358027_06575203012015_BBM_TURUN_SEMBAKO_MALAH_NAIK-03012015-TEDY_KROEN-RM_6PRESIDEN Joko Widodo meminta Tentara Nasional Indonesia dan Mabes Polri untuk membereskan persoalan pangan, terutama terkait dugaan adanya mafia atau kartel. Jokowi geram mendengar banyaknya laporan pungutan liar (pungli) yang terjadi di lapangan.

RISHAD NOVIANSYAH|YUSKA APITYA
[email protected]

Juga dwelling time agar TNI dan Polri ikut masuk ke sana. Sehingga dwelling time makin efisien,” kata Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Gedung Pergu­ruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Ja­karta, Jumat, (29/1/2016).

Rapat pimpinan dihadiri 173 peserta yang merupakan gabungan pejabat utama dan perwi­ra tinggi TNI-Polri. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan, Sekre­taris Kabinet Pramono Anung, dan Jaksa Agung Prasetyo juga hadir.

Jokowi menegaskan, TNI dan Polri harus ikut turun tangan dalam mengecek sebab kenaikan sejumlah harga pangan di lapangan yang terjadi belakangan ini. “Saya sampaikan mengenai in­flasi, mengenai harga-harga pangan agar cek di lapangan,” katanya. “Apakah ada bias, ada yang bermain-main.”

Sebelumnya, Jokowi mengaku bingung karena harga daging sapi di Indonesia yang tinggi diband­ingkan dengan negara lain, seperti Malaysia, Sin­gapura, dan Vietnam. Padahal, harga daging sapi di Indonesia berada dalam kondisi normal.

Jokowi menyebutkan harga daging sapi di Ma­laysia dan Singapura hanya berkisar Rp 50-60 ribu per kilogram. “Kenapa yang di sini sampai segitu padahal harga sapi yang ada di lapangan normal-normal saja. Artinya ada sesuatu,” katanya.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Badrodin Hai­ti menegaskan akan menyelidiki kemungkinan adanya kartel bahan pangan hingga membuat harga di pasaran tidak menentu. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Jokowi yang menginginkan polisi membersihkan praktik kartel bahan pangan.

“Jadi begini, perintah presiden men­dukung program prioritas pemerintah. Termasuk masalah pangan. Kita selalu monitor kenaikan harga. Kenaikan harga itu ada 3 kemungkinan. Pertama itu ada keterlambatan pasokan, mungkin ada gangguan transportasi. Kedua stok sudah habis, ketiga ada penyimpangan,” kata Kapolri di Auditorium PTIK, Jl Tirtayasa, Jakarta Selatan, Jumat (29/1/2016).

Badrodin menjelaskan, jajarannya akan menyelidiki ada tidaknya kartel yang bermain harga bahan pangan. Kapolri menegaskan, pihaknya siap menindak bila benar ditemukan ada kartel. “Kita menyelidiki ini apakah ada kemungkinan ada penyimpangan. Kalau ada kita harus turun ke lapangan untuk bisa melakukan penegakan hukum. Apakah kartel, penim­bunan dan semua. Sehingga harga naik, stok yang beredar di pasaran berkurang,” jelasnya.

BACA JUGA :  Hasil Leg Pertama Perempat Final Liga Europa, Jumat 12 April 2024

“Kalau berkurang berarti ada sesuatu yang harus dibenahi. Kita lihat apakah nanti suplynya tetap sama, apakah stoknya tetap sama. Jika stok dan suply tidak ada kekurangan berarti ada penyimpangan,” tegas Badrodin.

Di era Kabareskrim Komjen Budi Wase­so, pihak kepolisian pernah menyelidiki praktik kartel daging sapi. Namun, saat itu penyelidikan Bareskrim mentok karena ada aturan yang membolehkan penyim­pangan stok bahan pangan hingga 3 bulan. Kapolri menyebut, peraturan pemerintah tersebut kini sudah diubah. “PP no 78 ta­hun 2015 itu kan diatur stoknya selama 3 bulan. Dan sudah direvisi. Sudah diberi­kan masukan,” tutur Badrodin.

Badrodin juga meminta kepada se­luruh polda, khususnya di Jabodetabek untuk memata-matai pergerakan bahan pangan. “Jangan sampai ada yang lolos,” kata dia.

