BOGOR, TODAYÂ – Nilai tukar rupiah yang telah menyentuh angka diatas Rp 14 ribu per dolÂlar AS berimbas pula pada industri garmen di Kabupaten Bogor. Sejumlah perusahaan pun terpaksa mengurangi jam kerja karyawannya.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DinsosnakerÂtrans) Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat.
Menurutnya, jika dari laporan yang diteriÂmanya, dampak pelemahan nilai tukar rupiah paling terasa pada pabrik-pabrik yang mengÂgunakan bahan baku impor.
“Pengurangan jam kerja ini mayoritas terÂjadi pada pabrik-pabrik yang menggunakan bahan baku impor. Dengan mengurangi jam kerja, kuantitas produksi mereka juga diÂkurangi. Mereka rata-rata berkutat di bidang manufaktur,†tegas Yous, Rabu (2/9/2015).
Untuk mengantisipasi adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Dinsosnakertrans sendiri menggandeng Dewan Pengupahan buruh dan Apindo untuk mencari solusi bagi kelangsungan para pekerja di tengah sengkaÂrut perekonomian ini.
“Kami akan mengajak Dewan Pengupahan dan Apindo untuk duduk bersama berdiskusi supaya tidak ada PHK di pabrik yang terkena imbas dari merosotnya rupiah ini. Tapi, jika nilai tukar rupiah terus merosot, ya kemungkiÂnan besar PHK tidak bisa dihindari,†lanjutnya.
Mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor ini mengungkapkan, salah satu cara unÂtuk mencegah terjadinya PHK yaitu dengan melakukan penundaan Upah Minimum Kerja (UMK).
“Kita tidak ingin PHK terjadi, maka unÂtuk menjaga itu salah satu caranya dengan melakukan penundaan kenaikan UMK yang secara nasional didorong untuk dinaikan sebeÂsar 20 persen,†tambahnya.
Terpisah, Ketua Komisi IV Dewan PerÂwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno mengatakan, DPRD tidak ingin adanya PHK di perusahaan. Untuk itu, Komisi IV berencana akan mendatangi pabrik-pabrik yang memiliki serapan tenaga kerja tinggi.
“Kami akan melakukan komunikasi agar hal yang ditakutkan para pekerja tidak terjadi serta mencari solusi pencegahan agar PHK tiÂdak terjadi,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah)