Untitled-17SETAHUN lalu, selepas Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang membahas ihwal pengakhiran Millenium Developoment Glo­bals (MDGs), dan dimulainya Sustainable Development Globals (SDGs) di New York. Sambil meninggalkan markas besar PBB kembali ke hotel masing-masing di kawasan Manhattan, beberapa teman anggota delegasi Indonesia, bertanya ihwal kearifan dan kecerdasan lokal terkait berbagai isu global yang mengemuka dalam pembahasan selama beberapa hari.

Bang Sem Haesy

DI tengah perubahan za­man yang begitu dina­mis, menarik sekali ke­arifan dan kecerdasan lokal Sunda berbasis di Pakuan, yang san­gat relevan dengan fenomena global kini. Bahkan, secara im­plisit fenomena yang tengah dihadapi du­nia kini, tersimpul dalam poekna adi­wangsa. Indikatornya jelas tergambar dalam salah satu rumpaka Cian­juran, Papatet Gancang. Secara metaforik, tetapi telak, kondisi obyektif yang menjadi tantangan era global itu tergambar, seperti ini: Kawung mabur carulukna (Proses regenerasi yang secara telak terkontaminasi berbagai kondisi buruk, mulai dari gizi buruk, penyalahgunaan narko­ba, sampai demoralisasi). Gula leungiteun ganduan (Berkem­bangnya kebiasaan menilai kinerja seseorang tanpa pa­rameter yang jelas dan teru­kur, lebih banyak berdasar­kan subyektivitas); Ciamis karih paitna, Ciherang kintun kiruhna (Kerusakan lingkun­gan yang tak terkendali, semua yang manis di masa lalu, ting­gal pahitnya saja di masa kini, kejernihan berfikir berubah dengan kekeruhan syakwa­sangka).

BACA JUGA :  Resep Membuat Ikan Asin Sambal Belimbing, Perpaduan Asam Asin Pedas

Lantas? Samak tingaleun pandanna (Kemurnian dan ke­wajaran telah berubah dengan kepalsuan dan manipulasi di mana-mana, dan mereka yang pandai mematut diri dengan pencitraan yang dielu-elukan rakyat).

Selebihnya, Kiai leungit­eun aji (para wiseman – orang-orang bijak, termasuk pemuka agama kehilangan daya penga­ruh pada umatnya, serta Pan­dita ilang komara (Akademisi dan pejabat negara tak lagi berwibawa di mata rakyat), lantaran Kahuruan ku nap­suna (terbakar oleh nafsu mer­eka sendiri, termasuk nafsu berkuasa).

Bila hendak diakui secara jujur, kesemua itu berlang­sung, karena kita tak lagi mam­pu menciptakan lingkungan sehat lahir batin – jiwa raga kepada rakyat kita. Lingkun­gan sehat yang memungkinkan kesalehan personal dan sos­ial tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kita sehari-hari. Lingkungan sehat yang memungkinkan setiap orang mampu melihat sisi positif di­mensi kehidupan dan mem­perjuangkannya secara bersa­ma-sama.

BACA JUGA :  Gulai Nangka Muda Bumbu Kuning, Menu Makan Lezat dengan Aroma Menggugah Selera

Kita juga belum berhasil membangun lingkungan cer­das, yang memungkinkan kita mempunyai cara dalam menga­tasi masalah. Karena yang ber­tumbuh dan berkembang just­ru lingkungan culas, yang lebih mendahulukan alasan daripada cara mengatasi masalah.

Akibatnya, kita tidak se­cara simultan mampu mencip­takan lingkungan sosial yang memberi ruang bagi rakyat untuk mampu secara ekonomi secara berkeadilan. Kita belum sungguh-sungguh melaku­kan pemberdayaan terhadap semua potensi ekonomi rakyat (termasuk kaum perempuan), karena masih melihat semua hal yang kecil secara dikoto­mis. Itulah realitas yang harus kita ubah untuk kembali ber­jaya kini dan nanti..

============================================================
============================================================
============================================================