PEMIMPIN Redaksi (Pemred) Indopos Muhammad Noer Sadono alias Don Kardono mengaku menerima uang Rp2 miliar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Uang tersebut digunakan untuk biaya pencitraan Jero Wacik saat menjabat sebagai Menteri ESDM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Dalam kesaksiannya di sidang untuk terdakwa Jero Wacik, Don menÂgatakan, awalnya perÂmintaan pencitraan itu datang dari Sekretaris Jenderal KeÂmenterian ESDM Waryono Karno. Kemudian Indopos mengajukan draf proposal ke Kementerian ESDM.
Setelah melakukan negosiasi, disepakati biaya pencitraan dipatok sebesar Rp3 miliar. Namun pembaÂyaran baru dilakukan Rp2 miliar. “Kami diminta Pak Waryono Karno untuk membantu pecintraan atau mengemas berita positif untuk Pak Jero Wacik,†ujar Don di PengadiÂlan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Berkali-kali Don mengatakan, dana pencitraan itu bukan diambil dari APBN. Dia memastikan hal itu dari pernyataan Waryono yang meÂnyebut hal itu secara langsung. “Ini bukan dana dari negara, tapi nonÂbujeter. Ini business to business,†jelas Don.
Rencananya dana sebesar itu akan didistribusikan untuk pemberÂitaan di tiga media, yaitu 50 persen untuk Indopos, dan sisanya masing-masing untuk Jawa Pos dan Rakyat Merdeka. “Itu grup kami,†katanya.
Don meneken kontrak tersebut pada 19 Januari 2012. Kontrak berÂlaku selama setahun. Namun baru tiga bulan berlalu, proyek itu dipuÂtus. Don mengatakan, pihak kemenÂterian tidak bisa dikonfirmasi setelah itu. “Kami tidak tahu harus bagaimaÂna, dilanjutkan atau tidak, mengganÂtung sampai sekarang,†katanya.
Selama transaksi pembayaran Rp2 miliar, Don mengaku baru menerima bukti kuitansi dua kali. Masing-masing Rp250 juta. SemenÂtara sisanya diserahkan tanpa kuiÂtansi. Sisa transaksi itu dilakukan secara langsung dan melalui reÂkening Indopos. “Karena itu dana nonbujeter, kami tidak terlalu meÂmikirkan hal itu (kuitansi),†katanya. Pencitraan Disebut Smart Reporting
Don menyebut proyek penciÂtraan itu dengan istilah smart reportÂing. Istilah itu dimaknai Don sebagai reportase yang memberi nuansa positif terhadap pihak yang memÂberi order, dalam hal ini kementeÂrian ESDM. “Saya membuat draf smart reporting, tujuannya sama untuk pencitraan,†katanya.
Proyek pencitraan itu bertepaÂtan dengan adanya rencana kenaiÂkan harga bahan bakar minyak. Saat momen ini, berita tentang reaksi penolakan masyarakat menjadi soÂrotan media.
Don mengambil sudut pandang lain. Dia menyoroti sisi positif dari kenaikan harga BBM. Salah satunya, beban negara semakin membengÂkak jika harga BBM tidak dinaikkan. Dalam seminggu, Don mengatakan, menerbitkan antara dua hingga tiga berita. “Goal kami, publik menjadi tenang, nyaman, dan memahami dengan detail, karena itu kami namÂakan smart reporting,†jelas Don.
Dia menilai media saat ini sebaÂgai sebuah industri, bukan pers perÂjuangan seperti era 1945. Karena itu agar media tetap hidup, lanjutnya, pemberitaan tidak melulu menyuÂarakan kritik. Pemberitaan bisa dilakukan dengan cara yang lebih kreatif, katanya. “Kita memberikan input yang positif, itu adalah salah satu mazhab kami. Bahwa tidak seÂmua media harus menyerang,†kata Don. (/cnn)