BANDUNG, TODAY — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akhirnya menolak penangguhan Upah MiniÂmum Kabupaten/ Kota (UMK) sebanyak 9 perusaÂhaan dari total 110 perusahaan.
Kepala Seksi Jaminan Sosial dan KesejahterÂaan Pekerja DiÂnas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Teguh Khasbudi menÂgatakan, sebanyak 110 perusahaan yang terseÂbar di kabupaten/kota di Jabar mengajukan permohonan izin penangguhan pelaksanaan upah minimum kabupaten/kota 2016. “Dari jumlah tersebut, 101 perusahaan dikabulkan dan 9 perusahaan ditolak oleh Pak Gubernur,†katanya, Senin (7/3/2016).
Teguh menjelaskan, 110 perusahaan terseÂbut antara lain di Kabupaten dan Kota Bekasi, Karawang, Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Sukabumi, Cianjur, KaÂbupaten Bandung, Cimahi, Sumedang, MaÂjalengka, Subang, Purwakarta, dan Banjar.
Hampir 90% di antaranya adalah peruÂsahaan padat karya, yaitu perusahaan yang memiliki pekerja di atas 200 orang, dan tidak melihat kompetensi dasar pekerja seperti perusahaan garmen, tekstil, dan kerajinan.
Menurutnya, perusahaan yang mengaÂjukan izin penangguhan UMK 2016 harus memenuhi persyaratan yang cukup berat. Pertama, harus melampirkan hasil audit akuntan publik 2 tahun berturut-turut yaitu 2014 dan 2015.
Hasil audit tersebut harus membuktiÂkan bahwa neraca keuangan perusahaan tidak mampu atau defisit. Hal itu juga haÂrus dilengkapi dengan proyeksi pasar dan perencanaan perusahaan untuk 2 tahun ke depan, yaitu meliputi perencanaan produksi dan pasar. “Syarat lainnya adalah adanya kesepakatan antara pekerja dan peÂrusahaan. Kalau tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak itu, maka tidak mungkin Pak Gubernur mengabulkan, pasti akan diÂtolak,†tegasnya.
Sembilan perusahaan yang ditolak, karena tidak memenuhi persyaratan, yaitu tidak adanya kesepakatan antara pekerja dan perusahaan. Selain itu, perusahaan tersebut tidak bisa membuktikan hasil audit akuntan publik atau audit eksternal perusaÂhaan yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut betul-betul neraca keuangannya tidak mampu untuk membayar upah. “Jadi, tidak asal mengajukan penangguhan. DisÂnarkertrans Jabar punya tim verifikasi. PeÂrusahaan yang mengajukan penangguhan pelaksanaan UMK itu kita verifikasi adminÂistrasi dan lapangan,†ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Jabar Ari Hendarmin mengaku tidak memÂpermasalahkan adanya penolakan penÂangguhan UMK terhadap beberapa peruÂsahaan, selama masih sesuai mekanisme perundang-undangan. “Kami tidak memÂpermasalahkan, karena sudah melalui meÂkanisme yang ada,†katanya.
Seperti diketahui, penetapan UMK 2016 mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015. Gubernur Jawa Barat, Ahmad HeryÂawan mengungkapkan, PP 78 Tahun 2015 harus diikuti oleh pemerintah daerah yang ada di Jawa Barat.
Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor, telah mengajukan kenaikan UMK sebesar 12 persen, dari sebelumnya Rp 2,6 juta menjadi Rp 2,975 juta. “Kami sudah sepakÂati dengan perwakilan elemen buruh untuk kenaikan UMK sebesar 12 persen. PerbeÂdaannya juga hanya 0,5 persen dari yang ditetapkan Pemprov Jabar. Mudah-mudahÂan ini bisa diterima,†kata Ketua Dewan PenÂgupahan Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat, beberapa waktu lalu.
Yous menerangkan, buruh yang meminÂta kenaikan UMK sebesar 20 persen atau menjadi Rp 3,3 juta terlalu berat untuk dikÂabulkan. “Melihat perekonomian sekarang ini, sangat sulit. Kalau dipaksakan, khawatir banyak perusahaan yang tutup,†tegas Yous yang juga menjabat Kepala Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (DinsosÂnakertrans) ini.
Sementara untuk di Kota Bogor dari pengajuan Rp 3,3 juta disetujui sebesar Rp 3.022.000.
Kepala Dinsosnakertrans Kota Bogor, Anas S Rasmana mengatakan, konsep dasar PP Nomor 78, untuk memperjelas metodeloÂgi pengupahan, maksudnya tidak menimbulÂkan keresahan kedua pihak pengusaha atau buruh.
Kata Anas, pengajuan kajian ulang dihaÂruskan melibatkan buruh dalam negoisasi upah. Saat ini pihaknya terus melakukan pengawasan, bagi pengusaha yang tidak mempu membayar upah akan ada penangÂguhan upah. “Untuk itu kami akan terus inÂtens mengawasi hal ini,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)