bahagia newMAFIA dan kapling-kapling sumber kehidupan telah tampak saat terjadi penggusuran masyarakat nelayan di Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Betul-betul sangat menyedihkan bagi umat. Mari kita sedikit mengingat undang-undang yang dibuat oleh leluhur pemimpin bangsa kita.

Oleh: Bahagia, SP., MSc
Sedang S3 IPB Dan Dosen tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Dalam Pasal 33 UUD 1945, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmu­ran rakya”. Undang-undang ini jangan dikhianti oleh pihak mafia ekologis dan teroris ekologis.

Kita harus tahu sumberdaya alam itu milik bersama. Tidak mi­lik pembisnis nakal dan tidak pula milik pemerintah. Masyarakat mempunyai hak atas sumberdaya alam dan isinya. Fakta yang tam­pak, kepemilikan sumberdaya alam mendominasi kapling ma­nusia yang kapitalis.

Membeli sumber-sumber ke­hidupan. Sumberdaya alam kini milik siapa? Jika sudah bicara duit maka pulau-pulaupun bisa dibeli kemudian dimiliki sendiri. Ber­sikongkol dengan teman-teman satu profesi. Dipergunakan un­tuk hura-hura diatas penderitaan rakyat kecil. Tampak negara de­mokrasi tak demokratis kepada rakyat saat sumberdaya alam jatuh ketangan kapitalis.

Keserakahanpun tak ter­hindarkan. Keserakahan meram­pas hak orang lain secara zalim atas sumberdaya alam. Kemu­dian memiskinkan banyak orang serta membuat sumberdaya alam tak terkontrol penggarukannya. Pemerintah menjadi pasif karena hak kepemilikan dimilik oleh swasta. Keserakahanpun menye­babkan terjadinya deskriminal­isasi kepada rakyat.

Saat negara ingin menguasai kembali namun telah dibeli serta dimiliki secara pribadi. Terikat kontrak yang lama sekian puluh tahun. Apalagi sampai ratusan tahun maka ratusan tahunlah hak rakyat diambil secara zalim. Akh­irnya negara tidak bisa mengua­sainya lagi dengan mudah.

Akhirnya gigit jari. Hal ini ha­rus menjadi pelajaran bagi negara kita khususnya. Jangan sampai pulau-pulau kita dimiliki oleh yang kapitalis dan negara menon­ton permainnnya. Jangan sampai sejumlah mata air kita juga dikua­sai oleh pihak asing dan swasta namun pemerintah seperti tak berdaya. Tahukah engkau, mafia dan teroris ekosistem itu ada lagi di DKI Jakarta. Kini kita sedang di­ramaikan dengan Reklamasi teluk Jakarta. Untuk mereklamasinya tentu disana melibatkan pihak pembisnis (pengembang).

BACA JUGA :  MUDIK MENDIDIK KITA UNTUK GAS POL SEKALIGUS SABAR DALAM HIDUP INI

Jangan sampai pulau-pulau itu dikelola oleh pihak swasta. Hilang dalam pengontrolan. Rakyat dan pemerintah tampak sebagai pe­nonton pasif yang mengikuti din­amika kapitalias. Dari demokratis akhirnya kapitalis. Ini benar-benar mafia ekositem yang hebat. Mer­ampas pulau untuk diri sendiri dan mengusir paksa nelayan.

Hal ini tergolong aktivitas teroris. Selama ini umat Islam se­lalu disebut sebagai teroris. Kini tampak betul teroris itu telah ada. Mengapa dikatakan teroris eko­sistem dan sosial. Secara bersa­maan ia berperan penting untuk melancarkan, menyiksa, meru­sak, dan menghilangkan sumber kehidupan komunitas nelayan. Secara ekologis, kondisi perairan di Teluk Jakarta akan dirusak oleh paku-paku bumi para mafia tadi.

Semua lempeng lautnya akan bergetar dan menakutkan semua kehidupan dibawah laut. Mem­buat ikan berlari dan pergi men­cari tempat baru. Membuat eko­sistem trumbu karang rusak total. Dan membuat kebisikan dibawah laut karena proyek pembangunan.

Teroris itupun kemudian merusak semua kehidupan dia­tasnya termasuk masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan ke­hilangan tempat tinggal, kehilan­gan mata pencaharian, miskin, tidak berumah, sakit-sakitan, air mata kesedihan, dan anak-anaknya sulit untuk sekolah.

