SETAHUN lalu, selepas Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang membahas ihwal pengakhiran Millenium Developoment GloÂbals (MDGs), dan dimulainya Sustainable Development Globals (SDGs) di New York. Sambil meninggalkan markas besar PBB kembali ke hotel masing-masing di kawasan Manhattan, beberapa teman anggota delegasi Indonesia, bertanya ihwal kearifan dan kecerdasan lokal terkait berbagai isu global yang mengemuka dalam pembahasan selama beberapa hari.
Bang Sem Haesy
DI tengah perubahan zaÂman yang begitu dinaÂmis, menarik sekali keÂarifan dan kecerdasan lokal Sunda berbasis di Pakuan, yang sanÂgat relevan dengan fenomena global kini. Bahkan, secara imÂplisit fenomena yang tengah dihadapi duÂnia kini, tersimpul dalam poekna adiÂwangsa. Indikatornya jelas tergambar dalam salah satu rumpaka CianÂjuran, Papatet Gancang. Secara metaforik, tetapi telak, kondisi obyektif yang menjadi tantangan era global itu tergambar, seperti ini: Kawung mabur carulukna (Proses regenerasi yang secara telak terkontaminasi berbagai kondisi buruk, mulai dari gizi buruk, penyalahgunaan narkoÂba, sampai demoralisasi). Gula leungiteun ganduan (BerkemÂbangnya kebiasaan menilai kinerja seseorang tanpa paÂrameter yang jelas dan teruÂkur, lebih banyak berdasarÂkan subyektivitas); Ciamis karih paitna, Ciherang kintun kiruhna (Kerusakan lingkunÂgan yang tak terkendali, semua yang manis di masa lalu, tingÂgal pahitnya saja di masa kini, kejernihan berfikir berubah dengan kekeruhan syakwaÂsangka).
Lantas? Samak tingaleun pandanna (Kemurnian dan keÂwajaran telah berubah dengan kepalsuan dan manipulasi di mana-mana, dan mereka yang pandai mematut diri dengan pencitraan yang dielu-elukan rakyat).
Selebihnya, Kiai leungitÂeun aji (para wiseman – orang-orang bijak, termasuk pemuka agama kehilangan daya pengaÂruh pada umatnya, serta PanÂdita ilang komara (Akademisi dan pejabat negara tak lagi berwibawa di mata rakyat), lantaran Kahuruan ku napÂsuna (terbakar oleh nafsu merÂeka sendiri, termasuk nafsu berkuasa).
Bila hendak diakui secara jujur, kesemua itu berlangÂsung, karena kita tak lagi mamÂpu menciptakan lingkungan sehat lahir batin – jiwa raga kepada rakyat kita. LingkunÂgan sehat yang memungkinkan kesalehan personal dan sosÂial tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kita sehari-hari. Lingkungan sehat yang memungkinkan setiap orang mampu melihat sisi positif diÂmensi kehidupan dan memÂperjuangkannya secara bersaÂma-sama.
Kita juga belum berhasil membangun lingkungan cerÂdas, yang memungkinkan kita mempunyai cara dalam mengaÂtasi masalah. Karena yang berÂtumbuh dan berkembang justÂru lingkungan culas, yang lebih mendahulukan alasan daripada cara mengatasi masalah.
Akibatnya, kita tidak seÂcara simultan mampu mencipÂtakan lingkungan sosial yang memberi ruang bagi rakyat untuk mampu secara ekonomi secara berkeadilan. Kita belum sungguh-sungguh melakuÂkan pemberdayaan terhadap semua potensi ekonomi rakyat (termasuk kaum perempuan), karena masih melihat semua hal yang kecil secara dikotoÂmis. Itulah realitas yang harus kita ubah untuk kembali berÂjaya kini dan nanti..