Pemerintah membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas III yang sedianya telah terÂmaktub dalam Peraturan PresÂiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan KeÂsehatan.
Sementara itu, pemerinÂtah tetap akan menaikkan iuÂran kelas I dan II sesuai denÂgan Perpres 19/2016. “Kelas III memang betul-betul untuk masyarakat dan rakyat bawah. Sebelumnya diusulkan dinaikÂkan tapi Presiden Jokowi meÂmutuskan untuk dikembalikan,†Sekretaris Kabinet Pramono AnÂung di Kompleks Istana KepresÂidenan.
Prama menjelaskan, kepuÂtusan untuk membatalkan peÂnaikan iuran BPJS Kesehatan awalnya didasarkan atas saran dari Dewan Jaminan Sosial NaÂsional (DJSN). Melihat kondisi yang ada, pemerintah kemudian membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya bagi peserta Kelas III.
Selain itu ia menambahkan, keputusan perubahan tersebut juga didasari karena adanya maÂsukan dari masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan para stakeholders khususnya yang bergerak di bidang kesehatÂan. «Kami melihat dalam kondisi seperti ini, maka kelas III perlu ada perlindungan. (Bagaimana) negara hadir dalam persoalan itu,» tuturnya.
Berdasarkan Perpres 19/2016, pemerintah sempat menetapkan iuran peserta di kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 30Â ribu. Sedangkan untuk iuran peserta di Kelas I naik dari Rp59.500 menjadi Rp80 ribu dan Kelas II naik dari Rp42.500 menjadi Rp51 ribu. Dengan keputusan ini, maka iuran kelas III akan tetap berada di angka Rp25.500 per bulan. Â
Meski begitu, Pram belum dapat memastikan kapan beleid baru itu bisa diterbitkan.
“Karena tidak boleh ada disÂkriminasi, maka ketika seorang peserta iuran kelas III namun dalam perjalanannya ketika sakit memerlukan perawatan kelas I diÂperbolehkan,†imbuh Pram.
Sebelumnya, Direktur PerencaÂnaan Pengembangan dan ManajeÂmen Risiko BPJS Kesehatan Tono Rustiano mengatakan dana yang seÂlama ini masuk dari peserta peneriÂma bantuan iuran (PBI) tidak mamÂpu membayar pelayanan kesehatan secara maksimal. “Kami akui, iuran yang kami terima tidak cukup unÂtuk membayar layanan kesehatan.
“Terlihat di 2015 iuran yg kami terima rata-rata hanya Rp 27 ribu, sementara pelayanan yang kami haÂrus bayarkan adalah Rp 32 ribu, ada selisih di sini,†ujar Tono.
Akibat selisih biaya tersebut, deÂfisit anggaran BPJS Kesehatan maÂkin melebar. Bahkan, Tono memÂperkirakan harus menalangi dana sebesar Rp 5,85 triliun tahun lalu, akibat tingginya klaim yang harus dibayarkan tidak bisa ditutupi oleh iuran peserta. Hal inilah yang meÂnyebabkan pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan iuÂran.
(Yuska Apitya/CNN)