Bukankah itu termasuk perilaku teroris. Mafia dan Tero­ris Ekosistem akan bersenang-senang dengan pulau-pulaunya yang baru. Santai dan hedonis. Menatap-natap ke tengah lautan yang luas.

Menikmati apa saja yang masih indah. Agar tak nampak sumpek maka perumahan ne­layan tadi juga digusur. Jika masih belum indah juga apa saja yang menghalangi akan digusur. Itulah yang dinginkan agar bisa menik­mati hidup ditengah-tengah kota yang sumpek.

Pembangunan tidaklah benar jika kerusakan lebih banyak dibandingkan dengan keuntun­gan. Jangan juga ekonomi sebagai indikasi untuk dikatakan selalu layak sehingga buta mata hati dan tumpul. Ia pun tak bisa melihat penderitaan yang amat dikalangan nelayan tadi.

Jangan juga jadi manusia men­ganggap aturan hukum sebagai cara ampuh untuk menghalalkan apa saja. Disinilah tampak kes­alahan kita, asalkan benar secara hukum maka dianggaplah pertim­bangkan lain tidak penting. Ada apa dengan perijinan pada neg­eri ini. Apa mereka ini juga mafia proyek hukum sehingga bebas mengeluarkan ijin Lingkungan.

BACA JUGA :  MUDIK MENDIDIK KITA UNTUK GAS POL SEKALIGUS SABAR DALAM HIDUP INI

Kita bisa tahu bagaimana hukum itu tak berlaku terhadap lingkungan. Kita tidak pernah mendengar manusia dipenjara karena membuang sampah sem­barangan. Sampah itu tampak dimana-mana. Kita tidak akan mendengar mafia ekosistem dan teroris ekosistem dipenjara. Satu sisi perilakunya mengalihkan fungsi ekosistem teluk jakarta menjadi bentang alam yang baru. Secara agama, ini perilaku zalim karena merubah ciptaan Tuhan yang tidak sesuai dengan perun­tukan.

Apakah hukum bisa meng­hukum orang yang zalim kepada Tuhan dalam hal ini? apakah hu­kum dan perijinan lingkungan bisa membuat mafia ekositem jera. Kita bisa lihat bagaimana perijinan dan hukum bisa men­galahkan kejahatan. Disebaliknya tampak perilaku jahat yang dil­indungi. Maka begitu banyak tero­ris ekosistem itu.

Banyak pula mafia ekosistem yaitu yang menguasai sumberda­ya alam. Selain di Jakarta, mafia ekosistem itu juga banyak di Riau dan kalimantan. Banyak hutan terbakar untuk kebun sawit maka pastinya karena ulah Mafia dan teroris ekosistem ini.

Berapa oranglah yang dipen­jara karena merusak lingkungan? teroris ekosistem itupun yang membuat perijinan dan tidak menerapkan hukum secara benar. Artinya tidak ada jaminan buat ekologis kini. Dengan kejadian aksi alihfungsi pantai teluk Jakarta menjadi pulau-pula baru maka berapa banyak yang menjadi kor­ban. Harusnya banyaklah manusia yang dipenjara karena banyaknya kerusakan ekosistem itu.

Dimana undang-undang 32 tahun 2009 tentang pengelolaan Lingkungan. Kita tahu undang-undang ini sangat tegas dalam denda dan hukum. Apa yang ter­jadi tidak pula seperti itu adanya. Dengan kejadian ini pemerintah harusnya bertindak.

Pihak kementerian perikanan yang menguasai lautan dan peri­kanan harus optimal untuk mela­rangnya. Kementerian lingkungan juga harus memberikan nasehat. Mari kita hentikan perilaku mafia ekosistem dan teroris ekosistem pada negeri ini. Kita jadikan musuh kita bersama. Mereka yang berduit tadi akan menikmati pulau-pulau indah yang telah terbentuk. Me­lihat-lihat laut dengan pulaunya yang baru. Bahkan bisa membuat apa saja yang menyenangkan mer­eka suatu saat nanti. Sekali lagi hentikan untuk merubah lautan menjadi pulau. (*)

============================================================
============================================================
============================================================