krb270909resizeDARI masa lalu Pakuan sebagai ibukota Pa­jajaran, kita dapat belajar banyak tentang bagaimana membuka hati, fikiran, dan kesa­daran untuk bersatu mewujudkan keadilan yang menyejahterakan – mengangkat harkat dan jati diri kita sebagai bangsa yang tahu diri.

Oleh : Bang Sem Haesy

BANYAK kisah-kisah masa lam­pau yang mestinya mengge­dor kita untuk kembali men­jadikan Bogor (khususnya) berjaya. Dari Sri Baduga Maharaja yang berjaya di abad ke 15 dan 16, kita bisa belajar ban­yak tentang heroisme dan patriotisme dalam kearifan untuk men­empatkan kesejahteraan rakyat sebagai pangkal komitmen perjuangan.

Sri Baduga Prabu Sili­wangi, terkenal dengan sesanti kepemimpinan yang multidimensi dan tak dibatasi oleh ruang waktu. Ciri kepemimpinan yang ditan­dai oleh: Pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buwana, pakeun nanjeur di juritan. Menegak­kan kebajikan, agar lama berjaya di du­nia, agar selalu mendapat kemenangan dalam menghadapi peperangan (baik fisik maupun dalam menghadapi fakta-fakta brutal perjalanan bangsa).

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Sabtu 20 April 2024

Beberapa masa kemudian, spirit itu tertampak pada kemampuan Pra­bu Surawisesa yang visioner. Sukses yang dilakukan Prabu Surawisesa di­lanjutkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abdul Fattah dari Banten, mengembangkan Karangantu sebagai basis perdagangan interinsuler dan Ciwandan sebagai pelabuhan untuk jalur perdagangan internasional, mengimbangi kompeni (penjajah Be­landa) di perairan Nusantara.

Kala itu, wilayah yang dikenda­likan langsung dari Pakuan, meliputi seluruh kawasan dari Selat Sunda sampai Galuh, dengan beberapa ba­sis. Termasuk yang langsung dalam wilayah Pakuan (Banten, Purwakarta, Sukabumi dan Cianjur). Pada masa perang gerilya, sesanti Prabu Sili­wangi, dimanifestasikan sebagai cara utama oleh Haji Prawatasari dari Jam­pang – Sukabumi Selatan yang sohor dengan sebutan Raden Alit, melaku­kan strategi perang gerilya.

Strategi itu, kemudian dipraktikan dalam strategi mempertahankan ke­merdekaan Republik Indonesia oleh Tentara Republik Indonesia pimpi­nan Jenderal Sudirman. Terutama, karena apa yang dilakukan Raden Alit berhasil menjadikan tatar Sunda bagian Selatan menjadi defence belt yang kuat.

BACA JUGA :  384 Piala Penghargaan Kota Bogor Dipajang di Galeri dan Perpustakaan

Dengan cara seperti itu pula, kepemimpinan Mama’ Bakrie di Sem­pur – Purwakarta mendidik para mu­ridnya yang kemudian menjadi kyai besar, pejuan-pejuang penggerak ke­merdekaan sejati.

Seluruh dimensi perjuangan sejak era Prabu Siliwangi sampai dekade 40-an bertopang pada prinsip dasar: rempug jukung sauyunan pahue­yeuk-heuyeuk leungeun, ngawangun bali geusan ngajadi ku tekad anu satuhu. Bersatu padu mewujudkan masyarakat adil makmur, aman ten­teram berlandaskan iman dan Taqwa.

Kini, setelah 70 tahun Indone­sia merdeka, kita harus terus ber­satu ngawangun Bogor nu macakal, rancage, tur parigeul. Membangun Bogor yang mandiri, kreatif, dan ber­prestasi, sebagai bagian dari upaya membangun Jawa Barat dan Indone­sia yang berdaya saing dan unggulan dalam peradaban. Pondasinya adalah memahami pembangunan sebagai gerakan budaya yang menghidupkan jati diri dan sebagai akar pergerakan ke masa depan.

============================================================
============================================================
============================================================