan adanya beras analog, sumber pangan lokal seperti singkong, ubi jalar dan jagung yang notabene kurang memiliki nilai jual dipasaÂran akan dapat dimanfaatkan dan menjadi nilai tambah dari produk-produk tersebut.
Teknologi Pengeringan dan Pengemasan
Diversifikasi pangan melalui aplikasi teknologi pengolahan juga sangat potensial dalam pengemÂbangan pangan-pangan lokal. NaÂmun seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pangan lokal yang memiliki nilai budaya tinggi sangat sulit untuk digantikan atau bahan baku pangan tersebut melimpah sehingga tidak perlu diganti tetaÂpi disisi lain minat masyarakat, terutama remaja, semakin menuÂrun. Pangan lokal sering kali diniÂlai “kuno†dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Sekali lagi, permasalahan utama dari pangan lokal bukan pada cita rasatetapi terdapat pada penampilan dan kepraktisan dalam konsumsi panÂgan tersebut. Penerapan aplikasi teknologi pengeringan dan pengeÂmasan dapat membantu dalam pangan lokal yang bahan bakunya tidak bisa atau tidak perlu diganti.
Teknologi pengeringan meÂmang bukan merupakan teknologi yang baru. Teknologi pengeringan secara tradisional sangat dikenal masyarakat, seperti pengasapan dan pengeringan dibawah sinar matahari. Meskipun demikian, teknologi pengeringan sangat apÂlikatif untuk produk pangan lokal Indonesia.
Proses pengeringan saat ini telah banyak diaplikasikan untuk pengembangan produk-produk pangan instan. Teknologi penÂgeringan modern telah banyak dikembangkan sesuai jenis dan karakter banyak pangan yang akan dikeringkan, seperti vakum frying, freeze drying dan spay drying. Dengan adanya variasi instrumen pengeringan tentunya bukan hal yang mustahil untuk mengembangkan produk pangan lokal menjadi produk instan yang akan lebih memiliki kesan yang lebih modern. Teknologi pengeÂmasan tidak kalah penting dalam perbaikan penampilan produk pangan lokal. Tidak seperti pribaÂhasa “jangan menilai buku dari kovernyaâ€, faktanya manusia meÂlihat sesuatu dari penampilannya terlebih dahulu sehingga memÂpebaiki kemasan produk pangan akan menjadi pertimbangan konÂsumen dalam pemilihan produk pangan lokal, serta dapat bersaing dengan produk pangan asing.
Muhammad Irfan Febriansyah.
Lahir di Palembang, 4 Februari 1992.
Penulis adalah alumni Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya.
Saat ini penulis sedang menempuh studi S2 di Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.