Sementara itu, di Kabupaten Bogor harga sembilan bahan pokok (sembako) dan sayur mayur tak kunjung stabil aki­bat beberapa kebijakan pemerintah pusat yang menyulitkan pedagang mematok har­ga untuk dijual kepada konsumen.

Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabu­paten Bogor mencatat, hingga minggu keempat Januari 2016, harga sembako sep­erti beras, daging sapi dan daging maupun telur ayam, masih mengalami kenaikan hingga akhir Januari 2016.

Harga beras IR 64 (medium), misalnya, saat minggu ketiga per kilogram bisa dite­bus seharga Rp 9.200, kini naik menjadi Rp 9.400 pada minggu keempat. Harga sekilo daging sapi, harus ditebus dengan uang Rp 120 ribu. Harga ini masih sama dengan catatan pada minggu ketiga.

Sementara daging ayam Rp 38 ribu per kilogram, telur ayam Rp 26 ribu, gula pa­sir Rp 13 ribu, minyak goreng curah Rp 10 ribu, terigu Rp 7.500 dan teri medan Rp 100 ribu per kilogram. Catatan itu masih sama dengan harga pada minggu ketiga.

“Ya, karena ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang sedikit membingungkan pedagang. Contoh harga daging sapi, be­lum ada PPB saja sudah diatas Rp 100 ribu harganya. Sekarang tambah PPN, ya jadi tinggi terus harganya,” ujar Kasi Perda­gangan Dalam Negeri pada Diskoperindag, Yatirun, Jumat (29/1/2016).

BACA JUGA :  8 Kebiasaan Pagi yang Sederhana Bantu Bikin Bahagia dan Produktif Setiap Hari, Jangan Lupa Diterapkan

Kabar gembira justru datang dari har­ga sayur mayur. Meski ada beberapa item mengalami kenaikan, ada juga yang har­ganya turun cukup drastis, seperti cabe merah keriting dari sebelumnya Rp 40 ribu per kilogram menjadi Rp 20 ribu.

Cabe rawit hijau pun turun secara sig­nifikan. Dari Rp 35 ribu menjadi Rp 20 ribu per kilogram. Bawang merah pun tu­run menjadi Rp 20 ribu dari sebelumnya Rp 32 ribu per kilogram. Kenaikan terjadi pada harga bawang putih dari sebelumnya Rp 20 ribu menjadi Rp 25 ribu.

Kenaikan juga terjadi pada harga bun­cis dari sebelumnya Rp 4.000 menjadi Rp 6.000 per kilogram. Tomat sayur pun idem ditto, harganya naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 7.000 per kilogram. Dari semua itu, Disperindag menjamin stok aman setidaknya hingga perayaan Imlek awal Februari mendatang.

“Kalau harga sayur cenderung stabil. Karena kan beberapa daerah ada yang panen. Kebutuhan masyarakat juga saat ini tidak terlalu tinggi. Untuk stok di pasa­ran, saya rasa aman hingga bulan depan,” jelas Yatirun.

Saat Bogor Today mengunjungi pasar trasdisional Ciluar, beberapa item sem­bako maupun sayur tidak sesuai dengan catatan Diskoperindag. Daging ayam mis­alnya, rata-rata pedagang di pasar itu men­jual dengan harga Rp 42 ribu per kilogram.

Tak berbeda, pedagang daging sapi rata-rata menjualnya seharga Rp 130-140 ribu per kilogram. Mereka beralasan, minimnya pasokan dan harga dari distrib­utor yang sudah kepalang tinggi, memaksa mereka menjual dengan harga tinggi pula.

“Susah sekarang, harga dari distribu­tor sudah tinggi. Kalau sih tidak terlalu parah. Tapi ini harga dari sana (distribu­tor) yang sudah tinggi. Kalau tidak kita naikkan, habis untuk operasional doang,” ujar salah satu pedagang, Husni (37).

Untuk stok lainnya, perbedaan an­tara catatan Diskoperindag dengan fakta dilapangan, tidak berbeda jauh. Hanya berbeda Rp 500 sampai Rp 1.000 per ki­logramnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================