JAKARTA, TODAY — Pasal santet alias tenung akhirnya masuk Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab UnÂdang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan pasal ini, orang yang mengumumkan memiliki ilmu santet teranÂcam masuk penjara. KejahatÂan-kejahatan ilmu hitam lainÂnya juga dibahas dan diatur dalam RUU KUHP yang kini masih dibahas oleh DPR RI.
Jaksa Agung Prasetyo berÂpendapat bahwa pasal santet diperlukan. “Dari uraian terseÂbut kami berpendapat untuk tetap mempertahankan pasal tersebut, mengingat praktek perdukunan seringkali menÂimbulkan keresahan masyaraÂkat,†kata Prasetyo dalam raker di Komisi III DPR, Senin (7/9/2015).
D i a menjelaskan perlunya perÂaturan ini agar dapat menÂgakhiri praktik main hakim keÂpada seseorang yang dituduh sebagai dukun santet. “SeÂhingga pengaturan mengenai tindak pidana kekuatan gaib, santet diharapkan dapat mencegah seÂcara dini dan mengahiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan warga masyarakat terhadap seseorang yang diÂtuduh sebagai dukun santet,†ujarnya.
Diakuinya, kemunculan pasal ini dalam draft RUU KUHP menimbulkan pro kontra di masyarakat karena beÂberapa pandangan menyatakan delik tersebut bersifat irasional. PembukÂtiannya sulit. “Materi hukum adalah sesuatu yang konkret, sedangkan sanÂtet sifatnya abstrak dan di luar faktar empirik,†sebut eks Jaksa Muda Tindak Pidana Umum itu.
Kejagung juga menyatakan, KUHP sekarang perlu direvisi karena untuk menyesuaikan kondisi hukum di InÂdonesia. Apalagi KUHP merupakan peninggalan zaman Kolonial Belanda. “Sebagaimana kita ketahui KUHP adalah produk hukum zaman BelanÂda. Banyak tidak sesuai dengan nilai luhur dan persoalan aktual Indonesia. Jadi, perlu adanya modifikasi,†kata Wakil Jaksa Agung, Andi Nirwanto saat rapat kerja dengan Komisi III, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Andi mendukung dan mendorong pembahasan revisi RUU KUHP ini lebÂih cepat. Tapi, dingatkan lagi proses revisi ini perlu menyesuaikan kondisi hukum di Indonesia. “Kejaksaan seÂlaku institusi menggunakan hukum materil merasa perlu mendorong perÂcepatan pembahasan RUU KUHP. NaÂmun, perlu keseimbangan nasional, individu berdasarkan Pancasila,†seÂbut Andi.
Lanjutnya, pembahasan RUU KUHP saat ini perlu dipercepat karena menjadi pijakan hukum di Indonesia. Pasalnya, acuan hukum yang merupakÂan peninggalan kolonial Belanda sudah berlangsung lama. “Masukan dari KeÂjaksaan Agung soal RUU KUHP perlu adanya penafsiran baru,†tutur Andi.
Disebutkan dalam RUU KUHP, seÂtiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara. Aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumÂkan dalam Pasal 293. Berikut ini kuÂtipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu:“(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan haraÂpan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulÂkan penderitaan mental atau fisik sesÂeorang, dipidana dengan pidana penÂjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;(2) Jika pembuat tindak pidana seÂbagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadiÂkan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga.â€
(Yuska Apitya Aji)