Opini-2--Fadjri

Oleh: FADJRI ALIHAR
Peneliti Bidang Ekologi Manusia, Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

Kabut asap tersebut terutama disebab­kan adanya kegiatan pembakaran lahan dan hutan, baik yang dilakukan masyarakat maupun korporasi. Salah satu tujuan pem­bakaran lahan dan hutan terse­but terutama dimaksudkan untuk pembukaan areal perkebunan ke­lapa sawit.

Kegiatan pembakaran lahan dan hutan tersebut berlangsung dari tahun ke tahun tanpa kontrol yang memadai dari pemerintah. Padahal, penanganan bencana kebakaran (hutan) lebih sulit dari­pada penanganan bencana alam lainnya. Sementara manajemen penanganan bencana yang diter­apkan pemerintah selama ini tidak pernah bersentuhan dengan api.

Bencana Nasional

Alhasil, pemerintah pun seakan kehilangan akal mengatasi bencana kabut asap karena areal lahan dan hutan yang terbakar se­makin bertambah luas dan terse­bar pada beberapa daerah. Ben­cana kebakaran lahan dan hutan yang terjadi sekarang merupakan bencana kemanusiaan karena berpotensi mengancam kehidu­pan manusia, juga makhluk hidup lainnya. Hal ini mengingat bencana kebakaran lahan dan hutan tersebut berlangsung masif dan sistematis dengan cakupan wilayah yang sangat luas, meli­puti Sumatera dan Kalimantan. Kabut asap tersebut bahkan telah mencapai negara tetangga, Ma­laysia dan Singapura.

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan, sudah sepan­tasnya pemerintah menetapkan bencana tersebut sebagai ”ben­cana nasional”. Artinya, pemerin­tah pusat harus segera mengambil alih penanggulangannya karena pemerintah daerah setingkat provinsi ternyata tidak mampu menghadapinya. Hal ini terbukti areal lahan dan hutan yang ter­bakar semakin bertambah luas, bahkan beberapa cagar biosfer juga ikut terbakar. Tidak ada lagi ruang yang tersisa karena kabut asap telah mencemari dan menu­tupi permukiman masyarakat.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Merajalelanya berbagai ke­lompok masyarakat melakukan pembakaran lahan dan hutan menunjukkan kurangnya kontrol pemerintah. Padahal, kondisi tersebut merupakan titik awal terjadinya bencana. Pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar lahan dan hutan seolah jadi kebiasaan, yang bisa berdampak terhadap hancurnya sebuah kawasan ekosistem. Ke­hancuran sebuah kawasan eko­sistem berarti petaka bagi umat manusia karena berbagai sumber kehidupan ikut hancur, terutama sumber daya air yang merupak­an kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup.

Penegakan Hukum

Kabut asap yang timbul aki­bat kebakaran lahan dan hutan merupakan ulah manusia yang serakah, baik secara perseoran­gan maupun kelompok. Untuk menghindari terjadinya bencana yang lebih besar, kiranya pemer­intah perlu memasukkan para pihak yang membakar lahan dan hutan sebagai pelaku ”kejahatan luar biasa”.

Selain telah mengakibatkan ratusan ribu warga menderita ber­bagai penyakit, terutama penyakit ISPA, kabut asap tersebut juga mengancam keselamatan pener­bangan. Sudah sepantasnya mer­eka yang terlibat dijatuhi huku­man berat. Seharusnya kebakaran lahan dan hutan yang terjadi, baik di Sumatera maupun Kalimantan, dapat dicegah jika pemerintah menerapkan secara konsekuen UU No 32/2009 tentang Lingkun­gan Hidup. Dalam UU tersebut dijelaskan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dapat me­midanakan dan menuntut ganti rugi para pembakar lahan dan hutan, baik secara perseorangan maupun kelompok.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Tanpa penegakan hukum yang tegas, kiranya kawasan hutan di beberapa wilayah di Indonesia terancam punah berikut cagar biosfernya. Dengan demikian, tak ada artinya uang dalam jumlah ratusan miliar yang dikeluarkan untuk mengatasi bencana keba­karan lahan dan hutan, semen­tara para pelakunya tidak pernah disentuh hukum. Hingga saat ini pihak kepolisian telah menetap­kan sebanyak 60 orang sebagai tersangka pembakaran lahan dan hutan. Namun, hingga sejauh ini tidak diketahui berapa orang yang telah diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman.

Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi sepanjang tahun di Indonesia, khususnya di Suma­tera dan Kalimantan, bagaikan sebuah drama yang tidak pernah berakhir. Babak demi babak ke­bakaran lahan dan hutan bagai­kan sebuah misteri seolah terjadi sendiri tanpa ada penyebabnya. Terlepas dari berbagai polemik yang timbul, kiranya pemerin­tah dituntut segera mencarikan solusi yang tepat untuk mengh­entikan kebakaran lahan dan hu­tan sebelum semuanya berubah menjadi arang dan abu. (*)

============================================================
============================================================
============================================================