Untitled-16DUA belas watak positif manusia (pangimbuhning twah) sebagaimana dipedomani dalam Sanghyang Siksakandang Karesian, yang kita bahasa dalam artikel terdahu­lu, sangat perlu diterapan oleh setiap kita. Terutama ketika kita paham, eksistensi kita di dunia sebagai pemimpin. Paling tidak dalam lingkungan sosial terkecil.

Bang Sem Haesy

BERCERMIN pada Prabu Siliwangi dan Prabu Sura­wisesa, apa yang tersurat dan tersirat dalam 12 watak, itu sebagai cara pembinaan watak diri, agar kita senantiasa waspada, dan tak terjebak atau terperosok ke dalam pancagati. Yaitu, lima hal yang harus di­hindari (sebagai pamali), ka­rena hidup akan membuat kita hidup sengsara.

Pancagati itu adalah : Per­tama, Jangan khianat dan jangan culas. Tentu khianat yang dimaksudkan adalah tidak menghianati diri sendiri dalam mengemban amanah kepercayaan yang diberikan kepa­da kita. Kalau sudah sampai meng­hianati diri sendiri, tentu kualifikasi kita sebagai manusia sudah sangat rendah sekali. Wujud dari tidak menghianati diri sendiri adalah hanya mengatakan apa yang di­lakukan secara konsisten. “Tara bo­hong najan kana diri pribadi.”

Tidak culas berarti tidak melakukan sikap dan tindakan (termasuk ucapan) mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Tidak hasad dan tidak hasud, yang menghancurkan orang lain, dan menghancurkan lingkun­gan sosial. Termasuk tidak bergosip (ghibah – buhtan), dan fitnah.

BACA JUGA :  Cek Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 29 Maret 2024

Perbuatan khianat dan cu­las, itu termasuk menjerumuskan orang lain melakukan suatu per­buatan yang keliru dan salah, supa­ya mendapat manfaat dari kesalah­an orang itu. Hal itu, setara dengan mencuri, merebut, dan merampas hak orang lain.

Sikap dan tindakan lain yang termasuk pamali dalam konteks panca gati, adalah carimuka dan menjilat kepada atasan. Apalagi dengan cara menyikut kawan di kiri dan kanan, serta menginjak yang di bawah (seperti katak melompat).

Yang termasuk pamali juga, berlama-lama di rumah penguasa atau raja, atau atasan. Apalagi dengan maksud supaya terlihat, seolah-olah sebagai bawahan su­perloyal. Kecuali, karena tugas dan tanggungjawab memang harus se­lalu berada di dekat pimpinan, dan harus selalu siaga.

Bersikaplah wajar. Tidak ber­tindak melampaui batas. Tentu, dengan senantiasa menjaga etika, sopan santun, dan tata krama yang berlaku pada umumnya.

Sikap santun dan tatakrama tidak hanya ditujukan kepada atasan atau pimpinan belaka, me­lainkan juga kepada sesama insan, baik yang setara maupun yang berada di bawah wewenang dan tanggungjawab. Termasuk dalam tatakrama itu adalah perlakuan hormat dan tidak melanggar susila.

BACA JUGA :  Kompetisi Mobil RC, Salurkan Hobi di Bulan Ramadan

Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab kepe­mimpinan yang melekat pada tugas dan fungsi utama insaniah kita, berlaku prinsip : loyal ter­hadap tugas dan tanggungjawab, sebagai bagian konkret dari loyali­tas kepada pimpinan atau atasan. Dalam hal melaksanakan tugas, berlaku komitmen untuk melak­sanakan catur yatna atau empat kewaspadaan. Yaitu, tidak melaku­kan siwok cante, simur cante, si­mar cante, dan darma cante.

Siwok cante artinya tergoda dengan makan dan minuman yang lezat-lezat, sehingga mengabaikan esensi dan hakekat eksistensi in­sani secara fungsional dan propor­sional. Tidak dokoh. Simur cante, tidak ikut-ikutan dengan siapapun melakukan tindakan korup, men­curi, serta merebut dan merampas hak orang lain. Sumar cante adalah mengambil benda-benda berharga (seperti perhiasan) tanpa disu­ruh oleh yang punya (berwenang memberi). Darma cante adalah membantu pihak-pihak yang me­musuhi pimpinan, walaupun hanya sebatas memberitahukan apa yang seharusnya dirahasiakan.

============================================================
============================================================
============================================================