WALIKOTA Bogor, Bima Arya Sugiarto membeberkan hasil kinerjanya didepan seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, kemarin sore. Dalam kesempatan itu, Bima mengklaim bahwa pihaknya telah mendapatkan ijin dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bogor, Katarina Endang untuk mempergunakan lahan Jambu Dua.
ABDUL KADIR BASALAMAH | YUSKA APITYA
[email protected]
Terkait dengan reÂlokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke pasar ‘Jambu Dua’ kita telah berbicara dengan Bu Katarina dan sudah diijinkan untuk menggunakan terlebih dahulu lahan Jambu Dua, namun karena faktor-fakÂtor lain, proses relokasi Jambu Dua itu belum bisa terjalani,†ungkapnya didepan sebagian anggota dewan yang hadir keÂmarin.
Seperti diketahui, penÂgadaan lahan relokasi PedaÂgang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor tersebut masih dalam proses penyidikan pihak Kejari Kota Bogor dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kota Bogor.
Sebelumnya, desakan demi desakan dilakukan oleh LemÂbaga Survey Masyarakat (LSM) dan beberapa pengamat huÂkum di Kota Bogor untuk menÂgusut tuntas dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh ‘oknum-oknum’ tertentu.
Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, berkas perkara penyidikan yang dilakukan KeÂjari Kota Bogor sudah hampir rampung dan memasuki taÂhap akhir, namun pihaknya tiÂdak menyebutkan kapan akan melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. “Terkait penanganan perkara angkahong, proses pemberÂkasan sudah memasuki tahap akhir,†ujarnya saat ditemui BOGOR TODAY kemarin.
Ia juga menambahkan, tahapan selanjutnya yakni mengenai penyerahan barang bukti dan tersangka kepada penuntut umum untuk ditinÂdaklanjuti ketahap penuntutÂan. “Tim penyidik belum menÂgambil sikap untuk melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka, namun terkait hal ini berkas ketiga tersangka suÂdah memasuki tahap akhir dan secepatnya akan diselesaikan ke tahap penyerahan barang bukti dan penahan tiga terÂsangka ini,†katanya, kemarin.
Terkait hal itu, pihaknya tiÂdak menyebutkan kapan akan melakukan penahanan kepada ketiga orang tersangka yang telah ditetapkan statusnya sebÂagai tersangka. “Nanti akan kita lihat lebih lanjut, kita tidak bisa pastikan waktunya, yang jelas semuanya masih dalam tahap pemberkasan dan sudah hamÂpir rampung,†pungkasnya.
Sekedar informasi, kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya keÂjanggalan dalam pembelian laÂhan seluas 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. TernyaÂta dalamnya telah terjadi transÂaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata kepeÂmilikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berÂbeda itu, harga untuk pembeÂbasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. empat orang tersangka dari kaÂlangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah).
Sebelumnya pihak Kejari dan Kejati dituntut oleh berbÂagai LSM untuk mempercepat proses penyidikan, bahkan permintaan untuk mencopot Kepala Kejari Kota Bogor juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung Indonesia, selain itu piÂhak LSM juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus korupsi ini, namun KeÂjari sendiri masih menyatakan kesanggupannya dalam memÂbongkar kasus korupsi.
Sementara itu, Peneliti dan Dekan Fakultas Hukum, UniÂversitas Pakuan Bogor, Mihradi mengatakan, lambatnya peÂnyidikan kasus mark up anggaÂran pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua terbilang wajar, hal ini dikarenakan tidak mudah dalam menguak kasus yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Kota Bogor.
“Penyidikan yang dilakuÂkan oleh Jaksa memang terÂbilang lamban, terkait hal ini masyarakat harus bersabar, karena tidak mudah untuk meÂlengkapi berkas perkara yang saat ini masih dalam proses kajian Kejari maupun Kejati, semuanya harus sesuai denÂgan Kitab Undang-undang HuÂkum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), diÂmana pada setiap unsur pasal perlu ditetapkan dua alat bukti untuk memperkuat alat bukti pada kasus ini,†ujarnya.
Mihradi juga mengatakan, selain empat orang yang saat ini ditetapkan menjadi tersangÂka patut diduga ada ‘permainÂan’ dari sejumlah ‘oknum’ di Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor ataupun di Dewan PerÂwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor. “Saya tetap positif thinking terkait dengan penyÂelidikan yang dilakukan pihak Kejari maupun Kejati. Selain empat tersangka, memang patut diduga ‘bau oknum’ lain yang terlibat, tetapi semua kita serahkan kepada Kejari mauÂpun Kejati yang melihat kasus ini lebih dalam,†ujarnya.
Ia juga menambahkan, kasus ini memang layak menÂjadi sorotan publik melihat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang terbilang minÂim namun lahir Peraturan DaeÂrah (Perda) yang mengeluarkan porsi anggaran yang terbilang besar untuk pembelian lahan relokasi PKL. “Secara logis harganya memang tidak maÂsuk akal, dari luas tanah 7302 meter di Jambu Dua dihargai senilai Rp 43,1 Miliar,†katanya.
Selain itu pihaknya juga mengatakan, perlu dikaji ulang mengenai status tanah yang menjadi objek tindak pidana tersebut. “Objek tanahnya juga harus dilihat, apakah statusÂnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau malah tanah terseÂbut benar-benar milik Pemkot Bogor. Tidak lucu apabila staÂtus tanah tersebut milik PemÂkot tetapi dibeli lagi oleh PemÂkot, kita lihat saja kinerja Kejari maupun Kejati apakah bisa menangani kasus ini atau akan menyerahkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),†pungkasnya. (*)