JAKARTA TODAY– PT PerÂtamina (Persero) belum mau mengikuti langÂkah dua pesaingnya yakni SPBU Shell dan SPBU Total yang sejak Rabu (11/6/2015) menaikkan harÂga produk bahan bakar minyak (BBM) non subsidinya. Saat ini harga PertaÂmax masih Rp 9.300/liter.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, piÂhaknya masih menghitung lagi, apakÂah harus menaikkan harga Pertamax atau tidak, seperti yang dilakukan SPBU Shell dan Total. “Belum hari ini, saya harus koordinasikan,†ujar BamÂbang, Jumat (12/6/2015).
Ia menambahkan, salah satu pertimbangan Pertamina menahan naiknya harga Pertamax adalah, dikhawatirkan akan terjadi migrasi pengguna Pertamax ke Premium. KerÂena semakin banyak pengguna PertaÂmax pindah ke Premium, Pertamina merugi.
“Bisa naik bisa tidak, sesuai hasil evaluasi strategi marketing kami. AnÂtara kemungkinan prifit yang diperÂoleh terhadap kerugian akibat migrasi ke Premium, persaingan pasar, pelayÂanan dan kepuasan pelanggan, dan sebagainya,†tutup Bambang.
Namun Bambang mengakui, langÂkah Shell dan Total yang sudah menaiÂkkan harga bensinnya sejak kemarin, memang karena harga dasar bensin RON 92 dan 95 naik. Saat ini harga MOPS RON 92 sudah di atas US$ 80 per barel, belum ditambah kurs ruÂpiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di atas Rp 13.000/liter. “MOPS produk RON 92 sudah di atas US$ 80 per barel, kurs sudah di atas Rp 13.000/dolar AS,†kata Bambang.
MOPS dan kurs merupakan salah satu komponen pembentuk harga bensin RON 92 dan 95 di SPBU baik itu SPBU Shell, Total, maupun SPBU Pertamina. Belum ditambah ongkos angkut impor, distribusi ke depot, sampai upah pegawai SPBU. “MOPS dan kurs itu salah satu komponenÂnya saja. Tinggal kalikan saja harga dasarnya bensin RON 92 dan 95,†kata Bambang.
Bila dihitung, MOPS US$ 80 per barel dikalikan kurs rupiah Rp 13.000 sama dengan Rp 1.040.000/barel. SeÂtiap 1 barel sama dengan 159 liter, seÂhingga Rp 1.040.000/barel dibagi 159 sama dengan Rp 6.540/liter.
Dengan naiknya MOPS di atas 80 per barel, bukan hanya Pertamax yang harusnya naik, tapi sebenarnya Premium harusnya juga naik. Namun, pihaknya harus menunggu arahan dari pemerintah. Pemerintah punya pertimbangan sendiri, terutama unÂtuk menjaga stabilitas harga kebutuÂhan masyarakat tidak bergejolak khuÂsusnya menjelang lebaran dan puasa. Meskipun, Premium bukan lagi BBM yang disubsidi. “Kalau Premium kita tunggu arahan pemerintah. Tapi yang jelas, menurut Direktur Jenderal MinÂyak dan Gas Bumi, harga Premium mestinya tidak segitu (Rp 7.300-Rp 7.400),†tutupnya.
(Alfian M|detik)