BOGOR TODAYÂ – Lawatan BOÂGOR TODAY ke kantor Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, di Jalan Tajur, Kota Bogor, pekan lalu itu sedikit membuat geli. Sistem pemantau macet yang menÂjadi sarana menuju Kota Pintar itu ternyata tak canggih alias kurang modern. Ada apa gerÂangan?
“Oh, itu. Iya nih Kang, kesamber petir kemarin. Udah seminggu tak diperbaiki, he he he…†celetuk Kabid PengendaÂlian dan Ketertiban pada DLLAJ Kota bogor, Priharno, meringis.
Siang itu, sejumlah DLLAJ Kota Bogor mandi kerinÂgat. Anggota tim yang biasanya leha-leha saat jam istirahat siang terpaksa harus mondar-mandir ngecek jalanan. “Biasanya tim Cuma monitor lalu teriak lewat speaker. Tapi, monitor macet begini, anggota terpaksa turun (mobile) setiap saat,†celetuk Pri.
Kondisi ini berbandÂing terbalik dengan kampanye Bogor Kota pintar. Perabotan Bogor Green Room (BGR) yang ditaruh di halaman Balaikota Bogor ternyata tak semodern yang diplotting di kantor dinas.
Di sisi lain, Menteri Telekomunikasi dan InformaÂtika (Menkominfo) Rudiantara tak segan-segan sesumbar, daeÂrah yang sudah mengembangÂkan konsep smart city di IndoÂnesia terus bertambah dan saat ini sudah mencapai 20 kota. “Beberapa daerah yang tenÂgah mengembangkan konsep smart city tersebut antara lain Bandung, Bogor, Banyuwangi, Yogyakarta, Surabaya, MakasÂsar, Aceh, Balikpapan dan lainÂnya,†katanya saat Membuka Workshop Smart Community For Smart City di BGR, SeÂlasa (16/6/2015) pagi. Menurut Rudiantara, pengemÂbangan kota pintar tersebut masing-masing daerah berbeda tergantung apa yang ingin diuÂsung oleh pemimpin daerahnÂya. Sejauh ini konsep smart city lebih banyak dilakukan oleh pemerintah kota dibandingÂkan kabupaten, sebab cakupan kota lebih kecil dan efisien. “Aplikasinya juga terÂgantung pada fokus utama yang ingin diangkat kepala daerah. Memang harus isu dan aplikasi yang diangkatnya berbeda, terÂgantung kepala pemerintahanÂnya isu utama di Kota Bogor macet, maka dibuat BGR,†timÂpalnya.
Rudiantara menamÂbahkan, hal-hal lain bisa diangÂkat juga seperti masalah ruÂmah sakit, karena dokter lebih sedikit daripada pasiennya. “Jangan sampai yang sakit tamÂbah sakit, karena mengantri. Konsep smart city ini ada yang di drive oleh pemerintah daerÂah tapi harus didukung dengan pendanaan dan sebagainya. Apalagi dibantu dengan APBD oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor,†bebernya.
Sementara itu Pemkot Bogor bercita-cita ingin menÂjadikan Bogor sebagai green city dan green transportation. “PerÂangkat yang ada di BGR inilah yang akan membawa kesana,†ujar Walikota Bogor, Bima Arya. Menurut Bima Arya, tidak ada artinya jika perangkat canggih dibangun kalau tidak ada koneksinya dengan kebijaÂkan dan perubahan. Untuk itu Pemerintah Kota Bogor, akan terus menyempurnakan perÂangkat yang ada di BGR.
“Saat ini BGR tenÂgah dikembangkan antara lain dengan disaster manageÂment yang akan menampilkan ketinggian air di Bendungan Katulampa, indentitas pohon-pohon dan smart energy unÂtuk mendeteksi PJU yang mati, serta Smart Tourism, Smart School,dan Smart Health,†kata Bima.
Bima Arya menamÂbahkan, BGR memang diharaÂpkan bisa membantu Pemkot Bogor dalam mengurai persoaÂlan yang menaun dan kronis di Bogor seperti antara lain kemacetan. Hal itu dilakukan dengan pemasangan beberapa perangkat seperti Vehicle trackÂing via GPS, layanan pemanÂtauan lalu-lintas melalui CCTV, pengintegrasian sistem dengan semua dinas dan pengaduan masyarakat,serta pembanguÂnan sistem sosial media twiter yang wajib dimiliki setiap SKPD. “Teknologi untuk efisiensi, transparansi, dan untuk menÂdorong partisipasi dari publik,†tutup Bima.
(Rizky Dewantara|Yuska)