PENURUNAN tajam harga minyak dalam dua tahun terakhir sangat berimbas pada keuangan perusahaan-perusahaan minyak, tak terkecuali perusahaan-perusahaan besar seperti Chevron dan ConocoPhilips. Dua perusahaan ini bahkan diambang bangkrut.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
ConocoPhilips Indonesia, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sekaligus operator Blok B Natuna Selatan, terpaksa menunda kenaiÂkan gaji karyawan sebagai langkah efisiensi. Pemberian bonus juga diÂtiadakan.
“Menghadapi harga minyak dan gas dunia yang sedang rendah mengÂharuskan Manajemen ConocoPhilÂlips mengambil langkah-langkah optimalisasi. Sejumlah tindakan yang diperlukan telah diambil oleh perusahaan dengan tujuan dapat mempertahankan bisnis dan opÂerasi dalam masa sulit ini,†kata Vice President Development & Relations ConocoPhilips Indonesia, Joang Laksanto, kemarin. “Tindakan yang diambil termasuk mengevaluasi angÂgaran, pengeluaran, dan rencana-rencana terkait ketenagakerjaan dari semua proyek yang sedang berjalan maupun yang akan datang,†ujarnya.
Dia menambahkan, langkah tersebut terpaksa diambil perusaÂhaan untuk menghindari PHK dan menjaga budaya safety perusahaan. “Semua tindakan yang dilakukan inisejalan dengan arahan dari SKK MiÂgas agar menelaah kegiatan-kegiatan untuk mengatasi masalah yang timÂbul akibat pernurunan harga minyak dan gas yang terjadi saat ini untuk menghindari pemutusan hubungan kerja karyawan ConocoPhillips IndoÂnesia,†pungkasnya.
Langkah lebih jauh sebelumnya diambil oleh PT Chevron Pacific InÂdonesia. Chevron menawarkan opsi pengunduran diri bersifat sukarela (voluntary). Karyawan boleh menÂgambilnya atau tidak, tidak ada patoÂkan jumlah pekerja yang harus penÂsiun dini, dan tidak ada paksaan.
Berbagai cara ditempuh oleh perusahaan-perusahaan migas yang menjadi KKKS di Indonesia untuk tetap bertahan di tengah harga minÂyak yang rendah. Efisiensi mau tak mau dilakukan karena harga minÂyak terjun dari level US$ 100 pada 2014 hingga di bawah US$ 40/barel saat ini. Penerimaan perusahaan-perusahaan migas pun anjlok hingga 60%-70%. “Pasti harus efisiensi, kaÂlau tidak nanti tidak bisa bertahan,†kata Kadiv Humas Satuan Kerja KhuÂsus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Elan Biantoro, kemarin.
KKKS juga memangkas biaya-biaya untuk perjalanan dinas, rapat, dan kegiatan operasional lainnya. SeÂlain itu, KKKS juga mengurangi biaya investasi (capex) untuk pengembanÂgan lapangan. Proyek-proyek yang keekonomiannya rendah ditunda (reschedule).
Industri hulu migas berada dalam kondisi krisis akibat jatuhnya harga minyak dunia dalam 2 tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan migas yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di IndoÂnesia mengalami kesulitan keuanÂgan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengakui situasi di industri hulu migas nasional kurang baik. Untuk membantu keuangan para KKKS, pihaknya kini terus mempersiapkan insentif.
Bila para KKKS tidak dibantu, Sudirman khawatir kegiatan eksploraÂsi untuk pencarian cadangan minyak baru juga terganggu. Bila itu terjadi, ke depan produksi minyak nasional bakal mengalami penurunan drastis, otomatis impor minyak bertambah besar. “Tadi baru dibahas, usulan insentif mereka (KKKS) masuk akal. Itu sudah jadi bagian dari diskusi kita yang direkomendasikan Komite Eksplorasi Nasional,†kata Sudirman saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Usulan-usulan insentif dari KKKS, seperti perpanjangan masa eksploraÂsi, bagi hasil yang lebih fleksibel sesuai harga minyak, semuanya diÂpertimbangkan matang oleh pemerÂintah. “Kami mengerti bahwa dalam kondisi minyak murah, eksplorasi pasti rendah, sekarang dipertimÂbangkan ekstensi masa eksplorasi. Soal dynamic split (bagi hasil fleksiÂbel sesuai tingkat harga minyak) suÂdah kita kerjakan di Blok Mahakam,†ucapnya.
Sudirman tak berani menjanjikan kapan insentif-insentif tersebut bisa dikeluarkan. Pihaknya mengupayÂakan bisa dirampungkan sesegera mungkin. “Jadi semua sedang diperÂtimbangkan. Tentu harus disiapkan Permen (Peraturan Menteri). “MuÂdah-mudahan dalam waktu dekat,†tutupnya.
Sebagai informasi, berbagai cara ditempuh oleh perusahaan-perusaÂhaan migas yang menjadi KKKS di Indonesia untuk tetap bertahan di tengah harga minyak yang rendah. Efisiensi mau tak mau dilakukan karena harga minyak terjun dari level US$ 100 pada 2014 hingga di bawah US$ 40/barel saat ini. PeneriÂmaan perusahaan-perusahaan migas pun anjlok hingga 60%-70%.(*)