Oleh: HERU BUDI SETYAWAN
Guru PPKn SMA Pesat Bogor
Jawaban murid yang terÂgolong pintar dan aktif di OSIS ini adalah, “KaÂlau saya sangat tertarik dengan dunia politik pak, tetapi kebanyakan remaja adalah alergi politikâ€. Karena tertarik dengan perkataan alergi politik yang baru pertama kali saya dengar, sayapun bertanya lagi dengan penuh semangat emÂpat lima, “Apa yang dimaksud dengan alergi politik?“.
Dengan tenang dan menyaÂkinkan murid saya menjawab, â€Alergi politik adalah tidak suka pada semua hal yang berhubungan dengan politik,â€.
Misal remaja nonton televisi kemudian ada acara tentang poliÂtik, maka remaja ini akan meminÂdahkan chanel ke televisi lain. remaja jika membaca surat kabar juga menghindari berita tentang politik .
Jika orang dewasa ada istiÂlah golput (golongan putih, yang tidak mau ikut Pemilu), maka di remaja ada istilah alergi poliÂtik yang dua-duanya sama tiÂdak peduli sama dunia politik, meskipun agak berbeda mengapa orang bisa jadi golput dan menÂgapa orang bisa menjadi alergi politik .
Jika golput sudah punya hak pilih semua, sedang untuk alergi politik ada yang sudah punya hak pilih (sudah berusia 17 tahun sewaktu pemilu) dan ada yang beÂlum punya hak pilih (belum beruÂsia 17 tahun sewaktu pemilu).
Adanya alergi politik dan golput karena rakyat sudah sanÂgat kecewa terhadap citra buruk dunia politik Indonesia dengan banyaknya kasus korupsi yang diÂlakukan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif .
Alergi politik dan golput ini sesuai dengan survei Cirus yang menyebut hanya 9,4 persen pubÂlik masih percaya Parpol (Partai Politik) ada tiga hal yang menyeÂbabkan publik tidak percaya pada Parpol, yaitu : Pertama, karena selama ini tidak satu pun parpol peserta pemilu yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat.
Kedua, hampir semua parÂpol peserta pemilu terlibat koÂrupsi. Seperti pernah dinyatakan Nazaruddin uang korupsi itu juga melibatkan parpol secara instiÂtusi karena dana korupsi itu juga masuk ke kas parpol.
Ketiga, mereka juga bukan hanya terlibat tetapi memang yang membuat berbagai UU, yang justru ketika diterapkan malah menindas rakyat. Pada kesemÂpatan ini saya hanya membahas alergi politik.
PPKn Tangkal Alergi Politik Remaja.
Materi mata pelajaran PPKn banyak memberikan ilmu pengeÂtahuan yang menyebabkan peserÂta didik menjadi warga negara yang baik, berakhlak mulia, jujur, bertanggungjawab, disiplin, cinta tanah air, peduli pada sesama dan lingkungan, mempunyai jiwa gotong royong, mempunyai sifat musyawarah dan mufakat, mempunyai jiwa kepemimpinan, nasionalisme, patriotisme, berÂwawasan internasional.
Berikut saya sampaikan menÂgapa mata pelajaran PKn dapat mengurangi alergi politik di kaÂlangan remaja, yaitu:
Pertama, sejak pertemuan pertama kali belajar PPKn saya tekankan manfaat belajar PpKn dan saya katakan bahwa belajar PPKn itu keren, karena tidak hanÂya belajar Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 saja, tetapi juga belajar bangsa, negara, pemerÂintahan, demokrasi, politik, peÂmilu, hukum, lembaga peradilan, kepemimpinan, korupsi, maÂsyarakat madani, hak asasi manuÂsia, pers, globalisasi, hubungan internasional dan lain-lain.
Dengan mengajarkan materi-materi ini dengan baik, metode dan pendekatan mengajar yang pas serta menarik, insyaAllah murid akan senang dan nyaman beÂlajar PPKn. Hal ini terbukti, murid saya yang SMA jurusan IPA kuliah di jurusan hukum dan politik.
Mereka beralasan bahwa kedÂua jurusan ini sangat menarik, menantang, selalu up to date dan prospek kerjanya bagus, serta bisa bekerja di semua bidang peÂkerjaan terutama untuk jurusan hukum. Dengan senang pada biÂdang hukum dan politik otomatis alergi politik tidak akan terjadi.
Kedua, banyak materi PpKn yang bersifat up to date, misal materi Korupsi, hukum, politik, pemilu, demokrasi, HAM, hubunÂgan internasional, pers, globalÂisasi.
Materi ini sangat mudah unÂtuk dihubungkan dengan kejadiÂan yang sedang terjadi sekarang, apalagi kurikulum 2013 sekaÂrang memakai pendekatan sains dalam kegiatan belajar mengaÂjar yang meliputi mengamati, menanya, mengolah, menyajiÂkan, menyimpulkan, dan menÂcipta. Sedang dalam penilaian memakai penilaian otentik yang meliputi sikap, ketrampilan, proses dan hasil.
Bahkan kita belum mengÂhubungkan dengan kejadian yang sedang terjadi sekarang, murid sudah bertanya karena mereka melihat sendiri.
Dan pertanyaan ini, dilempar lagi ke murid lain agar murid tamÂbah bergairah, sementara guru sebagai fasilitator saja. Dengan bergairahnya murid belajar PKn khususnya materi politik, pemilu, dan demokrasi, maka alergi poliÂtik tidak akan terjadi.
Ketiga, saya selalu mengÂhubungkan materi PPKn denÂgan tokoh yang sukses di bidang tersebut. Dengan memberi conÂtoh tokoh hukum seperti Adnan Buyung Nasution, Yusril Ihza Mahendra, Tokoh HAM sepÂerti Munir. Tokoh politik seperti Soekarno, Bung Hatta, Soeharto, Megawati, Habibie , Gus Dur, SBY, Prabowo Subianto, Jokowi dan lain-lain.
Saya selalu memotivasi murid-murid saya dengan perkataan,â€Apa anda tidak ingin jadi tokoh-tokoh seperti itu?â€. LangÂsung dijawab murid,â€Mau pakâ€. Silahkan anda mau jadi anggota DPRD II, DPRD I, DPR Pusat dan DPD. Atau anda mau jadi jaksa, hakim, pengacara dan Pengamat politik.
Atau anda mau jadi Kepala Desa/Lurah, Camat, Bupati/Wali Kota, Gubernur dan bahkan PresÂiden, maka dari sekarang seriusÂlah belajar PPKn dan jangan alergi politik,. Jayalah Indonesiaku. (*)