JAKARTA, Today — Nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terus menunjukkan pelemahÂan terhadap rupiah. Pagi tadi, USD sempat merosot hingga ke level Rp 13.500.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menyebutkan, posisi fair valÂue rupiah berada di kisaran Rp 13.300-Rp 14.200.
Dengan posisi tersebut, Real Effective Exchange Rate (REER) rupiah beÂrada di angka 90-95%. Artinya, nilai rumah pas alias tidak maÂhal dan tidak murah.
Berbeda dengan China, posisi REER mencapai 130%, artinya mata uang yuan suÂdah sangat mahal. Sementara baht Thailand, posisi REER di angka 100%.
“Jadi, kemarin rupiah samÂpai Rp 14.700 itu overshoot, REER 80%, dan ini diperkiÂrakan tidak akan terjadi lagi di tahun depan,†ujarnya kepada detikFinance, Selasa (22/12/2015).
Ke depan, rupiah masih akan bergerak fluktuatif, naÂmun dalam tren menguat. Di tahun ini, posisi terkuat ruÂpiah berada di level Rp 13.200 dan terlemah di angka Rp 14.700.
“Kalau ada pelongÂgaran moneter, ini bagus, investor akan banyak masuk. Aset rupiah jadi menarik. Cadangan deviÂsa Desember ini diperkirakan naik, kemarin sudah masuk obligasi US$ 3,5 miliar,†kata David.
Bikin Rupiah Perkasa
Salah satu faktor yang mebuta nilai USD tersungkur adalah paket kebijakan ekoÂnomi jilid VIII yang dikeluarÂkan Presiden Joko Widodo, Salah satu isinya menyoroti soal pembangunan kilang.
Bagi para investor baik loÂkal maupun asing yang mau membangun kilang di IndoÂnesia, pemerintah akan memÂberikan insentif. Kebijakan tersebut dipercaya akan memÂbuat rupiah kembali perkasa.
Menurut David Sumual, pembangunan kilang itu pentÂing untuk mengurangi defisit di neraca transaksi berjaÂlan. Selama ini, Indonesia mengekspor crude oil (minÂyak mentah), tapi di sisi lain mengimpor yang sudah jadi dalam bentuk fuel atau BBM. Impor BBM ini yang membuat pemerintah selalu tekor.
Bayangkan saja, dalam seÂhari pemerintah butuh USD 150-200 juta untuk impor BBM. Angka yang tidak seÂdikit. Tingginya kebutuhan dolar AS ini membuat rupiah terus tertekan.
“Kalau bisa buat kilang sendiri, tentu akan ada nilai tambah, ada multiplier effect. Impor BBM itu tidak hanya membuat defisit di neraca transaksi berjalan, tapi juga menekan rupiah. Kebutuhan dolar tinggi sehingga rupiah tertekan,†jelas dia.
(dtc)