Jpeg

CIBINONG, TODAY – Keterlambatan pembangunan gedung ruang rapat DPRD Kabupaten Bogor terus mendapat sorotan. Direktur Bidang Hukum Lembaga Kajian dan Penelitian Masyarakat PANDAWA Indonesia, Dwi Arsywendo meminta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sekretariat Dewan (Setwan) Kabupaten Bogor mengawal tambahan waktu pengerjaan gedung.

“Jika tambahan waktu 50 hari yang diberikan juga tidak bisa menyelesaikan pembangunan gedung tersebut. Maka PPK berhak memutus kontrak secara sepihak kepada PT. Proteknika Jasapratama selaku pelaksana,” ujar pria yang akrab disapa Dwi.

Dalam peraturan pengadaan barang atau jasa pemerintah dinaungi oleh Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 Tahun 2010 yang telah diubah untuk kedua kalinya melalui Perpres nomor 70 Tahun 2012, mengatur tentang keterlambatan, disinggung dalam 2 pasal yakni, pasal 93 dan pasal 120.

BACA JUGA :  Bima Arya - Dedie Rachim dan Warga Salat Idul Fitri di Lapangan Sempur

“Pasal 93 ayat 1 huruf a.1 menjelaskan bahwa PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak apabila berdasarkan penelitian PPK, PT. Proteknika Jasapratama tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan tambahan waktu 50 hari kalender,” beber jelas Dwi.

Sedangkan pasal 120 berbunyi, penyedia barang atau jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, karena kesalahan penyedia barang atau jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

“Pada pasal ini kesalahan penyedia yang menyebabkan terlambatnya penyelesaian pekerjaan, dikenakan denda selama masa keterlambatan. Lama maksimal masa keterlambatan dapat kita lihat pada pasal 93, yaitu maksimal 50 hari,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Kader Terbaik Gerindra Kota Bogor Ini Diusung Maju Pilwalkot 2024

Adapun sanksi keterlambatan ada beberapa cara, yang diatur dalam Perpres nomor 54 Tahun 2010. Terdapat klausul pemutusan kontrak, denda, pencairan jaminan pelaksanaan dan blacklist. “Semua diatur tegas didalam Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK),” jelasnya.

Dari penjelasan pasal diatas, lanjut Dwi, jelas bahwa keterlambatan merupakan masalah kontrak yang ada dalam peraturan. Titik kritisnya ada pada penilaian Pejabat Pembuat Komitmen.

“Disinilah pentingnya PPK mempunyai kompetensi yang cukup sebagai pelaksana pengadaan barang atau jasa mewakili negara atau daerah. Persyaratan kompetensi ideal bukan hanya tentang aturan, tapi merupakan kebutuhan. PPK wajib mengendalikan kontrak tahap demi tahap, jangan sampai mengetahui ada kendala pelaksanaan dimasa-masa akhir kontrak,” tandasnya. (Iman R Hakim)

============================================================
============================================================
============================================================