Potensi pariwisata Indonesia sebetulnya sangat luar biasa. Namun saat ini baru Bali yang bisa dioptimalkan. Karea itu, Pemerintah saat ini menggenjot pengembangan pariwisata di luar Pulau Bali.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Alasannya, pariwisata Indonesia tidak ada yang berkembang pesat atau menjadi destinasi faÂvorit wisatawan asing, selain Pulau Bali jika tidak digenjot. “Saya masuk sebagai Menko, keÂnapa sektor wisata di Indonesia nggak maju kecuali Bali? Padahal ada puluhan, ada Kementerian Pariwisata,†ujar Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal RamÂli saat pemaparan program kerja di kantornya, Gedung BPPT, Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2016).
Setelah dilakukan analisa, ternyata program pengembangan pariwisata Indonesia tidak perÂnah fokus. “Setelah dipelajari di masa lalu, proÂgram dibagi 60-80 lokasi, duit dibagi seimprit dan hilang di tengah jalan,†tambahnya.
Belajar dari pengalaman masa lalu, pemerinÂtah era Jokowi akan fokus mengembangkan destinasi di 10 lokasi yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Kepulauan Seribu (DKI JakarÂta), Labuan Bajo (NTT), Bromo (Jawa Timur), Morotai (Maluku), BorobuÂdur (Yogyakarta), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Belitung (Bangka Belitung), Mandalika (NTB) dan Tanjung Lesung (Banten). “Kita fokus 10 lokasi baru. Dananya bisa cukup bangun port, airport, bangun jalan, akses dan sebÂagainya,†tambahnya.
Selain membangun wisata baru, Rizal optimis banyak lapangan kerja baru bisa tercipta. Sektor pariwisata dinilai paling murah dan cepat dalam menciptakan lapangan kerja baru.
Tak hanya itu, manfaat lain dari pengembangan wisata baru ialah mengerek angka devisa. Tentunya, pemerintah membuka kemudahan masuknya wisatawan asing dengan program bebas visa hingga kemudaÂhan masuknya kapal yacht asing ke Indonesia untuk menaikkan jumlah wisatawan.
“Supaya dalam 5 tahun yakni naiÂkkan turis 2 kali dari 10 jadi 20 juta. Kemudian ciptakan lapangan kerja dari 3 juta jadi 7 juta. Devisa sektor wisata dari USD 10 miliar jadi USD 20 miliar,†paparnya.
Industri Perikanan
Pada bagian lain, Rizal Ramli meÂnyebut industri perikanan di negara tetangga sebelumnya memperoleh pasokan ikan dari perairan IndoneÂsia. Ikan tersebut mayoritas diperÂoleh dari aktivitas illegal fishing.
Kini, industri perikanan di beberÂapa negara Asia Tenggara mulai berÂguguran pasca Indonesia melakukan penertiban terhadap aksi pencurian ikan yang biasa dilakukan oleh neÂlayan ataupun kapal asing. “Tadinya industri perikanan negara tetangga hidup dari ikan cologan di IndoneÂsia. Saat kita perang terhadap illegal fishing, banyak industri bangkrut karena nggak ada bahan baku,†kata Rizal.
Akibat aksi penertiban itu, banyak pihak merasa kesal karena aksi illeÂgal fishing dibasmi. Ia tak menampik ada oknum aparat hingga pejabat yang menjadi ‘backing’ atau pelindÂung para maling ikan.
“Policy larang kapal asing yang besar tangkap ikan di Indonesia, bikin banyak orang marah. Kapal asing biasanya pakai backing orang kuat. Pejabat pakai backing doang, padahal pemilik dan ABK bukan orang Indonesia,†ujarnya.
Lanjut Rizal, aksi bersih-bersih illegal fishing harus ditindaklanjuti dengan memperkuat nelayan dan industri perikanan lokal. “Ini moÂmentum bangun industri ikan agar memiliki nilai tambah,†tambahnya.
Pemerintah melalui kementerian teknis di bawah Kemenko Maritim dan Sumber Daya yakni KementeriÂan Kelautan Perikanan (KKP) telah membeli 3.500 kapal tangkap ikan hingga 5 tahun ke depan. Kapal itu nantinya akan disebar kepada keÂlompok nelayan.
Untuk membantu permodalan saat menangkap ikan, pembagian kapal juga diikuti dengan pemberian sertifikat kapal. Sertifikat itu bisa dipakai oleh nelayan untuk memÂperoleh pinjaman dari perbankan dalam membiayai solar hingga kebuÂtuhan selama menangkap ikan. “KaÂpal ada sertifikat, sehingga koperasi bisa dapat kredit dari bank. Dengan dapat modal kerja, dia bisa bayar biÂaya penangkapan,†tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong program asuransi keÂpada nelayan. Tahap awal, nelayan akan diberi asuransi selama 6 bulan awal. Setelah itu, nelayan diminta membayar premi rutin. Langkah ini dilakukan untuk melindungi nelayan dan keluarga.
“Kedua kita beri asuransi, mula-mula gratis 6 bulan untuk nelayan di Indramayu, Sibolga, dan BanyuwanÂgi. Premi 1 bulan harganya kurang dari harga 1 bungkus rokok,†tamÂbahnya. Dari sisi pengolahan atau processing, pemerintah membuka peluang bagi investor asing untuk masuk. Selain menanamkan modal, investor asing diharapkan bisa memÂberikan teknologi.
“Bisnis ikan di processing dibuka asing misal cool storage karena inÂdustri ikan tergantung cool storage. Beberapa negara Eropa tertarik banÂgun industri cool storage,†ujarnya.