Pencabutan subsidi listrik bagi 23 juta pelanggan PT Perusahaan Listrik Nasional (Persero) akan dimuÂlai secara bertahap. Pencabutan subsidi dimulai di wilayah Jakarta, Bogor Depok, Tangerang, dan Bekasi, efektif per 1 Januari 2016.
Direktur Utama (Dirut) PT PLN, Sofyan Basyir mengatakan, Jabodetabek menjadi wilayah yang pertama terkena pencabuÂtan subsidi listrik. Setelah itu menyusul ke seluruh Pulau Jawa. “Tahap awal dilakukan di JabodeÂtabek dan Jawa,†kata Sofyan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Sekretaris Perusahaan PT PLN, Adi Supriono mengungkapkan, di DKI Jakarta ada 5 juta pelanggan yang subsidinya dicabut. “Yang harus dikurangin 20 jutaan. DKI mungkin bisa 4-5 juta,†tuturnya.
Seperti diketahui, KementeriÂan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mencabut subsidi listrik 23 juta kepala keluarga (KK) yang mulai berlaku pada 2016. Saat ini masih ada 48 juta kepala keluarga yang menjadi golongan pelanggan 450 ampere dan 900 ampere. Golongan tersebut maÂsuk dalam kategori masyarakat kecil, sehingga bisa menikmati subsidi listrik.
PLN akan menggunakan data Tim Nasional Percepatan PenangÂgulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk menetapkan keluarga yang mendapatkan subsidi listrik. NaÂmun, dari data tim tersebut yang terdaftar sebagai keluarga miskin hanya 24,7 juta keluarga. Jadi siÂsanya, 23 juta KK akan dicabut subsidinya tahun depan.
Pemerintah mengalokasikan subsidi listrik pada tahun ini sebesar Rp 73,15 triliun yang diÂberikan melalui mekanisme tarif berdasarkan golongan pengguna daya 450 VA dan 900 VA. SelaÂma ini, pelanggan listrik 450 VA membayar subsidi Rp 415,5 per KWh dan pelanggan listrik 900 VA membayar tarif subsidi Rp 586,23 per KWh.
Sedangkan di Rancangan AngÂgaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, nilai subÂsidi listrik dipangkas menjadi Rp 50 triliun dan diberikan dengan cara mekanisme tarif berdasarkan penghasilan.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rasio elektriÂfikasi Indonesia saat ini sebesar 86,39 persen, lebih rendah dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (100 persen), Brunei Darussalam (99,7 persen), bahkan Vietnam (98 persen).
(Yuska Apitya Aji)