150922141016_rokok_kretek_640x360_gettyJAKARTA, TODAY — Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menolak pasal kretek dimasuk­kan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kebudayaan. Mereka mengganggap Badan Legislasi (Baleg) DPR telah me­nyelundupkan pasal dan telah melakukan pembodohan.

“Usaha menyelundupkan pasal rokok kretek sebagai warisan kebudayaan yang harus dilindungi dalam RUU Kebudayaan yang sudah di­setujui Baleg DPR adalah nyata-nyata pem­bodohan terha­dap masyarakat, karena hanya akan membiarkan gen­erasi muda bangsa sebagai sasaran uta­ma pasar industri rokok,” tegas Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri PP Mu­hammadiyah Sudibyo Markus dalam ket­erangan tertulis, Minggu (27/9/2015).

Dalam pasal 37 di RUU Kebudayaan, kretek tradisional disebut sebagai sejarah dan warisan budaya yang membutuhkan penghargaan, pengakuan, dan/atau perlind­ungan. Penjelasan lebih lengkapnya dijabar­kan pasal 49.

Menurut Sudibyo, penyebutan kretek harus dimaknai sebagai satu kesatuan antara tembakau sebagai bahan baku pokok rokok kretek, dan cengkeh sebagai bahan tamba­han. Sehingga penyebutan kretek tak bisa dipisahkan dari tembakau sebagai bahan pokoknya.

Sementara penyebutan cengkeh saja sebagai campuran rokok kretek tanpa me­nyebut tembakau sebagai bahan utamanya, sama sekali tidak memberikan makna dan bobot sebagai warisan kebudayaan. “Walau­pun cengkeh secara historis dikenal sebagai salah satu rempah-rempah andalan Nusan­tara yang menarik para penjajah datang un­tuk mengeksploitasi Nusantara,” lanjutnya.

Dalam ilmu pengetahuan, daun tem­bakau memiliki klasifikasi Kingdom: plan­tae (tumbuhan), Subkingdom tracheobiota (tumbuhan berpembuluh), Super divisi: spermatophyte (menghasilkan biji), Divisi: magnoliophyta (tumbuhan berbunga), Ke­las: magnoliopsida (berkeping dua /diko­til), Sub-Kelas: asteridae, Ordo: solanales, Famili: solanaceae (suku terung-terungan), Genus: nicotiana, dan Species: nicotiana tabaccum L. “Sehingga sejak awal nama species nicotiana tabacum jelas dipahami bahwa daun tembakau mengandung nikon yang dikenal sebagai zat adiktif yang bersi­fat merusak mental dan memberikan efek ketergantungan,” papar mantan ketua PP Pemuda Muhammadiyah itu.

BACA JUGA :  Taburi Garam ke Mesen Cuci saat Mencuci Baju, Ini Dia 4 Manfaatnya

Rokok kretek sama sekali tak bisa dise­but sebagai warisan budaya karena dua hal. Pertama, tembakau sebagai bahan baku utama rokok kretek adalah zat adiktif yang sangat berbahaya, sehingga tak layak untuk dilestarikan, karena hanya akan menimbul­kan kerusakan pada generasi muda bangsa.

Kedua, bangsa Indonesia mengenal bah­wa tanaman tembakau yang semula dibudi­dayakan oleh suku-suku bangsa Indian di Amerika dan Amerika Latin, diperkenalkan ke bumi Nusantara oleh penjajah Belanda, untuk selanjutnya dijadikan komoditas ta­nam paksa (kultur stelsel) oleh Gubernur Jenderal van den Bosch (1830). “Bangsa In­donesia kini tidak saja berada dalam darurat nasional narkoba, tapi sekaligus juga dalam darurat nasional ancaman minuman keras dan ancaman bahaya rokok, mengingat produksi rokok nasional sebesar 360 miliar batang untuk 240 juta penduduk,” ujarnya.

Sehingga sangatlah tidak layak dan ti­dak sepantasnya bilamana rokok kretek yang sangat berbahaya karena kandungan zat adiktifnya, dan tembakau sebagai komo­ditas tanam paksa warisan kolonial Hindia Belanda tersebut akan dipaksakan sebagai warisan kebudayaan bangsa. “Tidak seha­rusnya kepentingan petani tembakau diadu dengan kepentingan kesehatan. Menjadi tugas negara dan Pemerintah untuk melak­sanakan harmonisasi antara kepentingan petani tembakau dengan kesehatan,” terang Sudibyo.

BACA JUGA :  Resep Membuat Mango Sago di Rumah Dijamin Anti Gagal

“Harmonisasi itu atas dasar peraturan perundang-undangan dan dasar-dasar yang legal, bukan atas dasar kepentingan tersem­bunyi dunia industri,” tegasnya.

Ketentuan bahwa kretek masuk dalam sejarah dan warisan budaya tercantum dalam pasal 37 RUU Kebudayaan. Di pasal tersebut selain kretek, yang termasuk dalam sejarah dan warisan budaya adalah: bahasa dan aksara daerah; tradisi lisan; kepercay­aan lokal; sejarah, arsip, naskah kuno, dan prasasti; cagar budaya; upacara tradisional; kesenian tradisional; kuliner tradisional; obat-obatan dan pengobatan tradisional; busana tradisional; kretek tradisional; olah­raga tradisional; dan permainan tradisional.

Dalam pasal 37 di RUU Kebudayaan, kretek tradisional disebut sebagai seja­rah dan warisan budaya yang membutuh­kan penghargaan, pengakuan, dan/atau perlindungan. Penjelasan lebih lengkap dijabarkan di pasal 49. Berikut bunyinya:Penghargaan, pengakuan, dan/atau pelind­ungan Sejarah dan Warisan Budaya melalui kretek tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf l diwujudkan dengan:

============================================================
============================================================
============================================================