BOGOR, TODAY — Pedagang pasar tradisionÂal melalui Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengeluhkan turunnya omzet penÂjualan pada Ramadhan tahun ini. Hal tersebut dikicaukan melalui akun twitter SavePasarÂTradisional @DPP_IKAPPI, Minggu (5/7/2015).
Penelitian dari Litbang IKAPPI menyebutÂkan, sejak awal hingga pertengahan RamadÂhan, di Jabodetabek terjadi penurunan omzet cukup signifikan dari tahun sebelumnya. “Di Jabodetabek, sejak awal hingga pertengahan Ramadhan terjadi penurunan omzet 20-40% di pasar tradisional dibanding Ramadhan taÂhun lalu,†tulisnya.
Penurunan omzet pedagang pasar dipicu oleh 5 faktor. Pertama, terjadinya penurunan daya beli masyarakat akibat situasi ekonomi saat ini. Pada kuartal I-2015 telah terjadi penuÂrunan daya beli masyarakat akibat kenaikan BBM dan TDL. Kuartal II nampaknya tidak jauh berbeda. Padahal, konsumsi (daya beli) merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi selain ekspor dan investasi. Namun, peran konsumÂsi lebih besar dari dua sektor tersebut karena berdampak langsung tanpa butuh waktu lama. Untung saja pada Ramadhan kali ini terjadi penundaan kenaikan BBM dan TDL. Bila itu terjadi daya beli masyarakat pasti turun.
Kedua, makin maraknya kampaÂnye negatif terhadap pasar tradisional. Contoh saja, isu beras plastik yang berakibat turunnya omzet pedagang beras di pasar. Rakyat seperti dihanÂtui ketakutan untuk belanja beras di pasar tradisional. Kampanye negatif ini menggiring konsumen untuk lari dari pasar tradisional.
Ketiga, ketidakstabilan harga baÂrang kebutuhan pokok jelang RamadÂhan. Lambannya penanganan pemerÂintah dalam menahan laju kenaikan harga kebutuhan pokok turut andil dalam situasi ini. Kenaikan harga ini selalu terulang jelang Ramadhan, naÂmun upaya antisipasi lamban. KemenÂtan dan Kemendag bilang, stok dan produksi aman, tapi barang langka hingga terjadi kenaikan.
Keempat, maraknya terjadi kebaÂkaran pasar dan penggusuran sepanÂjang tahun 2015.
Kelima, kian menjamurnya ritel modern yang masuk hingga ke sudut pemukiman warga. Seluruh faktor ini menyebabkan terjadinya migrasi pelanggan dari pasar tradisional ke riÂtel modern.
Jual Cabai Busuk
Sementara itu, hingga hari ke-18 bulan Ramadhan, Perum Bulog terus melanjutkan Operasi Pasar (OP). Di OP tahun ini, Bulog menjual 6 jenis semÂbako yakni bawang merah, beras, caÂbai, minyak goreng, gula pasir, hingga daging.
Namun sayangnya, salah satu koÂmoditas yang dijual Bulog, yaitu cabai rawit, banyak ditemukan telah kerÂing dan membusuk. “Kalau cabai kita nggak berani ngomong, soalnya dari sananya (gudang Bulog) sudah beÂgitu,†kata Dedi Purnama, petugas OP Bulog, ditemui detikFinance di Pasar Induk Kramat Jati, Minggu (5/7/2015).
Dedi menuturkan, dirinya hanya menjual sesuai arahan Bulog, dan tiÂdak ambil pusing jika cabai rawit yang diketahui sudah rusak dan kering ini tidak laku terjual. “Kita mau jual (caÂbai rawit) juga sebenarnya nggak enak. Mau ngomong sudah nggak bagus, tapi mau bagaimana lagi,†ungkap Dedi.
Dalam sehari, sambung Dedi, dirinÂya membawa 20 kg cabai rawit dalam sehari dari gudang Bulog Regional Jakarta-Banten di Kelapa Gading, JaÂkarta Utara. “Kalau bawa 20 kilogram. Dijualnya Rp 20.000. Kayanya sih ini masih stok kemarin sih,†jelasnya.
Dedi menuturkan, sejak dibuka OP pada sekitar pukul 09.00, cabai rawit yang dibungkus karung merah ini beÂlum sama sekali terjual. “Dari pagi, belum laku sama sekali sampai siang ini,†imbuhnya.
Wakil Kepala Divisi Regional JaÂkarta-Banten Perum Bulog Fatah YaÂsin membenarkan cabai rawit yang busuk tersebut merupakan stok lama dan akan segera ditarik untuk disortir kembali. “Itu yang (stok) lama. Kita kan ganti terus dengan yang baru, mau kita tarik yang sudah busuk,†kata Yasin.
Kendati menjual cabai rawit kerÂing, menurut Yasin, pihaknya sudah melakukan penyortiran di gudang Bulog. “Sebenarnya sudah kita sortir. Yang dipasok kan yang segar, nanti yang sekarang kita sortir lagi. Yang buÂsuk kita buang,†jelasnya.
Yasin menuturkan, lepasnya bawaÂng kering dan busuk tersebut karena sifat cabai rawit yang sangat cepat membusuk, di sisi lain, Bulog baru mendatangkan stok cabai rawit baru dalam waktu-waktu tertentu, berbeda dengan pedagang yang nyetok cabai setiap hari.
“Setiap kali datang kita bawa cabai 3 truk dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Satu truk isinya 7 ton. Kita hanya perlu ganti yang lebih segar saja,†tambahnya.
(Alfian M|net)