hijab_is_my_choice_by_hamdanhasan-d6pxttfMENJAGA aurat wanita di dalam ajaran agama Islam memang wajib hukumnya, namun tidak banyak sekolah yang menerapkan sistem peraturan Islam kepada anak-anak didiknya. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Terpadu Birrul Waalidain tak hanya memprotect seluruh siswinya dengan aturan asalan saja. Sekolah yang khusus diperuntukkan bagi wanita ini menerapkan busana yang sesuai dengan syariat Islam, dengan mewajibkan mengenakan jilbab sepuluh senti kebawah dari batas bahu.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Kepala Sekolah SMP Is­lam Terpadu Birrul Waalidain, Sumiyati menjelaskan disini jilbabnya harus panjang. Sepuluh senti dari batas bahu ke bawah, pokoknya tidak boleh menunjukkan bagian dada dan bahu.

“Kalau ada yang pendek sedikit biasanya kami berikan teguran, bukan keras, tetapi me­mang aturan di dalam Islam sendiri seperti itu. Kami tidak mau hanya mendidik kurikulum aga­ma Islam saja, tetapi benar-benar menerapkan aturan Islam itu sendiri,” kata Sumiyati.

Selain itu, segala aturan yang diterapkan un­tuk melindungi anak-anak didiknya ini dari ke­mungkinan terburuk dan sesuai dengan syariat Agama Islam, apalagi pergaulan muda mudi saat ini seolah sudah tidak dapat dikontrol lagi.

Hebatnya, meski baru berdiri sejak 2012 dengan aturan yang ketat, tidak menyurut­kan minat para orangtua untuk menitipkan anak-anaknya di sekolah Birrul Waalid­ain. Pasalnya setiap tahun murid bert­ambah, meskipun pihak sekolah han­ya membatasi penerimaan 30 murid saja.

Penambahan itu nampak pada saat pertama kali peneri­maan siswi dengan total Ke­tika ditemui, Kepala Seko­lah SMP Islam Terpadu Birrul Waalidain, Sumiyati menjelaskan jika kebijakan sekolah hanya menerima pelajar putri saja, karena siswi puteri itu jauh lebih mudah diarahkan dibanding laki-laki.

Demi menjaga anak di­diknya itu, sekolah tak tang­gung-tanggung memberikan aturan dilarang membawa alat komunikasi ke sekolah, kecuali alat komunikasi yang hanya bisa melakukan panggilan dan pesan singkat saja.

“Tingkat kekha­watiran kami tinggi, hal ini untuk mengantisipasi karena kami tidak mau ses­uatu yang buruk terjadi ke­pada puteri-puteri kami. Apa­lagi anak-anak sekarang sudah pintar-pintar kalau menggunak­an gadget, dan semua aturan ini sudah sesuai dengan syariat Agama Islam,” ungkapnya.

Tak hanya itu, sambung Sumi­yati, staf pengajar juga memfollow semua media sosial murid-muridnya. Dengan begitu aktifitas media sosial anak-anak sekolahnya dapat terus ter­pantau. “Kami juga melakukan komit­men kepada orangtua di rumah, agar orangtua membatasi jam-jam penggu­naan internet bagi anak-anaknya saat di­rumah,” tambahnya.

Uniknya lagi, dalam proses memveri­fikasi murid-murid baru, pihak sekolah memberikan beberapa persyarata, salah­satunya persyaratan belum pernah berpa­caran.

“Aturan disini juga tidak boleh ber­pacaran, jadi pada saat melakukan peny­eleksian murid baru, kami selalu bertanya apakah sudah pernah pacaran atau belum, kalau sudah pernah pacaran mungkin akan dipertimbangkan lagi. sebab hal ini masuk ke dalam Fiqih Islam, dan sudah kewajiban,” kata dia.

Ia berharap, dengan menempa anak di­diknya dengan pendidikan dan aturan ketat mampu mencetak perempuan Islam yang mam­pu menjaga akhlaknya. Itu mengapa meskipun sudah ada angkatan yang lulus, pihak sekolah tidak mau lepas komunikasi demi melindungi alumni-alumninya itu.

Kendati demikian, seluruh siswi yang menun­tut ilmu di Birrul Waaliadain nampak sangat me­nikmati proses pembelajaran disana.

============================================================
============================================================
============================================================