a2-27122016-denny-jaok

Oleh: Denny JA

DUA kendala besar yang menghalangi Ahok terpilih kembali sebagai gubernur DKI adalah putaran kedua pilkada dan proses pengadilan.

Karena rebound, trend dukungannya menaik kembali, Ahok bisa saja lolos di putaran kedua.  Namun sentimen anti Ahok di kalangan mayoritas pemilih terlalu kuat untuk ia taklukan dalam waktu kurang dua bulan lagi.

Di putaran pertama sentimen anti Ahok ini kurang perkasa karena  sentimen ini terpecah kepada dua kubu: ke kubu Agus dan ke kubu Anies. Namun di putaran kedua, jika Ahok lolos, sentimen anti Ahok ini bersatu kembali  melawan Ahok. Dan jumlah mereka, sentimen anti Ahok ini, masih mayoritas.

Dalam proses hukum, posisi Ahok sekarang bukan lagi tersangka, tapi sudah naik menjadi  terdakwa. Untuk inkrah sampai keputusan hukum final di tingkat Mahkamah Agung, butuh waktu tahunan.

 Dalam posisinya sebagai terdakwa, Ahokpun tak bisa menjabat gubernur. Ini merujuk pada pasal 83 UU Pemda, UU no 23 tahun 2014.

Seandainya Ahok, katakanlah dibantu oleh the Avengers: Spiderman, Iron Man plus dibantu pula oleh Superman dan Batman, mampu mengubah sentimen anti Ahok dalam waktu cepat agar menang pilkada, label terdakwa ini tetap membuatnya tak bisa menjabat gubernur lagi.

Demikianlah salah satu kesimpulan hasil penelitian/survei LSI yang dilakukan 3-8 Desember2016. Jumlah sampel 440 responden. Wawancara tatap muka menggunakan quesioner. Riset dilakukan dengan metode multi-stage random sampling. Margin of Error plus minus 4,8%.

Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset (FDG/focusgroup discussion, media analisis, dan depth interview).

Data lima lembaga survei sepanjang bulan November-Desember 2016 memperlihatkan pilkada  DKI potensial berlangsung dua putaran.

LSI Denny JA melakukan simulasi putaran kedua antar tiga pasang kandidat. Jika pilkada hari ini, hari ketika survei dilakukan, apa yang terjadi ketika Agus vs Ahok saja, Agus vs Anies saja dan Ahok vs Anies saja?

Di putaran pertama, Survei LSI Denny JA terbaru (3-8 Desember 2016) menempatkan Agus-Sylvi di rangking pertama sebagai pemenang. Agus adalah peserta pertama yang lolos di putaran kedua, karena sudah melewati the magic number dukungan 33.3% (100%: 3 calon).

Di putaran kedua, Agus tinggal menunggu lawannya: pasangan Ahok atau pasangan Anies.

Hal ini senada dengan temuan tiga survei lainnya yang menempatkan Agus -Sylvi di rangking pertama. Tapi dalam hasil tiga lembaga survei lainnya, Agus  belum melewati the magic number 33.3%. Yaitu survei Charta Politika (17-24 November 2016), IndikatorPolitik Indonesia (15-22 November 2016), dan Poltracking (7-17 November 2016).

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Perbedaan ranking terjadi di hasil survei LSI Lembaga (3-11 Desember 2016). Survei itu menempatkan Agus-Sylvi di rangking kedua setelah Ahok-Djarot.

Berdasarkan simulasi data LSI Denny JA, jika yang lolos putaran kedua Agus vs Ahok, Agus meraih 48.1%, Ahok 29.1%, Rahasia/belum memutuskan/TT/TJ sebanyak 24.8%. Ahok akan kalah telak dengan selisih lebih dari 15%.—

Jika yang lolos putaran kedua Ahok vs Anies, Ahok meraih 27.6%, Anies 45.3%, rahasia/belum memutuskan/TT/TJ sebanyak 27.1%. Ahok kalah telak juga oleh Anies dengan selisih lebih dari 15%.

Jika yang lolos ke putaran kedua Agus vs Anies, Agus meraih 36.0%, anies meraih 30.5%.  Agus hanya unggul tipis jika Anies kompetitornya di putaran kedua.

kesimpulannya, jika pilkada hari ini, hari ketika survei dilakukan,  siapapun lawan Ahok di putaran kedua, Ahok kalah telak. Siapapun lawan Agus di putaran kedua, Agus menang. Bedanya jika melawan Ahok, Agus menang telak. Jika melawan Anies, Agus menang tipis.

