PRESIDEN Joko Widodo memutuskan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terutama terhadap anak-anak. Berdasarkan hasil rapat terbatas, diputuskan pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak diberi hukuman pemberat berupa kebiri dan dipasangi mikrochip. Seperti apa?
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UnÂdang-Undang (Perpu) tentang hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Keputusan tersebut diambil PresÂiden Jokowi saat memimpin rapat terÂbatas tentang pencegahan kekerasan terhadap anak di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Jokowi menegaskan, keÂkerasan seksual terhadap anak merupakan bentuk kejahatan luar biasa. Untuk itu, kata Jokowi, penÂanganannya juga harus luar biasa.
“Kita ingin mempertajam, memÂbahas pencegahan dan penanggulanÂgan kekerasan seksual terhadap anak. Seperti sudah kemarin saya sampaikan, kejahatan seksual terhadap anak sudah kita nyatakan sebagai kejahatan luar biÂasa,’’ kata Jokowi.
Oleh sebab itu, lanjut Presiden Jokowi, penanganan di semua kemenÂterian dan lembaga juga harus dilakuÂkan dengan cara-cara yang luar biasa dan juga sikap dan tindakannya pun harus ekstra luar biasa.
Jokowi sudah memerintahkan Jaksa Agung M Prasetyo dan Kapolri JenÂderal Pol Badrodin Haitu untuk segera menangani kasus-kasus kejahatan luar biasa ini dengan cepat. “Dan sesuai dengan aturan, pastikan anak-anak kita mendapatkan perlindungan. Berikan layanan pengaduan yang mudah diakÂses,†katanya.
Jokowi ingin agar pelaku kejahatan tersebut segera ditangkap dan dihukum dengan berat. “Kejar dan tangkap segera pelaku dan tuntut dengan hukuman yang seberat-beratnya,†tegas Jokowi.
Jokowi juga ingin agar ada layanan pendampingan dan rehabilitasi korÂban, terutama dari kementerian terÂkait. “Juga aksi untuk pencegahan juga harus dilakukan lebih gencar, lebih intensif dan masif sehingga semua keÂmenterian harus bergerak terpadu. LiÂbatkan keluarga, sekolah, komunitas, media, dengan aksi-aksi pencegahan ini. Dan Saya minta agar payung huÂkum ini bisa diproses secepat-cepatÂnya,†kata Jokowi.
Hadir dalam rapat terbatas ini Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Menteri KoorÂdinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, MenÂteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar, Menteri Kesehatan Nila F Moelok, Menteri Pendidikan dan KeÂbudayaan Anies Baswedan, Menteri KoÂmunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jaksa Agung M Prasetyo, Kapolri JenÂderal Pol Badrodin Haiti.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan MahaÂrani, seusai rapat terbatas, menjelasÂkan, draf perpu itu telah dibahas seÂjumlah menteri, antara lain Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, serta Menteri Hukum dan HAM, juga Komisi Perlindungan Anak InÂdonesia. “Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden, diputuskan, untuk payung hukum perlindungan anak dari kekerasan seksual, akan dibuatkan perÂpu,†katanya.
Puan mengatakan perpu tersebut berisi pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, yakni hukuman pokok maksimal 20 tahun penjara dan hukuman tambahan.
Hukuman tambahan, kata Puan, adalah kebiri, pemberian cip bagi pelaku agar bisa dipantau, dan pubÂlikasi identitas. “Ini merupakan satu keputusan dari Presiden dan pemerinÂtah untuk menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak karena itu keÂjahatan luar biasa. Harus diberi hukuÂman yang bisa memberikan efek jera,†tuturnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi MaÂnusia Yasonna Laoly mengatakan kebiri bagi pelaku kejahatan seksual adalah kebiri kimia, yang secara teknis bisa diÂlakukan dokter.
Namun semua hukuman, baik huÂkuman pokok maupun hukuman tamÂbahan kebiri, akan dilakukan berdasarÂkan putusan hakim pengadilan.
Ia mengatakan pemerintah akan secepatnya mengirim rancangan perpu itu ke DPR untuk dibahas pada masa siÂdang mendatang.
Menurut dia, perpu dipilih pemerÂintah agar segera bisa diterapkan. SeÂbab, kalau menunggu menjadi undang-undang, dibutuhkan waktu lebih lama.
Namun perpu tersebut hanya diÂtujukan untuk pelaku kejahatan orang dewasa. Sedangkan, untuk pelaku dari kalangan anak-anak, tetap digunakan undang-undang peradilan anak sebagai hukum khusus (lex specialis).
Kasus kejahatan seksual terhadap anak sering terjadi di masyarakat akhir-akhir ini. Dua pekan lalu, seorang muÂrid SMP di Bengkulu diperkosa dan diÂbunuh 14 orang, termasuk tujuh pelaku yang masih di bawah umur. (*)