PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB), menggandeng Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menabuh genderang perang terhadap praktik pengemplangan pajak.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Melalui keterangan resmi dikutip dari Kantor Berita Antara, empat orÂganisasi dunia tersebut akan menyuÂsun platform bersama untuk menanÂgani masalah-masalah perpajakan. Nantinya, platform tersebut akan diimplementasikan sebagai sebuah standar internasional yang bisa diguÂnakan oleh setiap negara.
“Upaya ini dilakukan bersamaan dengan momentum besar di sekitar isu-isu pajak internasional. PenguaÂtan sistem pajak – kebijakan dan adÂministrasi – telah muncul sebagai priÂoritas utama pembangunan,†bunyi pernyataan resmi tersebut, dikutip Rabu (20/4/2016). Empat organisasi tersebut akan menyodorkan standar yang bisa digunakan negara-negara berkembang untuk mengambil tindaÂkan yang diperlukan ketika berhadaÂpan dengan perusahaan-perusahaan pengemplang pajak di negaranya. Perusahaan pengemplang pajak menurut organisasi tersebut kerap memanipulasi pelaporan akuntansi dengan mengalihkan keuntungan dan melakukan transfer pricing anÂtar negara tempatnya beroperasi unÂtuk menghilangkan atau memangkas kewajiban pajak yang harusnya merÂeka bayarkan. “Miliaran dolar tidak masuk ke kas pemerintah negara-negara berkembang setiap tahunnya, karena praktik perencanaan pajak agresif eufemistis oleh perusahaan-perusahaan multinasional,†tegas empat organisasi.
Tidak hanya di negara berkemÂbang, kasus penggelapan pajak juga banyak ditemukan di Eropa yang mengalihkan pendapatan dan aset yang mereka miliki ke kantor bayanÂgan di negara-negara yang memang memberikan fasilitas pajak dengan tarif rendah (tax haven). “Negara-negara berkembang banyak yang kaÂlah dengan kreativitas dan keahlian dari perusahaan multinasional,†kata Direktur Pelaksana IMF Christine LaÂgarde, kemarin.
Amerika Serikat telah lama memÂburu para pelaku penghindar pajak. Kini, Paman Sam resmi membuka inÂvestigasi kriminal terhadap isi dokuÂmen firma hukum Mossack Fonseca yang bocor, yang dikenal sebagai Panama Papers.
Karena itu, Jaksa AS di ManhatÂtan Preet Bharara menulis surat pada International Consortium of InvestiÂgative Journalists (ICIJ). Dia bilang, akan meminta informasi dari keÂlompok jurnalis internasional yang mempublikasikan Panama Papers ini untuk membantu penyelidikan.
Panama Papers, memuat 11,5 juta files berisi berbagai nama pemilik rekening offshore, disebut-sebut seÂbagai kebocoran informasi terbesar.
Langkah Bharara untuk melakuÂkan investigasi diperkuat pernyataÂan Presiden AS Barack Obama yang menyatakan, upaya penghindaran pajak merupakan salah satu masalah besar.
Masalah utamanya, berbagai tinÂdakan ini kerap legal, bukan ilegal. “Kita tidak seharusnya melegalkan transaksi penghindaran pajak. PrinÂsip paling dasar adalah memastikan semua orang membayar kewajibanÂnya secara adil,†kata Obama awal bulan ini.
Bharara yang selama ini mengeÂjar dugaan tindak kriminal dalam transaksi keuangan, sebelumnya telah memimpin investigasi beberÂapa nama dari 200 warga AS yang tercantum di Panama Papers.
Terpisah, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menyebut bahwa Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan Panama. Hal ini terkait dengan Panama Papers yang memuat daftar sejumlah nama orang Indonesia yang diduga mengÂhindari kewajiban membayar pajak. “Perlu ada perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Panama, sepÂerti pertukaran informasi multilatÂeral dan bilateral agar detail data Panama Papers bisa ditindaklajuti,†ujarnya kepada wartawan, Rabu (20/4).
Teten sendiri mengaku telah menggelar rapat khusus untuk memÂbahas skandal Panama Papers. Rapat dihadiri oleh Direktur Jenderal PaÂjak, Kejaksaan Agung, kapolri, ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), gubernur Bank Indonesia, serta ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menurut Teten, dalam rapat tersebut disepakati bahwa data PanÂama Papers akan menjadi langkah awal bagi pemerintah untuk menÂelusuri para pengemplang pajak. Terlebih, sambung dia, Dirjen Pajak juga sudah mengonfirmasi bahwa 80 persen nama yang disebut dalam Panama Papers sahih.
Pada Selasa (19/4), situs resmi pemerintah setkab.go.id mengungÂkapkan bahwa KSP menggelar rapat tertutup untuk membahas Panama Papers. Dalam situs www.ksp.go.id disebutkan, pemerintah berharap uang WNI yang beredar di luar negÂeri dapat ditarik kembali ke IndoneÂsia (repatriasi).
Dengan uang hasil repatriasi, pemerintah dapat memanfaatkanÂnya untuk mempercepat pembanguÂnan, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesÂejahteraan masyarakat. (*)