Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN
Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor

Karena begitu banyak potensi yang kita miliki, sumber daya alam yang melim­pah, di darat maupun dilaut, banyak barang tambang yang bisa digali. Potensi alam ini bisa kita gali untuk mengatasi krisis. Namun para pengelolanya termasuk para pejabat negara ha­rus orang yang amanah.

Karena sumber daya alam yang melimpah itu, bila dikelola oleh orang-orang yang kurang iman dan akhlaknya, masih sep­erti yang nampak pada saat seka­rang ini, jelas hanya akan mem­peroleh terpuruknya kehidupan ekonomi rakyat, karena mereka ti­dak akan segan melakukan korup­si dari semua hasil alam tersebut.

Sumber daya manusia, ma­syarakat kita juga tidak kalah. Beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu atau berjuta-juta para teknokrat, dari berbagai kalan­gan disiplin ilmu, lulusan dalam maupun luar negeri yang bisa diamnfaatkan untuk mengatasi krisis, untuk mengangkat marta­bat bangsa ini dari keterpurukan ekonomi yang semakin hari se­makin parah. Namun sekali lagi syaratnya mereka harus amanah.

Kita boleh berbangga, bahwa setiap tahun beribu-ribu sarjana lulusan dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diwisuda dengan berbagai upacara yang cukup meriah dan menghabiskan dana yang cukup besar, yang notabene sebagian besar dari mereka dalam KTPnya mencantumkan lebel agama Is­lam, namun apakan keimanan dan akhlaknya bisa dijamin un­tuk mengemban tugas menge­lola bangsa dan kekayaan sumber alam yang melimpah ini? Ini ma­sih merupakan tanda tanya besar. Jadi, lagi-lagi syaratnya, mereka harus amanah.

Belum lagi sumber daya ma­nusia Indonesia yang sebagian besar umat Islam ini, banyak para aghniya, buktinya setiap ta­hun ratusan ribu jamaah haji In­donesia yang berangkat ke tanah suci, walaupun Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) setiap tahun meningkat sesuai dengan menin­gkatkan kurs Dollar, tidak men­jadi halangan bagi mereka untuk melaksanakan niatnya menunai­kan rukun Islam yang kelima itu.

Bahkan diantara mereka su­dah ada yang berkali-kali, bahkan mungkin puluhan kali berangkat ke tanah suci, belum lagi mereka yang menunaikan ibadah umroh, hampir setiap hari, ribuah jamaah yang berangkat ke tanah suci, na­mun apakah dengan puluhan kali menunaikan ibadah haji atau um­roh, mereka pada aghniya terse­but keimanan dan akhlaknya ma­sing-masing sudah mantap? Masih tanda tanya besar.

BACA JUGA :  Ciptakan Pilkada Damai dan Kondusif, Pj. Bupati Bogor Ikuti Arahan Kemendagri RI Melalui Zoom Meeting

Karena mereka lebih senang menghamburkan uangnya untuk menunaikan ibadah yang sunnah (karena ibadah haji itu yang wa­jibnya bagi setiap muslim hanya satu kali, maka yang kedua, ketiga dan seterusnya termasuk umroh hukumnya sunnah), padahal di sekitar rumahnya masih ada fakir miskin yang masih memerlukan bantuannya, masih ada lembaga pendidikan atau sarana ibadah (masjid dan musholla) yang be­lum selesai pembangunannya karena kekuarang dana. Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang seperti itu, menunjukkan bahwa imannya belum mantap, karena ia hanya mementingkan dirinya sendiri dan belum peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

Di dalam Al-Qur’an ratusan kali disebutkan, bahwa setiap kata aamanu (orang beriman) selalu dirangkaikan dengan kata ‘aamilush shaalihat (amal shaleh), hal ini menunjukkan bahwa orang yang beriman dengan sendirinya harus memiliki kesalehan sosial, yaitu peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

Bila ia melihat di pinggir rumahnya ada fakir miskin yang memerlukan bantuan, segera ia berikan bantuan, bila ia melihat ada lembaga pendidikan atau masjid di depan rumahnya yang bangunannya tidak pernah se­lesai karena kekurangan dana, segera ia berikan bantuan dan sebagainya.

Bagi orang yang beriman, ia akan lebih senang memberikan uangnya untuk membantu fakir miskin atau membantu pemban­gunan lembaga pendidikan atau masjid yang terbengkalai, dari pada untuk dipergunakan ibadah haji atau umroh yang hukumnya sunnah, karena membantu fakir miskin atau membantu pemban­gunan lembaga pendidikan atau masjid hukumnya wajib.

Oleh karena itu, kita bangsa Indonesia harus membuka mata, para teknokrat, para birokrat, para sarjana dari berbagai dis­iplin ilmu yang mempunyai ke­mampuan untuk mengolah sum­ber daya alam yang melimpah ini sebaiknya bahu-membahu den­gan para aghniya, berupaya agar mampu bangkit dari krisis yang melanda negeri ini.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Kita harus menyingsingkan lengan baju, bekerja bahu mem­bahu dari mulai pejabat tingkat atas sampai rakyat jelata yang be­rada di lapisan paling bawah, un­tuk mengatasi krisis ini. Terlebih pemerintah sudah mengeluar­kan tagline “AYO KERJA”, “AYO BERUBAH”.

Dengan satu syarat semua lapisan masyarakat kita mampu meningkatkan keimanannya dan akhlaknya masing-masing, se­hingga akan bersikap amanah.

Pertanyaannya apakah den­gan Pilkada Serentak yang akan digelar pada 9 Desember men­datang, akan mampu mengatasi krisis yang melanda bangsa ini? Jawabannya bisa! Namun syarat­nya rakyat dalam memilih calon pemimpin, haruslah jeli.

Jangan terjebak oleh janji kosong, seperti pada pemilu atau pilkada lainnya yang per­nah digelar, partai atau calon pimpinan yang ketika kampanye berjanji akan membela “wong cilik”, setelah mereka memegang kekuasaan ternyata lupa akan janjinya.

Karena itu sudah waktunya rakyat, terutama kaum muslimin, memilih calon pemimpin yang muslim dan berakhlak karimah dan amanah. Apalagi dengan pilkada serentak ini, rakyat sudah mengetahui pasangan calon pe­mimpinnya melalui media sosial­isasi dalam masa kampanye. Oleh karena itu, harus benar-benar memilih orang yang memang dikenal baik, terutama tentang akhlaknya.

Insya Allah bila hal ini bisa kita lakukan, semua lapisan ma­syarakat kita, dari mulai pejabat tingkat atas sampai dengan raky­at jelata yang berada di lapisan paling bawah, kita akan mampu mengatasi krisis ini. Insya Allah masyarakat Indonesia akan mam­pu menuju masa depan yang leb­ih cerah lagi.

Yaitu masyarakat dan bangsa Indonesia yang gemah ripah, repeh, rapih, tata tentrem kerta raharja, genah, merenah, dan tuma’ninah di bawah ampunan Allah SWT, yang dalam bahasa Islam dikenal dengan istilah bal­datun thayyibatun warabbun ghafuur.

Hal ini sesuai dengan janji Allah SWT: “bahwa apabila pen­duduk suatu negeri terdiri dari orang-orang yang beriman dan bertaqwa, maka Allah akan menurunkan dari langit berbagai rizki dan barakah-Nya”.

Dengan demikian, insya Allah krisis yang melanda bangsa Indo­nesia saat ini akan mampu kita atasi, menuju masa depan yang lebih makmur dan sejahtera. Semoga. (*)

============================================================
============================================================
============================================================