Untitled-3Berbahayakah jika asing mendominasi kepemilikan dalam surat berharga negara (SBN) Indonesia? Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menganggap hal itu bisa gawat.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Saat ini sudah mencapai level 37%. “Angka itu masih relatif tinggi dibanding beberapa negara. Ke­mudian juga jadi sumber yang dianggap rawan sudden reversal,” ungkap Menkeu dalam acara in­vestor gathering di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (7/12/2015)

Maka dari itu, dilakukan berbagai upaya untuk menggeser porsi asing ke domestik, yaitu kepada masyarakat Indonesia sendiri. “Ke depan DJPPR, mulai berpikir bagaimana menguatkan investor do­mestik. Jadi kita ingin agar terus mendorong investor domestik ke pembiayaan APBN. Caranya melalui market mekanism,” jelasnya.

Bambang membandingkan dengan Jepang yang porsi asingnya hanya 9%. Sisanya adalah masyarakat Jepang itu sendiri. “India juga sangat rendah. Dengan kepemilikan surat utang untuk masyarakat sendiri, jadi kita nggak perlu khawatr dengan penambahan utang,” tegas Bambang.

BACA JUGA :  Menu Sarapan dengan Cah Kangkung Bawang Putih yang Harum Menggugah Selera

Surat utang Indonesia sudah di­miliki pihak asing sampai dengan 37%. Level tersebut dianggap cu­kup tinggi dan masuk dalam kat­egori rawan dan berbahaya di pasar keuangan.

Schneider Siahaan, Direktur Strategi dan Portfolio Utang Ditjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) menjelaskan, ketika ada ge­jolak perekonomian global, maka akan mudah mempengaruhi pihak asing untuk menjual surat utang. Apalagi tidak ada batasan dalam pen­jualan.

“Kalau sudden reversal itulah saat yang berbahaya. Kalau asing lihat ng­gak menguntungkan lagi, dia akan jual,” ungkapnya di Gedung Dhana­pala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (7/12/2015)

BACA JUGA :  Lauk Praktis untuk Makan Siang, Suun Goreng Telur dan Kol yang Enak dan Nikmat

Bila hal tersebut terjadi secara bersamaan, tentunya akan menim­bulkan kepanikan. Akan ada keru­gian yang nanti harus ditanggung pemerintah akibat hal tersebut.

“Jadi sangat dipengaruhi oleh market, sentimen. Bahanya dia jual-jual saja begitu. Kan kalau semua begitu jadi panik, lari saja uangnya dari Indonesia, dampaknya bisa ke rupiah juga,” paparnya.

Meski demikian Schneider me­nyatakan juga tidak ada batas kepemi­likan asing yang ideal, karena yang ter­penting adalah menjaga agar pemilik tidak menjual surat utangnya. “Nggak ada batasnya. Harusnya memang kita bisa untuk meyakinkan mereka agar tidak jual dan pegang terus itu surat utang,” jelasnya.

(detik)

============================================================
============================================================
============================================================