Untitled-12WALIKOTA Bogor, Bima Arya Sugiarto membeberkan hasil kinerjanya didepan seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, kemarin sore. Dalam kesempatan itu, Bima mengklaim bahwa pihaknya telah mendapatkan ijin dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bogor, Katarina Endang untuk mempergunakan lahan Jambu Dua.

ABDUL KADIR BASALAMAH | YUSKA APITYA
[email protected]

Terkait dengan re­lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke pasar ‘Jambu Dua’ kita telah berbicara dengan Bu Katarina dan sudah diijinkan untuk menggunakan terlebih dahulu lahan Jambu Dua, namun karena faktor-fak­tor lain, proses relokasi Jambu Dua itu belum bisa terjalani,” ungkapnya didepan sebagian anggota dewan yang hadir ke­marin.

Seperti diketahui, pen­gadaan lahan relokasi Peda­gang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor tersebut masih dalam proses penyidikan pihak Kejari Kota Bogor dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kota Bogor.

Sebelumnya, desakan demi desakan dilakukan oleh Lem­baga Survey Masyarakat (LSM) dan beberapa pengamat hu­kum di Kota Bogor untuk men­gusut tuntas dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh ‘oknum-oknum’ tertentu.

Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, berkas perkara penyidikan yang dilakukan Ke­jari Kota Bogor sudah hampir rampung dan memasuki ta­hap akhir, namun pihaknya ti­dak menyebutkan kapan akan melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. “Terkait penanganan perkara angkahong, proses pember­kasan sudah memasuki tahap akhir,” ujarnya saat ditemui BOGOR TODAY kemarin.

Ia juga menambahkan, tahapan selanjutnya yakni mengenai penyerahan barang bukti dan tersangka kepada penuntut umum untuk ditin­daklanjuti ketahap penuntut­an. “Tim penyidik belum men­gambil sikap untuk melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka, namun terkait hal ini berkas ketiga tersangka su­dah memasuki tahap akhir dan secepatnya akan diselesaikan ke tahap penyerahan barang bukti dan penahan tiga ter­sangka ini,” katanya, kemarin.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Bayi di Sungai Ngelo Jepara, Pelaku Pembuang Masih Diburu

Terkait hal itu, pihaknya ti­dak menyebutkan kapan akan melakukan penahanan kepada ketiga orang tersangka yang telah ditetapkan statusnya seb­agai tersangka. “Nanti akan kita lihat lebih lanjut, kita tidak bisa pastikan waktunya, yang jelas semuanya masih dalam tahap pemberkasan dan sudah ham­pir rampung,” pungkasnya.

Sekedar informasi, kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya ke­janggalan dalam pembelian la­han seluas 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternya­ta dalamnya telah terjadi trans­aksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata kepe­milikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan.

Dengan dokumen yang ber­beda itu, harga untuk pembe­basan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. empat orang tersangka dari ka­langan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah).

Sebelumnya pihak Kejari dan Kejati dituntut oleh berb­agai LSM untuk mempercepat proses penyidikan, bahkan permintaan untuk mencopot Kepala Kejari Kota Bogor juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung Indonesia, selain itu pi­hak LSM juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus korupsi ini, namun Ke­jari sendiri masih menyatakan kesanggupannya dalam mem­bongkar kasus korupsi.

Sementara itu, Peneliti dan Dekan Fakultas Hukum, Uni­versitas Pakuan Bogor, Mihradi mengatakan, lambatnya pe­nyidikan kasus mark up angga­ran pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua terbilang wajar, hal ini dikarenakan tidak mudah dalam menguak kasus yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Kota Bogor.

“Penyidikan yang dilaku­kan oleh Jaksa memang ter­bilang lamban, terkait hal ini masyarakat harus bersabar, karena tidak mudah untuk me­lengkapi berkas perkara yang saat ini masih dalam proses kajian Kejari maupun Kejati, semuanya harus sesuai den­gan Kitab Undang-undang Hu­kum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di­mana pada setiap unsur pasal perlu ditetapkan dua alat bukti untuk memperkuat alat bukti pada kasus ini,” ujarnya.

BACA JUGA :  Ngaku Guru Agama, Pria Makassar Nyamar Pakai Cadar Berbaur dengan Akhwat di Masjid

Mihradi juga mengatakan, selain empat orang yang saat ini ditetapkan menjadi tersang­ka patut diduga ada ‘permain­an’ dari sejumlah ‘oknum’ di Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor ataupun di Dewan Per­wakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor. “Saya tetap positif thinking terkait dengan peny­elidikan yang dilakukan pihak Kejari maupun Kejati. Selain empat tersangka, memang patut diduga ‘bau oknum’ lain yang terlibat, tetapi semua kita serahkan kepada Kejari mau­pun Kejati yang melihat kasus ini lebih dalam,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, kasus ini memang layak men­jadi sorotan publik melihat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang terbilang min­im namun lahir Peraturan Dae­rah (Perda) yang mengeluarkan porsi anggaran yang terbilang besar untuk pembelian lahan relokasi PKL. “Secara logis harganya memang tidak ma­suk akal, dari luas tanah 7302 meter di Jambu Dua dihargai senilai Rp 43,1 Miliar,” katanya.

Selain itu pihaknya juga mengatakan, perlu dikaji ulang mengenai status tanah yang menjadi objek tindak pidana tersebut. “Objek tanahnya juga harus dilihat, apakah status­nya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau malah tanah terse­but benar-benar milik Pemkot Bogor. Tidak lucu apabila sta­tus tanah tersebut milik Pem­kot tetapi dibeli lagi oleh Pem­kot, kita lihat saja kinerja Kejari maupun Kejati apakah bisa menangani kasus ini atau akan menyerahkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” pungkasnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================