Bencana merupakan musibah yang datang tiba-tiba dan tak pernah diundang kehadirannya. Karena itu kesipaksiagaan semua komponen sangat diperlukan untuk mengantisipasi ketika bencana datang dan memporak-porandakan banyak aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Kesiapsiagaan ini disamping terkait dengan segala macam penanganan penanggulangan bencana secara pisik juga tidak kalah pentingnya adalah penyediaan barang dan jasa untuk keperluan penanggulangan bencana.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Prinsipnya semua perisÂtiwa bencana selalu dibarengi dengan keÂadaan darurat. BanÂtuan berupa barang dan jasa juga berada dalam keÂadaan yang serba darurat. MenÂjadi masalah, untuk melakukan pengadaan barang dan jasa ada ketentuan yang harus dipenuhi. Apakah harus dengan lelang atau penunjukkan langsung ? Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa dirumuskan, bahwa PenÂgadaan Barang/Jasa adalah kegÂiatan untuk memperoleh Barang/ Jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebuÂtuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memÂperoleh Barang/Jasa.
Sedangkan Pasal 24 huruf f dan g Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 TenÂtang Penyelenggaraan PenangÂgulangan Bencana menegaskan, bahwa pada saat status keadaan darurat bencana ditetapkan, BNPB (Badan Nasional PenangÂgulangan Bencana) dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) mempunyai kemudahan akses di bidang pengadaan baÂrang/jasa serta pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/ atau barang. Lebih lanjut ditegasÂkan pada saat keadaan darurat bencana, pengadaan barang/jasa untuk penyelenggaraan tanggap darurat bencana dilakukan seÂcara khusus melalui pembelian/ pengadaan langsung yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi pada saat keadaan tanggap daruÂrat. Pembelian/pengadaan langÂsung tidak ditentukan oleh jumÂlah dan harga barang/jasa.
Pengadaan barang / jasa yang dimaksudkan meliputi : pencarÂian dan penyelamatan korban bencana; pertolongan darurat; evakuasi korban bencana; keÂbutuhan air bersih dan sanitasi; pangan; sandang; pelayanan kesÂehatan; dan penampungan serta tempat hunian sementara. SeÂdangkan pengadaan barang/jasa selain ketentuan di atas dapat dilakukan oleh instansi/lembaga terkait setelah mendapat persetuÂjuan Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai kewenangannya. Persetujuan tersebut dapat diÂberikan secara lisan dan diikuti persetujuan secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 x 24 jam. (Pasal 40 PP 21/2008).
BNPB menggunakan dana siap pakai yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk pengadaan barang dan/atau jasa pada saat tanggap darurat benÂcana. BPBD menggunakan dana siap pakai yang dapat disediakan dalam APBD dan ditempatkan dalam anggaran BPBD untuk penÂgadaan barang dan/atau jasa pada saat tanggap darurat bencana. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai Pada Status KeÂadaan Darurat Bencana, dana siap pakai adalah dana yang selaÂlu tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah untuk digunakan pada status keadaan darurat benÂcana, yang dimulai dari status siaÂga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.
Pengelolaan dan pertangÂgungjawaban uang dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf g diberikan kemudahan terhadap pengeloÂlaan dan pertanggungjawaban dana siap pakai. ( Pasal 42 PP21/2008). Dana siap pakai diÂalokasikan secara terpisah pada anggaran BNPB dan digunakan terbatas pada pengadaan barang dan/atau jasa. (*)