Jajan_Pasar_in_JakartaNia S. Amira
[email protected]

Bagi kebanyakan masyara­kat Indonesia, terutama suku Jawa, Bali dan Mad­ura memiliki tradisi mem­buat tumpeng saat melaksanakan kenduri, merayakan suatu peris­tiwa penting. Makna yang terkan­dung dalam sebuah nasi tumpeng berhubungan erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pu­lau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng memang berasal dari tradisi kuno masyara­kat Indonesia dan karenanya ben­tuk Tumpeng yang dibuat seperti gunung itu merupakan personifika­si gunung Mahameru di India, tem­pat bersemayam para hyang, atau Dewa Dewi serta para leluhur (ne­nek moyang). Seperti diketahui, adat istiadat masyarakat Jawa ban­yak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Selasa 16 April 2024

Dalam perkembangannya, tumpeng diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam sebagai agama yang masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad ke 13, teru­tama di pulau Jawa. Pada masa itu, tumpeng dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan ke­pada Yang Maha Kuasa.

Dalam tradisi kenduri pada masyarakat Jawa dikenal sebutan Slametan, yaitu di mana tumpeng yang disajikan sebelumnya dido­akan menurut ajaran Islam. Menu­rut tradisi Islam Jawa, Tumpeng merupakan akronim dalam ba­hasa Jawa yaitu : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Leng­kapnya, ada satu unit makanan lagi namanya Buceng, dibuat dari ketan yang merupakan akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh).

============================================================
============================================================
============================================================