Untitled-15SETELAH menelusuri sepintas perkembangan praktik penyelenggaraan pembangunan dari era Prabu Siliwangi sampai Suryakancana, banyak hal yang bisa kita lakukan kini. Khasnya untuk membangkitkan kembali kejayaan Bogor kini dan mendatang. Tentu dengan melihat sisi terang dan sisi remangnya, dan menerima realitas kini dan mendatang.

Bang Sem Haesy

PERBEDAAN paling nyata dari realitas kini adalah Bogor (baik Kabupaten maupun Kota) tidak lagi merupakan sentrum otoritas yang mengendalikan wilayah. Se­jak Jan Pieter Zoon Coen – dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)-nya berubah menja­di tangan kekuasaan Belanda atas Indonesia, banyak hal berubah. Jayakarta yang semula menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Pakuan, justru berubah menjadi sentral kendali kekuasaan.

Sampai kini, Bogor kemudian menjadi bufferzone – bukan lagi sekadar hinterland — atas Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kendati demikian, sampai kapanpun, DKI Jakarta dalam berbagai hal, akan sangat bergantung kepada Bogor. Terutama untuk men­gatasi berbagai persoalan laten yang akan menghantuinya: sampah, banjir, dan kemac­etan lalu lintas. Diperkirakan, 2 (dua) juta orang dari kalangan masyarakat komuter yang me­madati Jakarta pada siang hari, berasal dari wilayah Bogor.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Selasa 16 April 2024

Dalam konteks itu, Bogor dapat memainkan peran utama dalam konteks penguatan fung­si ruang antar wilayah secara strategis. Antara lain untuk memperoleh keuntungan strat­egis, berupa basis-basis pertum­buhan ekonomi dan akumu­lasi modal. Keduanya berkaitan dengan perluasan kesempatan kerja dan berusaha untuk me­nyerap pertumbuhan angkatan kerja yang melimpah. Juga un­tuk merespon peningkatan ke­hidupan masyarakat yang lebih tinggi, serta terobosan menuju modernisasi, dan peningkatan otonomi daerah.

Ekstrimitas perubahan pembangunan nasional sejak dekade 1970-an, lebih berorientasi per­tumbuhan ekonomi dan per­cepatan industrialisasi semata. Ditandai oleh berkembangnya beberapa kawasan industri dan permukiman di wilayah Bogor (terutama Kabupaten). Tapi, seperti sudah ter­prediksi sejak era Prabu Sura­wisesa, alih fungsi lahan, tidak dapat memberikan kemakmu­ran bagi rakyat. Bahkan, pada dekade akhir 90-an, terbukti fundamental ekonomi kita tidak kuat.

Merujuk pada pencapaian kemakmuran dan kejayaan Bo­gor di era Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa, kejayaan Bo­gor masa kini dan mendatang, mesti dimulai kembali dengan membangun harmonitas sum­berdaya alam dan modal insan.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Lansia Terlungkap Gegerkan Warga Kota Padang

Dalam konteks itu Pemer­intah Kabupaten / Kota Bogor harus memiliki daya otoritas yang kuat menyangkut ber­bagai kewenangan, seperti: kewenangan pertanahan, ke­hutanan, perkebunan, pertam­bangan, pengelolaan sumber­daya nasional yang berada di Bogor; serta, kewenangan atas tenaga kerja asing.

Dalam hal ini berlaku prin­sip sa balegandrung (satu komit­men untuk mewujudkan visi pe­rubahan) sebagai ideologi inti. Dengan cara, memanifestasikan nilai inti : Bersatu dalam kon­sensus meningkatkan produk­tivitas dan profesionalitas, yang dilandasi oleh etos kerja: cerdas dan bernas, responsif, efektif dan efisien, tegas dan bijak­sana, efektif dan efisien; saling memajukan satu sama lain; adil dan egaliter; optimis dan siap berkompetisi di era global (Nu Jauh urang deukeutkeun, geus deukeut urang layeutkeun, geus layeut urang paheutkeun, geus paheut silih wangikeun; Rem­pug jukung sauyunan; Nem­bongkeun ajen wewesen; Satria nu Pinandita; Teuas peureup lemes usap; Pageuh keupeul lega awur; Silih Asih Silih Asuh Silih Asah; Adil Paramarta; Sina­tria Pilih Tanding).

============================================================
============================================================
============================================================