JAKARTA, TODAY — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjalin kerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengamankÂan penerimaan negara, khususnya pajak dan bea cukai. Apalagi denÂgan target penerimaan pajak dan bea cukai tahun depan yang menÂcapai Rp 1.546,7 triliun.
Kerja sama ini diresmikan dengan penandatanganan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro dan Kepala BIN, Sutiyoso di Gedung Djuanda, Kemenkeu, JaÂkarta, Kamis (26/11/2015).
“Fokus dari kerÂjasama ini adalah untuk pajak dan bea cukai. Kami sangat terima kaÂsih kepada Kepala BIN untuk bekerjasama memperkuat intelijen di bidang ekonomi, khuÂsusnya penerimaan negara,†kata Bambang.
Adapun ruang lingkup kerja sama adalah, pelaksanaan deteksi dini permasalahan perpajakan, pengamanan pelaksanaan pengÂgalian potensi perpajakan, evaluÂasi kinerja, program dan rencana aksi strategis, serta peningkatan dan pengembangan intelijen perÂpajakan. Kemudian kerjasama pada tataran pusat dan daerah, pengguÂnaan, peningkatan dan pengemÂbangan sumber daya yang dimiliki oleh para pihak dan pemanfaatan data dan informasi terkait permaÂsalahan penerimaan perpajakan. “Melalui MoU ini artinya mengaÂmankan berapa pun target saat akhir tahun, jadi kata kuncinÂya adalah mengamankan,†sebut Bambang.
Bambang mengungÂkapkan, dalam waktu dekat data wajib pajak yang bermasalah akan segera disetorkan ke BIN. Target utama yang akan dikejar pelaku bisnis gelap atau ilegal. “ Ini lebih kepada bisnis yang gelap, pola bisnis yang tidak terdeteksi. Nah itu saja. Banyak kok di Indonesia,†kata Bambang.
Bambang menambahkan, selama ini Kemenkeu memang telah bekerja sama dengan beberapa lembaga, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, PPATK berfungsi hanya sebatas transaksi keuangan, bukan ke pola bisnis. “Kalau BIN, intelijen secara umum. Intelijen tuh misalnya punya bisnis gelap misalnya, kan itu intelijen yang tahu, PPATK nggak tahu, dia hanya lihat transaksi keuanÂgan,†jelasnya.
Bambang menambahkan, dalam Ditjen Pajak sebelumnya memang sudah ada Direktur Intelijen dan penyidikan pajak. Unit eselon II tersebut diharapkan akan berfungsi lebih optimal. “Saya rasa bagus, paling tidak meningkatkan fungsi Intelijen pajak. Kita kan punya direktorat intel yang mungkin belum optimal. Nah ini yang mau kita optimalkan dengan kerja sama BIN ini,†papar Bambang.
Dalam waktu dekat, satuan tugas (satÂgas) optimalisasi pengamanan penerimaan akan dibentuk untuk membuat program dan sasaran strategis, dan koordinasi denÂgan Kementerian Lembaga (KL) lainnya dan pemerintah daerah.
Sutiyoso menambahkan, salah satu tuÂgas nyata yang dilakukan BIN adalah dengan penyadapan. Tentunya dari sisi Kemenkeu tidak memiliki kewenangan tersebut. “BIN memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan, artinya bisa memeriksa aliran dana seseorang,†kaya Sutiyoso.
Drajad Wibowo, Ketua Dewan InformaÂsi Strategis dan Kebijakan BIN menjelaskan, ada dua pola yang akan dilakukan nantinya. Pertama, yaitu dengan menerima data dari Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, atas piÂhak yang sulit untuk dilacak pembayaran pajaknya. “Jadi nanti orang pajak menyamÂpaikan kita kesulitan memverifikasi si A si B dan si C. Beri nama ke BIN, nanti diproses,†ungkap Drajad, di Gedung Djuanda, KemenÂkeu, Jakarta, Kamis (26/11/2015)
Drajad memastikan, dalam pelaksaÂnaan di lapangan, tidak akan ada interaksi langsung antara intelijen dengan pihak yang ditargetkan. “Jadi orang Pajak atau Bea CuÂkai yang nantinya akan berinteraksi. Kita hanya mengumpulkan data dan informasi,†jelasnya.
Pola kedua adalah dengan memanÂfaatkan informasi dari jaringan intelijen. Baru kemudian diserahkan kepada pihak Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai untuk ditindaklanjuti. “Intelijen pajak dan di bawah koordinasi BIN. Misalkan dari jaÂringan BIN kita menemukan ada potensi penyelundupan di mana , nanti kami beri ke intelijen dan nanti dilaporkan ke Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai,†terang Drajad.Memburu Pemain Miras
Sektor bea cukai juga menjadi area yang akan ditangani oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Di antaranya, memberantas bisnis rokok dan minuman ilegal yang masih cukup marak di Indonesia.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC), Heru Pambudi menyatakan, BIN nantiÂnya akan bersinergi dengan intelijen di unit eselon II Ditjen Bea Cukai. Terutama dalam pengolahan data dan informasi. “Intelijen kita dengan BIN pasti ada irisan, tadi disampaikan kepala BIN. BIN ada tugas memetakan risiko perekonomian, kita puÂnya wilayah yang sama,†ujar Heru, di GeÂdung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Dia menuturkan, pada beberapa wilayah perbatasan masih banyak beredar rokok dan minuman ilegal. Untuk memberÂantas ini diperlukan bantuan BIN, agar otak bisnisnya bisa dihentikan dengan cepat. “Ini nanti yang disinergikan itunya nanti di pedalaman terutama di minuman dan roÂkok,†tegas Heru.
Pasar Miras Ilegal
Di Bogor, pangsa sebaran miras ilegal terhitung menggila. Hampir seluruh disÂkotek di Kota Bogor menjual aneka miras tanpa stempel cukai. “Hasil sidak terakhir kami dengan Muspida Kota Bogor memang menyatakan bahwa hampir semua diskotek dan hiburan malam di Kota Bogor menjual miras ilegal. Mereka mendapat pasokan dari pelabuhan dan bandara,†kata Ketua Komisi C DPRD Kota Bogor, Yus Ruswandi, Kamis (26/11/2015).
Politikus Golkar itu mengatakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan meneken kerÂjasama dengan Dirjen Bea dan Cukai untuk memperketat pengawasan barang masuk ke hiburan malam. “Kami tidak menggarap perda miras karena komitmen Kota Halal melarang hal itu. Dan sampai saat inipun, kami masih berkomitmen melaksanakan edaran menteri terkait pelarangan miniÂmarket menjual bir atau miras,†kata Yus.
(Yuska Apitya Aji)