Oleh: NADIA ZULFA
Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Mansyur (STAISMAN), PANDEGLANG
Hasan Al Banna seorang tokoh pergerÂakan di Mesir pernah berkata, “Di setiap kebangkitan pemuÂdalah pilarnya, di setiap pemikiÂran pemudalah pengibar panji-panjinya.†Begitu juga dalam sejarah Islam,banyak pemuda yang mendampingi Rasulullah dalam berjuangan seperti MusÂhaib bin Umair , Ali bin Abi tholib, Aisyah dll. Waktu itu banyak yang masih berusia 8,10 atau 12 tahun.
Dan usia-usia itu tidak dapat diremehkan. Mereka punya peran penting dalam perjuangan. Maka dari itu jika ingin Indonesia menÂjadi lebih baik maka perbaikan itu yang utama ada di tangan pemuÂda, Perbaikan itu akan tegak dari tangan pemuda dan dari pemuda Jiwa yang muda, lahir dari seÂmangat yang kental, keperwiraan yang sejagat serta keinginan yang meluap-luap. Jiwa muda juga adalah jiwa keberanian, jiwa kesÂatuan dan juga jiwa pengharapan. Rugilah jika anda muda pada “zaÂhirnya†tetapi tua dari segi “seÂmangat†dan “pemikiranâ€.
Dalam hal ini, Imam Hassan Al Banna telah mengariskan 4 rukun pemuda yaitu ;
1) Iman (hati yang suci) 2) Ikhlas (jiwa serta sanuÂbari yang jernih dan bersih) 3) Hammasah (perÂasaan yang kuat serta segar mekar) 4) Amal (azam seorang pemuda yang gagah lagi tabah)
Pembinaan individu ini menÂgambarkan pemuda sebagai seorang yang mempunyai keÂmampuan, tekad, keberanian dan kesabaran dalam menghadapi ujiÂan. Dengan adanya pemuda yang beriman seperti ciri-ciri di atas, segala permasalahan umat dapat diatasi, musuh dapat dikalahkan dan bendera kebaikkan dapat dikibarkan. Tidak keterlaluan jika disebut, pemuda adalah tongak kepada mana-mana kebangkitan umat sejak zaman berzaman dan mereka penjadi pendokong utaÂma kepada mana-mana fikrah perÂjuangan. Allah berfirman di dalam surah Al Kahf ayat 13:
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman dengan Tuhan mereka; dan kami tambahkan petunjuk keÂpada merekaâ€
Justru, apabila tanggungjawab menegakkan kembali risalah IsÂlam dan mengembalikan semula syiar Islam diletakkan di atas bahu pemuda, maka persoalan pertaÂma yang harus kita tanya kembali sebelum pergi kepada persoalan-persoalan asasi yang lain, adakah pemuda-pemudi kita pada hari ini sadar akan tugas mereka? Sadar akan potensi diri yang ada pada mereka? Sadar akan ancaman yang sedang menimpa ummat mereka pada hari ini?
Untuk menjawab persoalan-persoalan ini, pemuda-pemudi Islam harus dikembalikan kepada kesadaran dan kepahaman untuk kembali bergerak di atas panduan wahyu, petunjuk sunnah, kekeÂmasan strategi, serta tunjuk ajar daripada guru-guru dalam berbÂagai bidang kepakaran ilmu.
Semua ini memerlukan nilai pengorbanan dan kesakitan yang sama yang telah dilalui oleh muÂsuh, sebelum berjaya menghasilÂkan dampak kepada dunia. Usaha yang kelihatan sukar ini merupakÂan satu titik asas kepada mana-maÂna proses pembentukan tamadun. Usaha ini bukanlah perkara yang mudah bahkan tidak akan berjaya sekiranya kita tidak melalui liku-liku kesukaran dalam perjuangan.
Benarlah, seperti kata sahabat saya, perancangan musuh yang dihasilkan dengan jutaan dollar, jutaan masa, jutaan tenaga, sejak beberapa era yang lalu, tidak akan berjaya dilumpuhkan hanya dengan luahan kata di media sosial.
Ada dua jenis pemuda seperti yang diuraikan oleh Imam As SyaÂhid Hassan Al Banna.
Pemuda yang pertama adalah pemuda hidup dan membesar serÂta larut dalam kesenangan dunia. Lahir dalam keadaan diri yang senang lenang, tidak langsung merasakan serta memikirkan kepayahan umat dan mereka ini menumpukan tenaga dan fikiran mereka hanya untuk memuaskan nafsu diri. Pergi kuliah, balik kuliÂah, pergi kerja balik kerja, malam hari berhibur bersama kawan-kawannya, bershopping, tengok cerita korea, tengok anime, main game, masih ada lagi masa berÂcinta, bercouple, mencari uang untuk mengejar kekayaan dunia, hidup untuk diri sendiri dan mati untuk diri sendiri.
