JAKARTA, TODAY — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) April 2016 bagi 50 pemerintah daerah (pemda) dengan niÂlai mencapai Rp236,8 miliar. Selain menunda penyaluran, Kemenkeu juga menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Konversi bagi kepada enam pemerintah daerah (pemda) yang memiliki dana menÂgendap (idle) di bank dengan jumlah yang tidak wajar.
“Ke-50 daerah tersebut terdiri dari dua provinsi dan 48 Kota,†tutur Direktur JenÂderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo, Kamis (14/4/2016).
Disebutkan Boediarso, dua provinsi yang terkena sanksi penyaluran DAU April 2016 adalah Provinsi Papua sebeÂsar Rp26,07 miliar atau 12,5 persen dari alokasi DAU dan ProvinÂsi Maluku Utara sebesar Rp7,08 milÂiar atau 7,5 persen dari alokasi DAU.
Boediarso mengungkapkan peÂnyebab penundaan penyaluran DAU adalah pemda tersebut belum meÂnyampaikan sejumlah data hingga batas waktu penyampaian terakhir, 28 Maret 2016. Data yang dimaksud meliputi data posisi kas, perkiraan belanja operasi dan belanja modal, dan ringkasan laporan realisasi angÂgaran (LRA) Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) untuk Februari 2016. “Kepada daerah tersebut dikenakan penundaan DAU bulan April 2016 sebesar 7,5 persen; 10 persen, dan 12,5 persen sesuai kemampauan keuangan daerah,†ujarnya.
Selain menunda penyaluran DAU, pemerintah juga telah menerÂbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Konversi bagi kepada enam pemerÂintah daerah (pemda) yang memiÂliki dana mengendap (idle) di bank dengan jumlah yang tidak wajar. Setelmen SBN dilakukan pada tangÂgal 12 April lalu dengan total nilai sekitar Rp359 miliar.
Keenam pemda yang dimaksud adalah Riau dengan SBN senilai Rp61,47 miliar, Jawa Barat senilai Rp103,92 miliar, dan Banten senilai Rp57,78 miliar. Sementara, tiga kaÂbupaten sisanya yaitu Kabupaten Tanah Laut dengan SBN senilai Rp44,84 miliar, Kabupaten Berau seÂnilai Rp45,26 miliar, dan Kabupaten Kutai Timur senilai Rp45,71 miliar.
Menyikapi keputusan KemenÂkeu ini, DPRD Provinsi Jawa Barat berang. Sejumlah anggota dewan meningkatkan pengawasan atas percepatan penggunaan anggaran atau dana yang telah ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah agar tidak mengendap.
Provinsi Jabar menempati urutan kedua provinsi dengan simpanan terÂbesar yang mengendap di bank denÂgan nilai mencapai Rp3,74 triliun. Posisinya di bawah DKI Jakarta yang berada di nomor pertama dengan niÂlai Rp7,84 triliun. “Artinya kalau meÂmang ada catatan dari pemerintah pusat, hal itu menjadi pengawasan kami ke depan supaya tidak terjadi pengendapan yang terlalu lama,†kata Ketua DPRD Jabar Ineu PurÂwadewi Sundari, Kamis (14/4/2016)
Dia mengatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan PemerÂintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya memacu percepatan realisasi anggaran dan pembangunan seÂjak awal tahun di Tanah Priangan. “Ketika kami mendampingi Bapak Presiden, beliau mengharapkan percepatan pembangunan di daeÂrah, yang akan mempengaruhi juga pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing. Itu akan menjadi pengawasan kami,†tuturnya.
Langkah antisipasi yang dilakuÂkan Pemprov Jabar agar tidak banÂyak dana mengendap adalah dengan mempercepat lelang, sebagaimana telah menjadi instruksi pemerintah pusat. “Kami melihat pemerintah provinsi saat ini berdasarkan penÂgawasan kami, untuk beberapa item kegiatan sudah mulai melakukan lelang, dan sejak akhir tahun sudah mulai melakukan persiapan lelang,†ujarnya.
DPRD Jabar juga telah mendoÂrong agar lelang sudah dilaksanakan sedari triwulan I/2016. Sementara tahun-tahun sebelumnya, menurut Ineu, proses lelang baru dimulai pada triwulan II pada setiap tahunÂnya. “Percepatan akan menunjukÂkan uang yang ditransfer ke daerah tidak mengendap. Hal ini akan sanÂgat membantu kegiatan ekonomi di bawah,†sebutnya.
Dikutip dari laman resmi DPRD Jabar, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah menyusun formulasi percepatan penyerapan anggaran untuk belanja dan pembangunan infrastruktur daerah.
Kepala BPKP, Ardan AdiperÂdana mengatakan pihaknya sudah menerjunkan tim ke daerah-daerah untuk mengidentifikasi persoalan pelaksanaan pembangunan di laÂpangan terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang infrastruktur. “Sebab, tak jarang banyak pejabat atau petugas yang ketakutan atau ragu-ragu ketika hendak melakukan tender atau melaksanakan pembanÂgunan,†katanya.
Tim yang diterjunkan ke daeÂrah, lanjut Ardan, ditugaskan untuk berkoordinasi dan memberikan araÂhan terkait kendala-kendala penyerÂapan dan pembangunan terutama pelaksanaan proyek-proyek stratÂegis agar bisa lebih cepat terealisasi.
Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, mengakui jika ada perlamÂbatan penyaluran DAU dari pemerÂintah Pusat. “Serapan anggaran tahun lalu memang tak sempurna. Ada dana yang tak terserap karena kendala teknis, seperti lelang. Kami sudah evaluasi semuanya,†kata dia, kemarin.
(Yuska Apitya Aji)