Oleh : Heru B Setyawan (Pemerhati Pendidikan & Politik)

Sebenarnya tidak ada istilah oposisi dalam sistem demokrasi Pancasila yang ada hanyalah penyeimbang. Tapi sudah terlanjur salah kaprah, istilah penyeimbang kurang familiar dan kurang keren untuk kebanyakan orang Indonesia. Orang Indonesia itu sukanya dengan istilah yang berbau asing (baca barat). Sehingga kita lebih hebat jika bilang mall, super market, mini market, departement store dari pada bilang pasar tradisional, pasar besar dan pasar kecil bukankah begitu brour! Penulis prihatin, setelah Pilpres 2019, kondisi politik di gedung DPR RI Pusat seperti paduan suara yang kompak, kompak jika untuk kebaikan dan kemaslahatan gak masalah. Tapi coba kita perhatikan banyak UU dan Perpu yang kontroversial tapi tidak dikritisi oleh para anggota dewan yang terhormat, tapi malah disetujui, kecuali oleh satu Parpol (Partai Politik) yaitu PKS. Apalagi koalisi 01 dan 02 Pilpres 2019 sudah bubar dan semua hengkang ke koalisi 01 kecuali PKS yang masih konsisten menjadi satu-satunya Parpol yang menjadi oposisi. Hanya sekali dua kali politisi Gerindra Fadli Zon dan politisi Demokrat Andi Arif yang mengkritisi pemerintah, yang lainnya sunyi senyap. Mengkritisi dan memberi solusi itu boleh, yang tidak boleh itu menghina dan memfitnah, paham geis atau ngerti ora son. Betul-betul menyedihkan kondisi wakil rakyat kita, ketua DPR RI Puan Maharani yang tidak banyak bicara, harusnya wakil rakyat itu banyak menyuarakan kepentingan dan membela rakyat. DPR harusnya juga menjalankan fungsinya, yaitu: Fungsi legislasi adalah fungsi DPR dalam menetapkan UU dengan persetujuan Presiden. Fungsi anggaran adalah fungsi DPR dalam menyusun dan menetapkan APBN melalui UU.
BACA JUGA :  Kunjungi Pasar Kebon Kembang, Mendag Senang Harga Beras Berangsur Normal
============================================================
============================================================
============================================================