Mengapa Ahok kuat di putaran pertama, tapi kalah telak di putaran kedua, baik Lawan Agus atau Anies? LSI Denny JA mencatat lima alasan.

Pertama, di putaran kedua, mayoritas pendukung Anies memilih Agus jika Anies gagal di putaran pertama. Sebaliknya mayoritas pendukung Agus memilih Anies jika Agus gagal di putaran pertama.

 Pemilih Agus dan Anies relatif dari segmen yang sama. Mereka terpecah di putaran pertama. Namun mereka bersatu kembali di putaran kedua jika melawan pasangan

Ahok.

Jika Agus vs Ahok di putaran kedua, dari 100% pemilih Anies yang akan pindah ke Agus  sebanyak 58,9%. Mereka hanya pindah ke Ahok sebanyak 9,5%. Jika Anies vs Ahok di putaran kedua, dari 100% pemilih Agus yang akan pindah ke Anies sebanyak 62,2 %. Mereka hanya pindah ke Ahok sebanyak 10,4%

Kedua, kantong pemilih yang besar  lebih banyak pindah ke Agus atau ke Anies Jika di putaran kedua melawan Ahok. Yaitu: Pemilih Muslim (85% populasi), Pendidikan SMA ke bawah (80% populasi), Etnis Betawi dan Jawa (70% populasi), Gender (Laki 50%, Perempuan 50%), Penghasilan 3,5 juta sebulan ke bawah (65% populasi).

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Misalnya, pemilih Muslim (85% total populasi) untuk Agus bertambah 13,90%. Di putaran  kedua.  Sementara untuk Ahok hanya bertambah 3,4%.

 Pemilih pendidikan SMA ke bawah (80% populasi) bertambah 14,20%  ke Agus, hanya bertambah 2,70% ke Ahok di putaran kedua.

 Pemilih laki-laki  (50 populasi) dan perempuan (50% populasi ) bertambah 11,50% dan 13,60%  ke Agus, hanya bertambah 2% dan 1,90%  ke Ahok di putaran kedua.

Pemilih Betawi dan Jawa (total 70% populasi) bertambah 17,20% – 13,00% Ke Agus, tapi hanya 3,30% – 1,90% ke Ahok di putaran kedua.

Pemilih  penghasilan 3,5 juta ke  bawah (65% populasi) bertambah Mendukung Agus sebanyak 10,50%, bertambah ke Ahok hanya 3,50% di putaran kedua

Simulasi pasangan Anies versus Ahok di putaran kedua, juga menghasilkan migrasi ke Anies yang jauh lebih besar ketimbang ke Ahok.

Ketiga, total pemilih yang tak ingin dipimpin Gubernur tersangka  di atas 60%, tepatnya diangka 65%. Sentimen ini menyulitkan Ahok untuk menang di putaran kedua, siapapun lawannya.

Keempat, total pemilih yang menganggap Ahok menista agama di atas 60%, tepatnya 65.7%.  Sentimen ini pula menyulitkan Ahok mendapatkan dukungan mayoritas di putaran kedua.

Kelima, total pemilih yang ingin gubernur baru di atas 60 persen. Trend yang menginginkan gubernur baru juga menaik dari waktu  ke waktu.

Terlalu banyak kendala dalam opini publik yang harus ditaklukkan oleh  Ahok di putaran kedua.

Akankah Jakarta punya gubenrnur baru 2017? Sulit bagi Ahok mengubah sentimen mayoritas publik Muslim (85% populasi) dalam waktu tersisa kurang dari 2 bulan. Jika pilkada hari ini Ahok akan kalah telak setidaknya di putaran kedua.

Seandainya pun ternyata “karena satu hal dan lainnya” Ahok mampu mengubah keadaan, dan menang dalam pilkada Jakarta Febuari 2017, Ahok tetap terganjal oleh status hukumnya.

Karena proses hukum itu, dan statusnya sebagai terdakwa,  seandainyapun Ahok menang di pilkada, besar  kemungkinan Djarot yang menggantikan posisinya. Mendukung Ahok jikapun Ahok menang sebenarnya bukan Ahok yang kelak menjadi gubernurnya.

Dengan kata lain, baik ketika Ahok menang apalagi kalah di Pilkada, Jakarta besar  kemungkinan akan punya gubernur baru di tahun 2017. ***

 

============================================================
============================================================
============================================================