Hanya itu! Tiada agenda hidup yang jelas. Pandangan hidup merÂeka hanya sekadar untuk mengÂenyangkan perut dan memenuhi tuntutan syahwat.
Adapun pemuda kedua, adalah pemuda yang lahir dan membesar di tengah-tengah keÂadaan umat yang sedang berjuang dan bertindak karena mereka sedang dijajah oleh musuh. Oleh itu, pemuda itu terpaksa berjuang sedaya upaya untuk mengembaÂlikan hak mereka yang telah diÂrampas dan juga segala kebebasan yang hilang. Kita beranggapan bahwa keadaan ini berlaku di MeÂsir, Syria, Palestina dan di belahan pelosok dunia Islam yang ditindas oleh kuasa militer.
Sebenarnya di belahan pelosok dunia, umat Islam kini ditindas! Tamadun bathil menaungi sistem hidup yang sedang kita diami sekaÂrang. Di negara kita mungkin tidak merasakan penindasan berbentuk phisikal seperti mana yang dialami oleh sahabat-sahabat kita di jazirah Arab, tetapi diri kita sebenarnya ditindas dari sudut ideologi bathil dan serangan pemikiran yang kuat menghujam segenap aspek kehiduÂpan ummat! Bersenang senang dan beranggapan bahawa tiada lagi jihad di Negara kita adalah satu tangapan yang salah! Apatah lagi bersenang senang serta tidak risau akan nasib ummat.
Suatu hakikat yang harus kita pahami, jika perjuangan buat pemuda di sana berbentuk peperÂangan phisikal berhadapan denga bom peluru, maka di negara kita perjuangan buat pemuda adalah perjuangan berbentuk serangan bom pemikiran ideologi. PerjuanÂgan ini memerlukan kepada penÂgorbanan dan musuh yang perlu dihadapi bukan sembarangan! MuÂsuh ini lebih halus daripada bakteri kuman, kerena ia boleh meresap masuk ke dalam pemikiran umat lalu merusaknya tanpa kita sadari.
Dan pada waktu dan ketika ini, jika kita telah sadar maka, adalah kewajiban kita yang utama lagi pertama untuk menumpuÂkan segala perhatian demi untuk kepentingan ummat melebihi keÂpentingan diri kita sendiri.
Shalahudin Al Ayyubi memberiÂkan inspirasi terhadap pemuda InÂdonesia dalam sebuah perjuangan. Bahwa perjuangan butuh keikhlaÂsan dan total dalam melangkah demi mencapai cita- cita mulia, dan tidak gampang putus asa dalam melakukan perjuangan. Karena perjuangan butuh kesabaran total dalam melakukan hajat mengemÂban sebuah tugas yang lebih beÂsar. Inilah sebuah perjuangan jiwa shalahudin Al ayyubi yang mampu memberikan inspirasi kepada pemuda Indonesia diera saat ini.
Sabar dalam perjuangan buÂkanlah diam tanpa kata. Sabar buÂkanlah diam menunggu berlalunya sesuatu. Dan sabar bukanlah sikap pasrah dalam menghadapi sesuatu.
Namun “Kesabaran yang SeÂbenarnya†adalah: sifat itiqomah, disertai keimanan dan ketaqwaan saat menjalani rangkaian cobaan dalam mahligai kehidupan, baik itu kesedihan maupun kebahaÂgiaan. Banyak orang yang belum memahami arti sebuah ‘KesabaÂran yang Sebenarnya’, sehingga mereka mengatakan: “Kesabaran itu ada batasnyaâ€. Padahal sabar itu tanpa batas. Kesabaran akan terus bertambah seiring dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt.
Hal ini pernah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. Disaat beliau berjuang menyebarkan agama isÂlam dengan kelembutan hatinya, banyak orang- orang kafir yang memusuhinya. Nabi Muhammad diancam, dicaci, diludahi, bahkan dilempar dengan kotoran sekaÂlipun. Namun beliau tetap terseÂnyum dan tidak menaruh dendam sedikitpun, sehingga ia mendapatÂkan gelar ‘Ulul Azmi’, karena memÂpunyai tingkat kesabaran dan ketÂabahan yang luar biasa. (*)
sumber: BantenFlash.com