KEMENTERIAN Pertahanan (Kemenhan) tengah menjadi perbincangan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia. Pasalnya, Kemenhan telah mengeluarkan surat edaran yang mengizinkan PNS laki-laki untuk berpoligami. Edaran yang diluncurkan medio Juli  2015, membuat kementerian lainnya bakal ikut-ikutan.
YUSKA APITTYA AJI ISWANTO
[email protected]
Sudah berlaku mulai 22 Juli 2015,†kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Jundan Eko, Jumat(7/8/2015).
Sekretaris Jenderal Kepala Biro Kepegawaian Kementerian PertahÂanan mengeluarkan surat edaran tentang persetujuan atau izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai di lingkungan keÂmenterian. Surat edaran bernomor SE/71/ VII/2015 itu ditandatangani perwakilan Sekretaris Jenderal, Brigadir Jenderal TNI Sumardi, pada 22 Juli 2015.
Dalam surat itu, disebutkan bahwa pada dasarnya setiap pegawai baik laki-laki dan perempuan hanya diizÂinkan menikah dengan seorang suami atau istri. Namun pada noÂmor 2 ayat b, terdapat pengecualian bagi pegaÂwai laki-laki. Mereka boÂleh berpoligami. Ayat tersebut menyatakan suami dapat memiliki lebih dari satu istri (poligami) apabila tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang diaÂnutnya, serta memenuhi paling sedikit satu syarat alternatif.
Syarat polgami itu antara lain istri tidak dapat menjalankan keÂwajibannya sebagai seorang istri, istri menÂgalami cacat badan atau penyakit yang tak kunjung sembuh, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain syarat di atas, PNS laki-laki yang akan poligami harus mengajuÂkan surat persetujuan tertulis dari istri, mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari satu istri dan anak-anaknya dibuktiÂkan dengan surat keterangan pajak penghasilan. Pegawai juga harus menyertakan jaminan tertulis unÂtuk berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. “Baca dulu yang lengkap. Walaupun diizinkan, tapi syaratnya tidak mudah. Itu berat lho,†kata Jundan.
Kantor yang dipimpin Menteri Ryamizard Ryacudu ini juga mewaÂjibkan pegawainya yang akan berpoÂligami meminta izin kepada pejabat yang berwenang dan menyertakan alasan poligami. Jika melanggar syarat dan izin tersebut, maka akan dijatuhi hukuman disiplin berat. “Jika melanggar, akan diperiksa keÂbenaran dan berdasarkan pengadÂuan, bisa dipecat,†kata Jundan.
Kondisi sebaliknya justru menÂimpa PNS perempuan. Mereka juga tidak diizinkan menjadi istri kedua, ketiga, dan seterusnya.
Edaran Menhan ini membuat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Yuddy Chrisnandi, kepincut melegalkan poligami bagi seluruh PNS di Indonesia. “Selama ini kan kasus yang terjadi banyak pejabat birokrat punya istri simpaÂnan. Daripada sembunyi-sembunyi lebih baik dilegalkan,†kata Yuddy, Jumat (7/8/2015).
Namun, Yuddy tak merinci kaÂpan akan melakukan pembahasan serius menyangkut hal ini. “Dikaji dahulu,†kata dia.
Yuddy juga mengatakan, pelangÂgaran disiplin PNS tidak hanya beruÂpa tindakan korupsi, makar atau peÂnipuan saja. PNS yang sering bolos dan terlambat masuk kantor masuk dalam pelanggaran disiplin hingga ketahuan selingkuh. “Kalau PNS yang menikah lagi, tidak saya pecat selama istri pertamanya tidak keberatan. KaÂlau ada keberatan dari istri pertama dan mengganggu kinerja, baru sankÂsinya ditingkatkan,†tandasnya.
Peraturan Pemerintah No. 45 TaÂhun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyebutkan,
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, waÂjib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimaÂna dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari perminÂtaan izin untuk beristri lebih dari seorang
Pemberian atau penolakan pemÂberian izin bagi PNS untuk beristri lebih dari seorang dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga buÂlan terhitung mulai ia menerima perÂmintaan izin tersebut. Hal ini diseÂbut dalam Pasal 12 PP 45/1990. (*)