SUCI dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Demikian bunyi butir ke sepuluh Dasa Darma, kode kehormatan Pramuka. Luar biasa bunyi butir terakhir “sumpah†atau “janji†itu. Penyusunnya, saya pikir, mesti sufi atau orang yang memiliki landasan spiritualitas yang tinggi.
Oleh: PARNI HADI
Suci dalam pikiran. Ini sejiwa dengan ajaran orang-orang suci bahwa semuanya bermula dari pikiran. Jika pikirannya suci, maka perkataannya pun inÂsya Allah akan cenderung suci, demikian pula perbuatannya.
Itu sejalan juga dengan ucaÂpan Dalai Lama, pemimpin Tibet, yang sering saya kutip dengan terjemahan bebas sbb:
“Perhatikan pikiranmu, kareÂna pikiranmu akan menjadi perÂkataanmu,
Perhatikan perkataanmu, karena perkataanmu akan menÂjadi perbuatanmu,
Perhatikan perbuatanmu, karena perbuatanmu akan menÂjadi kebiasaanmu,
Perhatikan kebiasanmu, kareÂna kebiasaanmu akan menjadi karaktermu, dan
Karaktermu akan menentukan nasibmuâ€.
Orang sering menyamakan pikiran sebagai titik awal dari semua perkataan, perbuatan, kebiasaan dan karakter dengan niat. Dasar penyamaan itu adalah sabda Rasulullah Muhammad Saw: “Innamal a’maalu bin niÂyyahâ€. Artinya, amal itu terganÂtung pada niatnya.
Begitu luhur kode kehorÂmatan Pramuka itu, tetapi menÂgapa di Indonesia masih banyak tindak kejahatan, terutama koÂrupsi, dan pernbuatan lain yang mengakibatkan penderitaan banÂyak orang, termasuk terorisme? Padahal, sebagian besar, kalau tidak semua, pemimpin negeri ini, mulai dari tingkat terbawah sampai teratas, pernah menjadi anggota Pramuka. Alasannya, di jaman Orde Baru, semua anak sekolah diwajibkan menjadi angÂgota Pramuka.
Banyak faktor yang menyeÂbabkan terjadinya suatu tindaÂkan, termasuk kejahatan, tidak hanya satu penyebab. Sejumlah orang menyebut bahwa kejahatÂan mewujud karena adanya niat dan kesempatan.
Sebagai orang yang sampai sekarang berkecimpung di dunia kepramukaan/kepanduan, saya mencoba mencari jawaban. HasilÂnya adalah kesimpulkan sbb: jangan-jangan kode etik, sumpah atau janji itu hanya berhenti di bibir atau ucapan, tidak meresap ke hati atau difahami maknanya. Hanya menjadi hafalan. Sama halnya pengucapan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada saat upacara bendera. Banyak adik-adik yang dapat mengucapkan dengan lanÂcar di luar kepala bunyi dasar falÂsafah negara Indonesia dan nilai-nilai luhur yang menjadi tujuan mengapa bangsa ini memproklaÂmasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus, 1945.
Oleh karena itu, saya menÂcoba memberi narasi butir ke 10 Dasa Darma itu dalam kata-kata yang mudah saya fahami sendiri dan dapat saya sosialisasikan keÂpada orang lain, terutama adik-adik Pramuka sbb:
Suci dalam pikiran, saya makÂnai sebagai membuang jauh-jauh semua niat jelek dan prasangka buruk terhadap pihak lain, seÂbaliknya membesarkan niat baik dan optimisme demi kebaikan dan kebahagiaan sesama.
Suci dalam perkataan, saya maknai sebagai menghindari kata-kata buruk dan kotor yang menyaÂkitkan hati orang lain, sebaliknya memilih kata-kata yang baik, lemÂbut dan menyenangkan hati serta mengucapkan kata-kata itu dengan penuh sopan dan santun.
Suci dalam perbuatan, saya maknai sebagai menjauhi perbuaÂtan buruk yang merugikan pihak lain, sebaliknya memperbanyak perbuatan baik yang dapat membaÂhagiakan sesama makhluk Tuhan.
Narasi itu adalah hasil dari upaya berulangkali merumusÂkan, merenung, mengunyah dan meresapinya dalam hati dengan niat mengamalkannya untuk pertama-tama oleh dan demi kepentingan diri sendiri. Agar selalu ingat, saya berulangkali mengucapkan dan menuliskan narasi itu, sesuai methode penÂdidikan yang melibatkan unsur visual, audio dan motorik: mata melihat, telinga mendengarkan, mulut mengucapkan dan tangan menuliskan.
Sekali Pramuka, Tetap Pramuka. Sekali Pandu, Tetap Memandu!