B1-14012016-BisnisTodayMasa kejayaan Indonesiadi bidang industri gula berakhir sudah. Hal ini ditandai dengan kian mero­sotnya produksi gula nasional, hingga negeri yang kaya sumber daya alam ini menjadi importir gula.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Padahal, pada era 1930- 1n, Indonesia merupakan salah satu produsen gula terbesar di dunia dan menjadi eksportir gula terbesar di dunia. Tapi kini, jangankan untuk ekspor, untuk memenuhi konsum­si rumah tangga saja sudah tidak mencukupi.

Berdasarkan data Ditjen Perke­bunan Kementerian Pertanian (Ke­mentan), realisasi produksi gula pada 2015 ini tercatat sebanyak 2,497 juta ton. Sedangkan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengestimasikan produksi gula nasional 2015 hanya 2,55 juta ton.

“Produksi gula tahun 2015 ini lebih rendah dibandingkan produksi tahun 2014 yang mencapai 2,579 juta ton,” kata Direktur Eksekutif AGI, Tito Pranolo, dalam Sugar Outlook 2016 di Gedung Gula Negara, Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Tito mengungkapkan, penu­runan produksi ini disebabkan el nino yang menyebabkan kekerin­gan. Ikim kering membuat produk­tivitas tebu menurun dari 70,7 ton perhektare (ha) pada 2014 menjadi 67,6 ton/ha di 2015. “Adanya el nino yang ditandai agroklimat ekstrim menyebabkan profuktivitas tebu turun,” ujarnya.

BACA JUGA :  Minuman Segar dengan Es Madu Lemon Blewah yang Enak Dinikmati saat Cuaca Panas

Luas lahan tebu, khususnya areal tebu rakyat, juga menurun signifikan akibat rendahnya harga gula sepan­jang tahun 2013 dan 2014. “Petani banyak yang tidak lagi menanam tebu karena rendahnya harga gula,” tuturnya.

Tito memprediksi produksi gula pada 2016 menurun lebih jauh lagi menjadi 2,3 juta ton, lebih rendah dari produksi gula nasional tahun 2015. “Dengan mempertimbangkan pengaruh iklim terhadap faktor-fak­tor penentu produksi, AGI mempre­diksi produksi gula nasional tahun 2016 mencapai sekitar 2,3 juta ton,” dia memaparkan.

Dia mengungkapkan, el nino pada 2015 berdampak pada capaian produksi gula 2016. Tanaman tebu baru yang ditanam pada awal 2015 mengalami stagnasi pertumbuhan akibat stress air, akibatnya produk­tivitas berpotensi menurun dari 67,6 ton perhektare pada 2015 menjadi 66 ton perhektare pada tahun ini. “Demikian juga rendemen tahun 2016 diperkirakan akan turun men­jadi 7,75% dari tahun 2015 sebesar 8,28%,” ucapnya.

BACA JUGA :  Sarapan dengan Tumis Tahu Goreng Bumbu Cabe, Dijamin Keluarga Suka

Akibat produksi gula yang terus anjlok ini, kebutuhan gula untuk konsumsi langsung sekitar 2,82 juta ton tak bisa sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Impor gula pun perlu dilakukan tidak han­ya untuk memenuhi kebutuhan in­dustri, tapi juga kebutuhan rumah tangga.

Untuk tahun ini, pemerintah su­dah berencana mengimpor 200.000 ton gula kristal putih. Tahun 2017 pun diprediksi juga akan terjadi de­fisit ketersediaan gula.

“Produksi tahun 2016 diprediksi hanya 2,3 juta ton, sedangkan stok awal tahun 2016 hanya 817.246 ton. Untuk itu, diperlukan impor gula guna mencukupi kebutuhan gula di Februari 2017,” pungkas Tito.

============================================================
============================================================
============================================================