JAKARTA, TODAY — Awal RaÂmadhan tahun ini terasa sangat istimewa. Tak ada perbeÂdaan suara dalam penentuan hari pertama puasa. Tak sepÂerti tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui KementeÂrian Agama melibatkan organÂisasi Islam mulai dari Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah memprediksi, puasa RamadÂhan dimulai serentak pada 18 Juni 2015.
Pengurus Pusat MuhamadiÂyah telah mengumumkan awal bulan puasa Ramadhan 2015 (1 Ramadhan 1436 Hijriyah) jatuh pada Kamis, 18 Juni. SedangÂkan Hari Raya Idulfitri 1 SyawÂal 1436 H, jatuh pada Jumat, 17 Juli 2015.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin, memastikan, masyarakat IndoneÂsia secara serentak bakal mengawali puasa Ramadhan di waktu yang bersamaan. “Pada 17 Juni nanti kita sama-sama akan mengawali Sholat Tarawih, seÂhingga puasa akan jatuh pada 18 Juni 2015,†ujarnya.
Ketua MUI (Majelis Ulama InÂdonesia) ini juga mengatakan, kesÂamaan waktu jatuhnya awal puasa tahun ini telah sesuai dengan maklumat pendekatan hisab yang telah disebarkan ke sejumlah orÂganisasi Islam yang ada di Tanah Air. “Sudah diprediksi bahwa ijtiÂma yang terjadi tanggal 16 Juni itu setelah matahari terbenam. Maka 17 Juni sudah mulai melaksanakan tarawih,†tuturnya.
Ia pun menambahkan, bila awal Ramadhan dilaksanakan seÂcara bersamaan maka kemungkiÂnan besar Hari Raya Idul Fitri juga akan terjadi secara bersamaan, bahkan sampai 2023 mendatang. “Oleh sebab itu, kami mengimbau masyarakat untuk dapat secara bersamaan menjalankan puasa di waktu yang bersamaan,†ujarnya.
Muhammadiyah sendiri telah menetapkan tanggal 1 Syawal 1436 Hijriyah atau Hari Raya Idul Fitri 2015 jatuh pada hari JuÂmat (17/07/2015). Pasalnya ijtima menjelang Syawal 1436 Hijriah terÂjadi pada hari Kamis (16/07/2015).
Hari ini Sidang Isbat
Untuk memastikan awal RaÂmadhan, pemerintah akan mengÂgelar sidang isbat pada 16 Juni 2015 di Gedung Kementerian Agama, Jakarta dengan mengunÂdang para ulama, kiai, tokoh orÂmas Islam, pakar astronomi, dan beberapa pihak lainnya.
“Penentuan awal Ramadhan berpulang pada hasil sidang isÂbat yang akan dilaksanakan pada 16 Juni,†kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Senin (15/6/2015).
Proses sidang isbat akan diÂawali dengan pemantauan hilal (rukyatul hilal) pada titik-titik peÂmantauan yang tersebar di beberÂapa wilayah Indonesia. “Dalam sidang isbat itu, akan ditentukan apakah hilal bisa dilihat atau tiÂdak. Jika terlihat, Ramadhan akan jatuh pada 17 Juni. Jika hilal tidak terlihat, bulan Sya’ban akan diÂlakukan istikmal (genapkan) menÂjadi 30 hari dan Ramadhan jatuh pada 18 Juni,†ujarnya.
Bila melihat pada perhitunÂgan hilal untuk mengetahui awal Ramadhan tahun ini, tinggi hilal pada malam Rabu terlihat -2,32°. Artinya pada saat matahari terbeÂnam hilal masih belum terlihat. Sedangkan di malam Kamis hilal baru terlihat dengan tinggi hilal 10,15°, yang berarti hilal sudah berwujud dan sudah lebih dari batas maksimal yakni 2° dan telah siap untuk bisa di rukyat (kedua metode: wujud dan rukyat, terÂpenuhi), sekaligus menjadikan jatuhnya awal Ramadhan 1436 H pada hari Kamis, 18 Juni 2015 M.
Begitu juga dengan menentuÂkan jatuhnya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H dengan mengikuti hasil perhitungan di atas, tinggi hilal pada malam Jumat 3,62°, yang berarti hilal sudah berwujud dan bisa dilihat lantaran sudah meÂlebihi batas minimal 2° (kedua metode: wujud dan rukyat, terÂpenuhi), maka hari Raya Idul Fitri 1436 H jatuh pada hari Jumat, 17 Juli 2015 M.
Dengan demikian di tahun ini Muhammadiyah dan NU akan memulai puasa secara bersamaan . Padahal sebelumnya keduanya selalu memiliki pendapat yang beda. Perbedaan tersebut terÂjadi karena adanya perbedaan metode observasi hilal. Lantaran keduanya memakai dua metode yang berbeda yakni metode hisab dan metode rukyat. Yang dimakÂsud dengan metode hisab, adalah sebuah ilmu untuk menentukan posisi bulan dengan mengguÂnakan perhitungan-perhitungan astronomis yang dilakukan secara matematis guna menentukan kaÂpan dimulainya awal bulan yang terdapat pada kalender Hijriyah.
Sedangkan metode rukyat, adalah kegiatan pengamatan hiÂlal secara langsung. Aktivitas ini mencakup pengamatan bulan sabit muda yang tampak perÂtama kalinya setelang konjungsi. Adapun pengamatan tersebut diÂlakukan dengan berbagai macam cara, bisa dengan melihat langÂsung tanpa alat bantu atau bisa dengan bantuan alat optik seperti teleskop.
(Yuska Apitya Aji)