Untitled-11BANDUNG, TODAY — PT Dirgantara Indone­sia (PTDI) (Persero) telah meluncurkan dan memperkenalkan (roll out) pesawat terbang ringan baling-baling, N219. Setelah roll out, selanjutnya PTDI menuju proses sertifikasi. Setidaknya, PTDI akan membuat 4 unit pro­totype (purwarupa) N219 untuk menjalani ujicoba sehingga bisa mengantongi sertifikasi laik terbang. “Untuk test flight ada 2 pesawat dan structure test ada 2 pesawat jadi total akan dibuat 4 pesawat untuk memenuhi sertifikasi,” Kata Program Manager PTDI untuk N219, Budi Sampurno, di Bandung, Min­ggu (10/1/2016).

Untuk test flight atau uji ter­bang perdana akan dimulai pada bulan Mei-Juni 2016. Total 2 unit N219 akan menjalani uji terbang. Menuju proses test flight, PTDI akan mengurus perizinan ke Ke­menhub sebagai regulator trans­portasi udara. “Sekarang N219 se­dang proses sertifikasi/conformity dengan DGCA (Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub) dalam rangka first flight,” tambahnya.

Selain itu, dua unit akan menjala­ni proses structure test. Pada tahap ini, 2 pesawat akan dites hingga han­cur. “Ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan maksimum struktur dan umur maksimum struktur,” sebutnya.

Budi mengakui ada berbagai tantangan agar pesawat berpe­numpang 19 orang ini. “Kendalanya integrasi sistem perlu waktu dan tes yang cukup banyak,” sebutnya.

Bila dinyatakan lolos dan men­gantongi sertifikasi laik terang dari Kemenhub, produksi akan dilakukan paling cepat 8 bulan berikutnya. “Produksi untuk serial akan di-deliv­er 8-10 bulan setelah mendapatkan TC (surat laik terbang),” ujarnya.

Ramai Peminat

N 219 rencananya diluncurkan oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) pada November 2015 mendatang. Saat November nanti, N219 akan di­tarik ke luar hanggar (aseembly line) untuk memperkenalkan wujud asli kepada publik. Rencananya, Pres­iden Joko Widodo (Jokowi) hadir dalama peluncuran wujud N219. Para insinyur PTDI harus bekerja 24 jam untuk menuntaskan proses perakitan pesawat berkapasitas 19 penumpang itu. “Persiapan launch­ing, kita bekerja 24 jam. Seperti jadi Sangkuriang,” ujar Budi.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Ingatkan PPPK untuk Melayani Masyarakat Kabupaten Bogor Secara Optimal

Budi menyebut ratusan insinyur lokal terlibat dalam proses peran­cangan, perakitan hingga pengujian N219. “Sekarang ada 150 engineer di area design dan painting. Alham­dulillah semuanya orang Indonesia. Fresh enginer,” ucap Budi.

Meski belum secara resmi di­luncurkan, pesawat N-219 ini sudah banyak peminatnya. Sedikitnya, 75 unit N219 dilirik oleh calon pem­beli. Pesawat ini dipasarkan dengan harga sekitar USD 5 juta. “Peminat sudah ada 75 (unit). Kita nggak be­rani ngejar (promosi) terus sampai kita yakin pesawat kita seperti apa,” ungkapnya.

Untuk pengembangan N219, PTDI menggandeng Lembaga Pener­bangan Antariksa Nasional (LAPAN). LAPAN ikut andil mengirimkan insinyur hingga mendukung pem­biayaan dan sertfikasi N219. “Jadi LAPAN ini mengerjakan litbangnya, mulai dari perencanaan hingga ser­tifikasi. Untuk pesawat N 219 ini mulai tahun 2016-2017 kita menda­nai sebesar Rp 450 milia. Itu yang nyata dalam kontrak,” ujar Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin.

Selain N219, LAPAN bersama PTDI akan mengembangkan pe­sawat penumpang terbaru lainnya, seperti N245 berkapasitas 50 orang dan N270 berkapasitas 70 orang. Pengembangan ini, rencananya dimulai tahun 2016. “Pesawat N 245 ini juga akan kami siapkan anggaran mulai dari perencanaan sampai serti­fikasi. Dananya belum bisa diperkira­kan. Yang pasti lebih besar karena pe­sawatnya juga besar,” jelas Thomas.

BACA JUGA :  Minuman Segar dengan Es Madu Lemon Blewah yang Enak Dinikmati saat Cuaca Panas

Libatkan 300 Insinyur

PT Dirgantara Indonesia (Pers­ero) melibatkan 300-an insinyur yang ahli di dunia penerbangan dalam pengembangan pesawat N219. Dalam pengembangan ini, BUMN produsen pesawat yang bermar­kas di Bandung, Jawa Barat ini tidak melibatkan ahli pesawat dari luar negeri. “Ini tenaga lokal semua. Ini campuran senior dan junior, totalnya hampir 300 insinyur,” kata Budi.

PTDI ingin pengembangan dan produksi pesawat N219 memberday­akan tenaga kerja lokal. Apalagi, PTDI pernah berpengalaman mengem­bangkan N250 pada periode 1990-an. Para insinyur pesawat senior ke­mudian melatih para insinyur muda sebagai bagian dari regenerasi. Meskipun ada kesalahan-kesalahan, namun hal tersebut dipandang seba­gai suatu proses pembelajaran. “Ini tenaga lokal semua, karena kalau kita nggak percaya diri maka kita nggak bisa dan nggak bisa pinter,” ujarnya.

Berbeda dengan pengembangan N250 pada era BJ Habibie. Kala itu, proses pengembangan melibatkan ratusan engineer pesawat dari luar negeri. “Dalam proyek N250, meli­batkan 300-400 orang asing. Seka­rang ini (N219) harus nol,” jelasnya.

Untuk melahirkan N219 hingga siap menjalani terbang perdana, proyek N219 memakan dana Rp 500 miliar-Rp 600 miliar. Dana ini didukung oleh internal PTDI dan Lem­baga Penerbangan dan Antariksa Na­sional (LAPAN).

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================