SEORANG ustadz di depan jamaah pengaÂjiannya mengeluarkan dua lembar uang kerÂtas Rp 100.000 dan Rp 50.000. Uang ini dicetak pada tahun yang sama oleh Perum Peruri. ‘’KaÂlau saya minta bapak-bapak mengambil uang ini, pilih yang mana?’’ tanya Ustadz yang diÂjawab serentak oleh jamaahnya, ‘’Seratus ribu.’’
Lalu ustadz itu meremas-remas uang Rp 100.000 hingga kusut tak karuan. Para jamaah tetap memilih yang seratus ribuan. Ustadz itu menambahkan nol satu pada uang 50.000 yang masih mengkilat hinga jadi 500000, para jamaah tetap memilih yang 100.000.
Moral dari permainan ustadz ini, adaÂlah sesuatu yang disepakati baik, mulia, dan bernilai tak akan pernah menjadi hina karena disaingi. Pencitraan 50000 menjadi 500000 tak bisa mengalahkan uang asli 100.000. Hanya orang bodoh yang termakan pencitraan. Selusuh apapun tampilan luar 100.000-an, tetaplah terpilih. ‘’Allah tidak melihat pada rupamu dan jasmanimu, melainkan pada hatimu dan perbuatanmu,’’ demikian sabda Muhammad Rosulullah.